Deretan Makanan Tradisional Jawa yang Punya Makna Mendalam

Siapa pun pasti tidak menolak bahwa masakan tradisional Jawa begitu lezat dan menggugah selera.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 07 Okt 2022, 05:00 WIB
Ilustrasi tumpeng/credit: dream.co.id

Liputan6.com, Bandung - Indonesia memang dikenal memiliki beragam kuliner yang memiliki cita rasa yang kuat. Salah satunya masakan tradisional Jawa.

Siapa pun pasti tidak menolak masakan tadisional Jawa yang begitu lezat dan menggugah selera. Apalagi makanan tradisional ini menggunakan bahan dan bumbu-bumbu rempah yang khas.

Selain bumbunya, ternyata kuliner tradisional Jawa juga menjadi simbol dari maksud penting, nasihat-nasihat, dan contoh melalui kiasan. Simbol-simbol yang digunakan untuk mengungkapkan nasihat atau pelajaran.

Berdasarkan buku Belajar dari Makanan Tradisional Jawa, beberapa makanan tradisional Jawa memiliki makna yang sangat mendalam. Terdapat pelajaran hidup yang sangat berharga pada makanan-makanan tersebut, baik pada nama, bentuk, bahan, cara pembuatan, maupun penggunaannya.

Tentunya jika diresapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, nasihat kebaikan di balik makanan tradisional Jawa ini akan menjadikan hidup kita lebih baik.

Berikut daftar makanan tradisional Jawa yang memiliki singkatan dan makna yang mendalam.


1. Tumpeng, Metu Dalan Kang Lempeng

Ilustrasi tumpeng, cara bikin. (Image by Mufid Majnun from Pixabay)

Tidak hanya masyarakat Jawa, tumpeng sebenarnya sudah dikenal hampir di setiap daerah di Indonesia. Tapi tak banyak yang tahu kalau nasi yang dibentuk seperti kerucut ini memiliki makna yang mendalam.

Makanan yang ditata di atas tampah, sejenis perabot rumah tangga yang dibuat dari anyaman bambu yang diberi alas daun pisang ini disajikan bersama aneka sayuran dan lauk-pauk. Dahulu tumpeng dicetak menggunakan alat bernama kukusan.

Tumpeng memiliki makna mendalam yang mencerminkan budaya masyarakat. Tumpeng sudah sangat lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa.

Tumpeng digunakan pada banyak upacara adat, seperti pernikahan, kelahiran, pembangunan rumah, dan panen. Adapun nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung. Hal ini karena pada zaman dahulu, masyarakat Indonesia memiliki tradisi memuliakan gunung. Gunung diyakini sebagai tempat bersemayamnya penguasa alam semesta.

Sedangkan, bentuk kerucut juga memiliki beberapa makna lain. Bentuk kerucut melambangkan harapan agar kehidupan seseorang atau masyarakat selalu meningkat. Menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

Makna lain bentuk kerucut adalah melambangkan sifat manusia dan alam semesta. Manusia berawal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Bentuk kerucut dapat pula melambangkan keagungan Tuhan.

Sementara itu, lauk-pauk dan sayuran melambangkan isi dari alam raya.

Tumpeng disajikan dengan berbagai kelengkapan. Tumpeng dan seluruh kelengkapannya menjadi simbol dari maksud untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam tradisi masyarakat Jawa, nama tumpeng merupakan singkatan dari metu dalan kang lempeng. Artinya adalah hidup melalui jalan yang lurus.


2. Kupat, Ngaku Lepat

Ilustrasi kupat atau ketupat. (copyrightshutterstock/Rani Restu Irianti)

Kupat yang biasa dihidangkan pada saat Hari Raya Lebaran, memiliki arti khusus. Nama kupat merupakan singkatan dari ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat artinya adalah mengakui kesalahan. Laku papat artinya adalah empat tindakan.

Sikap mengakui kesalahan diterapkan dalam tradisi sungkeman. Sungkeman adalah bersimpuh di hadapan orang tua sambil meminta maaf. Sungkeman mengajarkan anak akan kewajiban untuk bersikap menghormati dan rendah hati kepada orang tua.

Sungkeman juga mengajarkan anak agar memohon keikhlasan dan ampunan orang tua. Melalui tradisi sungkeman, kita diingatkan bahwa orang tua adalah orang paling penting dan paling berjasa bagi kita.

Kita tidak boleh menyakiti hati orang tua. Kita harus selalu berbuat baik kepada orang tua. Hanya dengan restu orang tua, kita bisa meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Sikap mengakui kesalahan juga diterapkan dengan tradisi saling meminta maaf.

Pada saat Lebaran, orang-orang bersilaturahmi dan saling meminta maaf atas kesalahan masing-masing. Makna lain dari kupat adalah laku papat atau empat tindakan. Keempat tindakan dalam perayaan Lebaran tersebut adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan.

