Perjalanan Inflasi Indonesia Sejak 2014, Kapan Tertinggi?

Inflasi seperti sebuah keniscayaan usai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Okt 2022, 14:30 WIB
Ilustrasi Inflasi (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta Inflasi seperti sebuah keniscayaan usai kenaikan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, inflasi akan kembali melandai 3-4 bulan kemudian.

"Inflasi akan turun dalam 3-4 bulan ke depan. Itu kita lihat saja serinya selalu demikian," kata Airlangga saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/10).

Selaras dengan Airlangga, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono juga menyampaikan bahwa inflasi Indonesia dimungkinkan akan melandai 2-3 bulan kemudian. Perkiraan ini jika melihat catatan inflasi pada tahun-tahun sebelumnya.

Namun, Margo menekankan kondisi ekonomi mengalami inflasi ataupun deflasi tergantung dengan kebijakan pemerintah.

"Tergantung bagaimana kebijakan pemerintah mengendalikan inflasi di bulan berikutnya. Historisnya 1 bulan, kemudian naik lagi, kemudian landai, jadi 2 bulan," ungkap Margo.

Sebagaimana diketahui, BPS merilis inflasi September 2022 mencapai 1,17 persen. Angka ini disebut merupakan angka tertinggi sejak inflasi 2014. Menurut Margo, pemicu inflasi pada September 2022 dan 2014 yaitu kenaikan harga BBM.

"Inflasi yang terjadi di September 2022 yang sebesar 1,17 persen, merupakan inflasi tertinggi sejak Desember tahun 2014 di mana pada saat itu terjadi inflasi 2,46 persen sebagai akibat kenaikan harga BBM pada November 2014," tutur Margo.

 


Catatan Inflasi Sejak 2014

Ilustrasi Inflasi. (Photo by Freepik)

Lantas, mungkinkah hingga akhir tahun 2022 inflasi akan melandai? Merdeka.com merangkum pergerakan inflasi pada September-Desember periode 2014-2021.

2014

September inflasi 0,27 persen,

Oktober inflasi 0,47 persen,

November inflasi 1,5 persen,

Desember inflasi 2,46 persen,

 

2015

September deflasi 0,05 persen,

Oktober deflasi 0,08 persen,

November inflasi 0,21 persen,

Desember inflasi 0,96 persen,

 

2016

September inflasi 0,22 persen,

Oktober inflasi 0,14 persen,

November inflasi 0,47 persen,

Desember inflasi 0,42 persen,

 

2017

September inflasi 0,13 persen,

Oktober inflasi 0,01 persen,

November inflasi 0,20 persen,

Desember inflasi 0,91 persen,

 

2018

September deflasi 0,18 persen,

Oktober inflasi 0,28 persen,

November inflasi 0,27 persen,

Desember inflasi 0,62 persen,

 

2019

September deflasi 0,27 persen,

Oktober inflasi 0,02 persen,

November inflasi 0,14 persen,

Desember inflasi 0,34 persen,

 

2020

September inflasi 1,17 persen,

Oktober inflasi 0,07 persen,

November inflasi 0,28 persen,

Desember inflasi 0,45 persen,

 

2021

September deflasi 0,04 persen,

Oktober inflasi 0,12 persen,

November inflasi 0,37 persen,

Desember inflasi 0,57 persen,

 

2022

September inflasi 1,17 persen.

 


Penjelasan soal Inflasi

Seorang pedagang membawa cabai hijau di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Pemerintah memprediksi laju inflasi sebesar 1,38% pada September 2022. Adapun prediksi ini akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kementerian Keuangan mengatakan laju inflasi akan kembali normal pada November 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Merujuk penjelasan Bank Indonesia, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Sementara deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.

Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), link ke metadata SEKI-IHK. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.

Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Infografis Prediksi Perekonomian 60 Negara Bakal Ambruk. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya