Liputan6.com, Jakarta Wacana berakhirnya pandemi COVID-19 dan bergeser pada endemi menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini.
Dari wacana ini, timbul tanya, bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapi endemi?
Advertisement
Terkait hal ini, Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Amin Soebandrio mengatakan bahwa yang harus siap bukan hanya pemerintah tapi juga masyarakat.
“Yang harus mempersiapkan diri terhadap perubahan dari pandemi ke endemi itu tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat, fasilitas dan tenaga kesehatan,” ujar Amin dalam konferensi pers daring bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (5/10/2022).
Meski pandemi COVID-19 berakhir, tapi masih ada kemungkinan ancaman dari patogen virus lain yang serupa.
“Mungkin pandemi COVID-19-nya akan berakhir, tapi ada kemungkinan patogen atau virus lain yang serupa. Artinya turunannya entah dari omicron atau hasil mutasi dan sebagainya yang kemudian menyebabkan muncul kembali (pandemi).”
Kasus COVID-19 bisa saja tidak bertambah, tapi ada patogen-patogen lain yang bisa juga terjadi seperti dengue. Dari beberapa pengamatan, ada beberapa kasus berat yang mendadak. Kasus ini secara serologi terdeteksi positif COVID-19, tapi gejalanya bukan COVID-19 atau ada gejala-gejala lain yang memberatkan.
“Sampai saat ini itu yang kita sebut sebagai post-COVID dan sebagainya, tapi kemungkinan ini juga karena ada co infection atau infeksi berdampingan dengan mikroba lain yang menyebabkan kerusakan jaringan, kerusakan organ yang lebih parah.”
Hal-hal ini masih membutuhkan pengamatan, sehingga semua pihak tidak boleh berhenti melindungi diri.
“Kita semua harus tetap waspada kalau menghadapi kasus yang tidak biasa, harus segera dilaporkan, jadi kewaspadaannya harus tinggi.”
Strategi Percepat Endemi
Terkait strategi mempercepat endemi, Amin mengatakan bahwa salah satunya adalah peningkatan pengetahuan masyarakat soal penularan. Selama angka reproduksi di atas satu maka COVID-19 masih bisa menular.
Sejauh ini, pemerintah sangat melonggarkan masyarakat dalam menjalankan mobilitas. Masyarakat sudah tak perlu tes PCR atau antigen, artinya potensi penularan semakin kecil.
Meski begitu, setiap masyarakat harus mencoba mencegah penularan terutama jika setelah berada di kerumunan atau bertemu dengan orang yang tak serumah.
Strategi mempercepat endemi juga berkaitan dengan kesadaran masyarakat untuk melakukan self assessment, lanjut Amin.
Artinya, masyarakat perlu sadar jika telah kontak dengan orang lain, kemudian ada gejala yang muncul. Meski gejala itu belum tentu berkaitan dengan kontak yang dilakukan sebelumnya, tapi tetap saja hal ini perlu menjadi perhatian.
“Kalau setiap ada gejala dia periksakan diri supaya bisa memastikan dirinya aman, maka dia juga memastikan bahwa dirinya aman pula bagi orang lain.”
Advertisement
Kapan Masyarakat Perlu Tes?
Amin juga menyinggung soal kondisi yang menandakan masyarakat perlu segera melakukan tes.
Menurutnya, tes bisa dilakukan ketika ada gejala seperti demam yang tiba-tiba. Gejala yang perlu diwaspadai juga termasuk batuk pilek.
Pilek yang dimaksud bukan pilek biasa yang ditandai munculnya cairan ingus kental. Pilek yang mengarah pada COVID-19 biasanya berkaitan dengan munculnya cairan yang lebih encer dan terus mengalir.
“Disertai gejala lain seperti diare tanpa sebab, setiap orang perlu punya kewaspadaan tinggi untuk mencari sebabnya.”
Kewaspadaan yang ditandai dengan tindakan tes dengan kesadaran diri sendiri perlu diterapkan di berbagai lini. Baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan pekerjaan.
“Kalau kita sudah turun dari pandemi ke endemi, bukan berarti kita bisa santai, kita harus tetap waspada.”
Susun Kembali Strategi Epidemiologi
Amin mengatakan bahwa tes COVID-19 saat ini lebih rendah ketimbang masa-masa awal pandemi. Saat ini, tes lebih banyak dilakukan terutama jika ada gejala, kecurigaan kontak, dan jika ada suatu aktivitas pertemuan.
Jika dibanding sebelumnya, kasus yang ditemukan tinggi karena testing-nya tinggi. Terkait hal ini, Amin mengatakan bahwa strategi epidemiologi soal tes harus disusun kembali.
“Kita tidak menunggu kasusnya, kita punya kemampuan prediksi adanya kejadian baru, bukan hanya soal COVID, bisa juga infeksi campuran antara COVID dengan dengue dan lain-lain.”
“Untuk itu, upaya deteksi dini kejadian luar biasa harus ditingkatkan. Kita harus siap untuk itu. kita juga harus memiliki kemampuan untuk merespons.”
Amin berharap, COVID-19 menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk siap setiap saat. Pasalnya, semakin lambat respons maka semakin menyebar virusnya. Selain itu, masyarakat juga harus memiliki kemampuan melapor. Jika masyarakat melihat kejadian yang tidak biasa, maka masyarakat harus bisa melapor.
Advertisement