Adapun kupat dibungkus dengan janur. Janur merupakan singkatan dari jatining nur. Artinya adalah cahaya sejati, yakni keadaan manusia yang kembali suci setelah mendapatkan cahaya sejati selama bulan Ramadan.

Bungkus kupat terbuat dari janur yang dianyam dengan rumit. Hal ini mencerminkan sulitnya minta maaf. Anyaman janur yang rumit tersebut juga menggambarkan keragaman masyarakat Jawa. Janur yang melekat satu sama lain membentuk sebuah anyaman. Ini merupakan anjuran untuk mempererat tali silaturahmi tanpa memandang perbedaan pangkat, jabatan, dan kekayaan.

Setelah dibelah, akan terlihat kupat yang berwarna putih. Warna putih melambangkan kebersihan dan kesucian hati. Hati menjadi bersih dari segala kesalahan setelah berpuasa sebulan penuh, memohon ampunan kepada Allah, dan meminta maaf kepada sesama manusia.

Kupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan. Oleh karena itu, dikenal ungkapan kupat santen. Kupat santen merupakan singkatan dari kulo lepat nyuwun ngapunten. Artinya adalah saya salah mohon maaf.

Kupat mengajarkan kepada kita kewajiban untuk membersihkan hati. Hanya dengan hati yang bersih, kita bisa mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan hati yang bersih pula, kita akan menjadi manusia yang lebih baik. Hati yang bersih akan menjadikan kita peduli terhadap sesama manusia.


4. Apem, Afwan/Affuwun

ilustrasi kue apem/credit: Merdeka.com

Kuliner tradisional Jawa berikutnya adalah kue apem. Apem (apam) adalah penganan tradisional yang dimasak dengan pemanggang yang ada cetakannya.

Bentuknya mirip serabi, tetapi lebih tebal. Apem digunakan dalam berbagai kenduri dalam masyarakat Jawa.

Kata apem diyakini berasal dari kata bahasa Arab, yaituafwan atau affuwun. Artinya adalah maaf atau ampunan.

Karena masyarakat Jawa kesulitan untuk mengucapkan kata dalam bahasa Arab tersebut, mereka pun menyebutnya apem.

Apem merupakan simbol permohonan ampun kepada Tuhan atas berbagai kesalahan. Apem sendiri berbentuk bulat. Hal ini melambangkan sebagai tempat berdoa. Bentuk bulat juga menjadi lambang sarana penghubung dengan Tuhan.

Apem juga melambangkan kesederhanaan. Kesederhanaan terlihat dari bahanbahan pembuat apem. Bahan-bahan ini mudah didapatkan.

Keserdahanaan juga tampak dari proses pembuatan apem. Untuk membuat apem tidak membutuhkan waktu lama. Rasa yang nikmat dari kue apem mengajarkan manusia tentang rasa syukur. Makna lain dari apem adalah sebagai simbol dari sedekah. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Ki Ageng Gribig dan istrinya. Mereka membagikan kue apem kepada tetangga dan sanak saudara.

Apem mengajarkan kita untuk selalu memohon ampunan kepada Tuhan. Saat memohonan ampunan, kita menyadari kesalahan kita dan bertekad untuk tidak mengulanginya.

Saat kita dekat dengan Tuhan, perilaku kita akan menjadi baik. Kita akan melakukan hal-hal yang diperintahkan Tuhan. Kita juga akan menjauhi perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan.

Kue apem juga mengingatkan kita agar selalu dekat dengan Tuhan. Selain itu, apem juga memberikan nasihat agar kita senang bersedekah. Bersedekah akan membuat tidak lupa bersyukur atas semua nikmat yang kita terima. Bersedekah juga akan membuat kita menyayangi sesama.  


5. Lemper, Yen Dielem Atimu Ojo Memper

Kue Lemper. foto: sisisil.com

Lemper adalah penganan yang terbuat dari ketan. Di dalamnya terdapat isian berupa abon, daging sapi cincang, atau dagin gayam cincang.

Lemper dibungkus dengan daun pisang dan biasa disajikan dalam berbagai acara, seperti resepsi pernikahan, pengajian, arisan, dan khitanan.

Lemper juga menjadi bagian dari beberapa upacara adat. Selain rasanya enak, lemper juga menjadi simbol ajaran-ajaran luhur.

Nama lemper mengajarkan pentingnya sikap rendah hati. Lemper merupakan singkatan dari yen dielem atimu ojo memper. Maksudnya adalah ketika mendapat pujian dari orang lain, hati tidak boleh menjadi sombong atau membanggakan diri.

