Liputan6.com, Beijing - China akan kembali menggelar maraton Beijing 2022 pada 6 November 2022. Acara ini sempat libur dua tahun karena COVID-19. Sebelumnya, maraton juga sudah digelar di kota-kota besar seperti Chengdu.
Para pelari maraton pun antusias untuk ikut acara ini setelah dua tahun menanti, meski tak semuanya bisa ikut lari.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan laporan Global Times, Rabu (5/10/2022), pendaftaran dimulai pada Selasa 4 Oktober 2022. Penyelenggara nantinya akan mengundi siapa saja yang bisa ikut maraton ini.
Totalnya, ada 30 ribu orang yang bisa ikut serta. Maraton Beijing digadang-gadang sebagai acara olahraga paling penting yang digelar di Beijing setelah Winter Olympic 2022.
Maraton akan dimulai di Tiananmen Square. Mereka kemudian akan berlari hingga 40 kilometer ke Olympic Park.
Salah seorang yang mendaftar adalah seorang pelatih fitnes bernama Qu Yujia. Wanita itu optimistis bisa terpilih sebab salah satu syaratnya adalah menjadi warga Beijing.
Pada 2019, 160 ribu orang mendaftar dan 30 ribu orang terpilih.
Selain menjadi warga Beijing, syarat lain dari organizer adalah usia pelari harus 20 tahun ke atas. Mereka juga harus pernah menyelesaikan maraton dalam enam jam atau setengah maraton dalam tiga jam setelah tahun 2019 agar bisa masuk kualifikasi pendaftaran.
Organizer juga mengundang sejumlah atlet profesional untuk berlari.
Prokes COVID-19
Untuk ikut maraton Beijing, peserta harus menampilkan bukti vaksinasi COVID-19, yakni tiga dosis. Mereka harus berada di Beijing selama tujuh hari sebelum mengambil material untuk maraton hingga pertandingan selesai, serta membawa hasil tes nucleic acid pada 24 jam sebelum berkompetisi.
Meski pecinta maraton dari kota-kota lain tak bisa ikut serta, digelarnya maraton Beijing memberikan optimisme bahwa situasi mulai kembali normal.
"Saya merasa bahwa hal-hal lama telah kembali dan kehidupan normal telah kembali. Harapannya tak ada penularan mendadak yag memaksa acara ini dibatalkan," ujar pelari dengan marga Zeng dari Wuhan.
COVID-19 Mereda, Jokowi: Mungkin Sebentar Lagi Pandemi Berakhir
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa saat ini situasi COVID-19 mulai mereda. Ia juga menyinggung mengenai kemungkinan berakhirnya status pandemi sebentar lagi.
"Pandemi memang sudah mulai mereda," kata Jokowi.
"Mungkin sebentar lagi akan kita nyatakan pandemi sudah berakhir," tutur Jokowi dalam peluncuran Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM di Gedung Smesco, Jakarta pada 3 Oktober 2022.
Pandemi COVID-19 mulai terkontrol tapi Jokowi mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi dunia belum pulih. Malah semakin tidak baik, seperti kata Jokowi.
Perkataan Jokowi mengenai kondisi COVID-19 selaras dengan hal yang disampaikan Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Ghebreyesus beberapa waktu lalu. Meski begitu, Tedros belum mengatakan pandemi COVID-19 selesai.
“Kita belum pernah berada pada posisi yang lebih baik untuk mengakhiri pandemi. Kita belum sampai, tapi akhir (pandemi) sudah di depan mata," kata ujar Tedros kepada wartawan dalam konferensi pers mingguan WHO, Rabu, 14 September 2022.
Pencabutan status pandemi merupakan wewenang World Health Organization (WHO). Lembaga ini satu-satunya pihak yang berwenang dalam pencabutan status pandemi COVID-19.
"Kewenangan penetapan status pandemi dan pencabutannya berada di bawah kewenangan WHO, bukan kepala negara, bukan juga presiden negara adikuasa. Bahkan bukan juga lembaga internasional lainnya," terang epidemiolog Dicky Budiman dari Griffith University beberapa waktu lalu.
Dicky optimistis, status pandemi COVID-19 bisa dicabut WHO paling cepat akhir tahun 2022 atau awal 2023. Namun, tentunya sejumlah hal terkait kriteria pencabutan mesti diperhatikan.
"Beberapa waktu lalu juga sudah sudah saya sampaikan bahwa kalau saya ekspektasinya ya, estimasi optimis akhir tahun ini yang paling cepat ya atau awal tahun depan itu akan bisa dicabut status pandemi," jelas Dicky.
Advertisement
Masih Menanti
Menurut Menkes Budi, Indonesia diperkenankan melonggarkan protokol kesehatan apabila pandemi dinyatakan berakhir.
"Pak Presiden meminta saya untuk berkonsultasi dengan Dirjen WHO. (WHO) bilang, kalau ada kebijakan-kebijakan lokal mengenai pengurangan pengetatan dari protokol kesehatan bisa dilakukan," kata Budi Gunadi usai rapat bersama Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (3/10/2022).
Kendati begitu, kata dia, nantinya WHO yang akan menentukan kapan pandemi Covid-19 berakhir. Hal ini mengingat pandemi merupakan suatu kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.
"Khusus mengenai pandemi karena ini sifatnya dunia, nanti WHO yang akan memberikan timing-nya kapan," jelasnya.
"Itu kan pandemi itu di WHO ada namanya public health emergency of international concern. Itu nanti biasanya kapan dicabutnya, dia (WHO) akan resmikan, dipublish resmi," sambung Budi.
Terkait kebijakan melepas masker saat di tempat umum, Budi menuturkan bahwa hal itu merupakan keputusan Presiden Jokowi.
"Itu tergantung bapak presiden," ujar Budi.
Permintaan Multivitamin Meningkat Selama Pandemi COVID-19, Oknum Nakal Jual Produk Ilegal
Sebagai upaya pencegahan terhadap penularan COVID-19, masyarakat berupaya membeli berbagai produk multivitamin. Hal ini menjadi alasan meningkatnya kebutuhan dan permintaan terhadap produk vitamin atau multivitamin.
Salah satu imbas negatif yang timbul dari peningkatan kebutuhan tersebut adalah mendorong pelaku kejahatan untuk melakukan produksi dan peredaran produk multivitamin ilegal.
“Berdasarkan hasil pengawasan BPOM, ditemukan peredaran Vitamin C, Vitamin D3, dan Vitamin E ilegal, terutama yang diedarkan di e-commerce atau media online,” ujar Plt. Deputi Bidang Penindakan BPOM RI, Nur Iskandarsyah dalam konferensi pers pada hari Selasa (04/10).
Peredaran Vitamin C, Vitamin D3, dan Vitamin E ilegal sangat membahayakan kesehatan masyarakat karena keamanan, khasiat, dan mutu produk yang tidak terjamin.
Peredaran vitamin ilegal ini juga dapat menimbulkan dampak negatif dari sisi ekonomi karena merugikan pelaku usaha yang selalu patuh dalam menjalankan usaha sesuai peraturan perundang-undangan.
Terkait hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah penyebaran multivitamin ilegal. Upaya-upaya itu termasuk intensifikasi kegiatan pengawasan, penindakan, dan pemberdayaan masyarakat.
“Hasil upaya intervensi yang dilakukan BPOM tersebut mengungkapkan bahwa Vitamin D3 dan Vitamin C merupakan produk yang paling banyak ditemukan, di samping Vitamin E.”
“Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan BPOM menunjukkan beberapa produk vitamin ilegal tersebut sama sekali tidak mengandung zat aktif vitamin,” jelas Nur Iskandarsyah.
Advertisement