Liputan6.com, Jakarta Rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2023, khususnya di sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya, dinilai memberatkan oleh berbagai pihak. Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo mengatakan, rencana kenaikan tarif CHT pada SKT harus mengedepankan asas kehati-hatian.
Advertisement
“Keinginan pemerintah untuk mengendalikan konsumsi tembakau bisa dipahami, tetapi khusus padat karya harus dilindungi agar kenaikan tarif cukai tidak menimbulkan gejolak di kalangan para pekerja SKT dan petani karena hidup mereka juga bergantung dari hasil tembakau,” ujarnya.
Ditegaskan Rahmad, memang perlu keseimbangan pada pengendalian tembakau. Akan tetapi, pemerintah perlu melihat bahwa keputusan kenaikan tarif CHT, terutama pada segmen padat karya, akan mengganggu kinerja industri, khususnya buruh tani dan pekerja SKT.
“Aspek kesehatan tidak serta-merta jadi alasan utama. Keberadaan petani tembakau dan para pekerja SKT juga aspek lain yang harus dipertimbangkan. Pemerintah perlu berpikir jernih dan komprehensif sebelum memberikan keputusan,” tegas Rahmad.
Untuk itu, lanjutnya, jika pada akhirnya keputusan kenaikan tarif CHT tidak bisa nol persen, setidaknya jangan sampai mengganggu kelangsungan hidup pekerja di segmen padat karya.
“Khusus SKT yang merupakan industri rokok yang diproduksi dengan tangan-tangan pekerja IHT. Apabila kenaikannya signifikan, tentu ini akan berpengaruh pada kelangsungan industri tersebut karena padat karya. Untuk itu, pemerintah perlu menimbang adanya potensi PHK dan lainnya,” kata Rahmad.
Rahmad berharap ditemukannya titik keseimbangan terkait kebijakan tarif CHT SKT agar para pekerja SKT masih bisa bertahan hidup.
Dia juga merekomendasikan agar pemerintah fokus pada edukasi, sosialisasi, gerakan hidup masyarakat sehat tanpa rokok untuk pengendalian konsumsi, dibandingkan dengan menaikkan tarif CHT.
Kelangsungan Sektor Industri
Sementara itu, Pengamat Ketenagakerjaan Aloysius Uwiyono dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan kelangsungan sektor padat karya sebelum memutuskan kebijakan cukai.
“Sudah tentu pemerintah harus mempertimbangkan kehidupan para pekerja SKT. Apalagi, mayoritas adalah perempuan dengan pendidikan yang terbatas. Kenaikan tarif cukai SKT pasti menimbulkan masalah sosial,” katanya.
Kondisi para ibu pekerja SKT ini, ujarnya, memang harus dijadikan sebagai pertimbangan yang bijaksana. Dengan demikian, pemerintah telah melindungi para pekerja yang bertahan hidup lewat industri padat karya.
Advertisement
Pemerintah Masih Hitung Cermat Dampak Jika Tarif Cukai Tembakau Naik di 2023
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan sinyal akan kembali mendongkrak cukai hasil tembakau tahun depan. Di 2022 ini, DJBC telah menaikkan cukai hasil tembakau atau cukai rokok rata-rata 12 persen.
Sinyal kenaikan cukai hasil tembakau tersebut sudah mulai terlihat dari target penerimaan cukai 2023 sebesar Rp 245,45 triliun atau sekitar 10 persen dari total penerimaan APBN 2023.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pemerintah tengah mempertimbangkan banyak hal untuk menaikan cukai hasil tembakau.
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah kenaikan cukai hasil tembakau berpotensi terhadap peredaran rokok ilegal. "Kenaikan tarif itu ada berkorelasi positif terhadap peredaran rokok illegal, kita harus hitung benar itu," ujar Nirwala di Temanggung, Jawa Tengah, yang dikutip pada Sabtu (1/10/2022).
Dia meyakinkan para petani tembakau bahwa hingga saat ini belum ada keputusan kenaikan tarif cukai hasil tembakau. Sebab, untuk menaikan tarif cukai hasil tembakau harus berdasarkan persetujuan presiden.
Sementara itu, imbuhnya, faktor penentu kenaikan tarif cukai hasil tembakau mempertimbangkan pada keberlangsungan industri, rantai pasokan, dan kesejahteraan para petani dan pelaku industri ini, dan kesehatan.
"Memutuskan tarif pun harus sampai ke meja presiden, jadi ini bukan hal yang gampang karena menyangkut banyak pihak dan juga menyangkut baik itu kesehatan, industri pertanian, tenaga kerja maupun penerimaan negara," ungkapnya.
Petani Tembakau Menolak
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai pemerintah bersikap tidak adil atas rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk penerimaan 2023. Ditargetkan penerimaan total cukai 2023 sebesar Rp 245,45 triliun atau sekitar 10 persen dari total penerimaan APBN 2023.
"Kami petani saat ini statusnya setengah mati. Jangan dulu naikkan cukai pak, beri kami kesempatan untuk pulih," ujar Ketua Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Temanggung Siyamin di Temanggung Jawa Tengah, Jumat (30/9/2022).
Dia menuturkan, saat ini kondisi petani tembakau dalam kondisi terberat lantaran harga jual tembakau anjlok yaitu Rp60.000 per kilogram.
Saat ini, imbuh Siyamin, para petani tengah berupaya memulihkan perekonomian keluarga pasca pandemi dan menghadapi situasi inflasi yang ada di depan mata. Harga bahan bakar minyak (BBM), beban biaya hidup dan kebutuhan yang terus melonjak jelas memberatkan masyarakat termasuk petani tembakau.
Tantangan lain yang dihadapkan petani tembakau di Temanggung saat ini adalah proses panen yang terhambat oleh perubahan iklim yang mempengaruhi kualitas tanaman tembakau.
"Semakin sulit situasi yang kami alami. Kondisi ini membuat para petani tembakau terpukul berat. Kami mohon, dibuatlah regulasi yang bisa membantu petani bangkit. Bukan dengan menaikkan cukai tembakau," ungkap Siyamin.
Advertisement