Banyak orang menjadi lupa diri ketika dipuji. Mereka merasa lebih baik daripada orang lain. Melalui lemper, kita diingatkan agar kalau dipuji tetap rendah hati.

Lemper dibuat dari beras ketan yang memiliki sifat lengket. Hal ini sebagai simbol persaudaraan. Ketan yang lengket mencerminkan persaudaraan di antara sesama manusia yang saling menyatu.

Ketan juga memiliki makna lain. Ketan merupakan singkatan dari ngraketaken paseduluran. Artinya adalah merekatkan persaudaraan.

Dalam acara-acara hajatan, lemper melambangkan harapan akan datangnya rezeki. Arti ini juga berasal dari sifat ketan yang lengket. Dengan menghidangkan lemper, orang yang menyelenggarakan hajatan berharap rezeki akan datang dan menempel selama menggelar acara.


6. Lontong, Olone Dadi Kothong

Ilustrasi/copyright shutterstock.com

Makanan tradisioal Jawa berikutnya adalah lontong. Lontong adalah makanan tradisional yang dibuat dari beras dan dibungkus dengan daun pisang.

Cara memasaknya adalah dengan mengukusnya di atas air mendidih. Dibutuhkan waktu beberapa jam untuk memasak lontong. Jika air yang digunakan untuk memasak habis, harus dituang kembali. Hal ini biasanya harus dilakukan berulang kali hingga lontong masak.

Bagian luar lontong berwarna kehijauan karena dibungkus dengan daun pisang. Bagian dalamnya berwarna putih.

Tak hanya di Jawa, lontong sebenarnya dikenal di berbagai daerah. Makanan ini menjadi bagian dari banyak hidangan, seperti gadogado, lontong opor, lotek, rujak cingur, sate ayam, dan soto.

Pada masyarakat Jawa, lontong dikenal merupakan singkatan olone dadi kothong. Artinya adalah kejelekannya sudah tidak ada lagi atau hilang. Arti lontong ini erat kaitannya dengan bulan Ramadan yang merupakan bulan suci umat Islam.

Lontong adalah makanan yang lunak (tidak keras). Hal ini melambangkan bahwa hati yang tidak keras akan mudah menerima nasihat orang lain. Orang yang hatinya lunak juga mudah menolong orang lain.

Ada pula yang mengaitkan lontong dengan kata klontong. Klontong adalah jembatan kecil. Dengan jembatan ini, orangbisa melangkah dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah.

Tanpa klontong, akan sulit bagi seseorang untuk dapat mencapai tempat karena ia harus meloncat untuk menyeberangi jalan atau sungai. Maknanya adalah jika manusia memiliki hati atau jiwa yang lapang, ia akan suka membantu orang lain.

Lontong juga mengajarkan kepada kita untuk bersedia minta maaf ketika melakukan kesalahan. Kita juga harus mau memaafkan saat orang lain berbuat salah kepada kita.

Dengan saling memaafkan, keburukan yang sudah kita lakukan akan hilang. Saling memaafkan juga akan membuat hubungan kita dengan orang lain menjadi erat. Lontong juga memberi pelajaran bahwa seharusnya kita mampu menjadi orang yang berguna. Orang yang mudah memberikan bantuan kepada orang lain.  


7. Kolak, Khalaqa/Khaliq

Kolak merupakan salah satu jenis makanan tradisional Jawa yang memiliki makna mendalam. Nama kolak diyakini diambil dari kata khalaqa. Artinya adalah “menciptakan”.

Nama kolak juga dapat berasal dari kata khaliq. Artinya adalah “Sang Pencipta”. Hidangan ini dinamakan demikan agar bisa mendekatkan kepada Sang Pencipta.

Kolak sering disajikan pada bulan Ramadan. Bulan ketika seluruh umat Islam berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan banyak beribadah dan mengendalikan hawa nafsu.

Kolak terbuat dari bahan dasar pisang atau ubi jalar. Kedua bahan ini direbus dengan santan dan gula aren. Sebenarnya isian kolak tidak sebatas pisang dan ubi jalar. Isi kolak dapat juga singkong, labu kuning, kolang-kaling, atau campuran dari beberapa bahan.

Kolak banyak dijumpai dibulan Ramadan. Kolak menjadi hidanganbuka puasa yang disukai banyak orang.

Salah satu bahan yang sering digunakan untuk membuat kolak adalah pisang kepok. Pisang kepok diartikan sebagai “kapok”. Maknanya adalah kita harus kapok atau bertobat atas dosa yang pernah kita lakukan.

Ubi jalar atau telo pendem memiliki makna mengubur segala kesalahan yang telah lalu. Jadi, dengan menyantap kolak saat berbuka puasa, kita diingatkan untuk makin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Kita juga diingatkan untuk menguburkan segala dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat dengan banyak melakukan perbuatan baik.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya