Liputan6.com, Yogyakarta - Upaya untuk mengenalkan kebaya di kancah international dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui gerakan Kebaya Goes to UNESCO. Gerakan ini merupakan kampanye untuk mendorong diakuinya kebaya sebagai warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Gerakan Kebaya Goes to UNESCO telah menggelar berbagai acara di beberapa belahan dunia, mulai dari Washington DC, Amerika Serikat, hingga Paris, Prancis yang digelar baru-baru ini.
Pergelaran Kebaya Goes to UNESCO digelar cukup meriah di Place De Trocadero pada Kamis (22/09/22) lalu. Berlatar Menara Eiffel, lebih dari 30 perempuan berkebaya warna-warni ini melakukan flashmob dance bersama.
Baca Juga
Advertisement
Acara ini diselenggarakan oleh Asosiasi Sinar Mentari Indonesia (SMI) & Perempuan Indonesia Maju (PIM) yang berkolaborasi dengan Yayasan PBBI, Kadek Moure Panchaindra dan masyarakat Indonesia di Paris. Salah satu partisipan Gerakan Kebaya Goes to UNESCO di Paris, Arini Alliod menyebut acara ini memiliki beberapa tujuan.
“Tujuan utama acara ini agar kebaya bisa ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dan diajukan ke UNESCO, lalu agar ada penetapan hari kebaya nasional,” ujar Arini.
Arini memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam acara ini sebagai bentuk kecintaannya kepada salah satu pakaian tradisional khas Indonesia ini. Menurutnya, amat disayangkan, apabila kebaya tak bisa diakui secara resmi sebagai budaya Indonesia.
Arini bercerita ada banyak orang asing yang tertarik dengan kebaya di luar negeri. Bahkan saat acara ini digelar ada banyak warga lokal maupun turis yang menyaksikan perempuan-perempuan Indonesia menari menggunakan kebaya-kebaya yang cantik.
Rencananya, Gerakan Kebaya Goes to UNESCO akan terus digelar, baik di Paris, Indonesia, maupun belahan di belahan dunia lainnya. Rencananya gerakan ini akan terus bergaung sampai kebaya ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda UNESCO, sama seperti batik.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Asal Kata Kebaya
Kebaya merupakan pakaian tradisional yang masih lestari hingga saat ini. Asal kata kebaya berasal dari serapan kata ‘abaya’ dalam bahasa Arab yang berarti pakaian.
Di tanah Arab, abaya umumnya berbentuk sederhana, serupa jubah. Namun meski kata ‘kebaya’ berasal dari serapan bahasa Arab, bentuk pakaian kebaya diyakini berasal dari tiongkok.
Dikutip dari berbagai sumber pakaian kebaya dibawa oleh pedagang-pedangan Tionghoa. Kemudian menyebar ke seluruh nusantara selaras dengan jalur perdagangan orang-orang Tiongkok.
Pada masa itu, kebaya digunakan sebagai atasan yang dikombinasikan dengan bawahan kain khas daerah masing-masing. Seperti di tanah Jawa kebaya dipadukan dengan kain batik beraneka motif daerah.
Sedangkan, di Sumatera, kebaya dipadukan dengan kain songket, tenun, dan sutra. Kebaya umumnya terbuat dari kain tipis, berbahan katun maupun brokrat.
Kebaya mulanya hanya digunakan sebagai pakaian perempuan di keluarga kerajaan sampai 1600-an. Kemudian, perempuan-perempuan Eropa di Jawa mulai menggenakan kebaya pada masa penjajahan VOC.
Selama masa kendali Belanda di Jawa, wanita-wanita Eropa mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi. Saat itu, kebaya yang digunakan perempuan Eropa berbahan kain mori atau sutra dengan sulaman berwarna-warni.
Dalam perkembangannya, kebaya di Jawa terbagi atas kebaya pendek sepinggul dan kepaya panjang selutut. Kebaya model kutubaru juga berkembang, dan menjadi ciri khas budaya di Solo.
Mulanya model kebaya pendek dibuat dari berbagai jenis bahan katun tanpa motif atau polos. Seiring waktu, kebaya pendek juga muncul dari bahan sutra, brokat, nilon, lurik, hingga bahan sintetis dengan aneka sulaman dan border hiasan.
Kebaya panjang, dibuat dengan bahan beludru, brokat, sutra yang berbunga, dan nilon bersulam. Kain kebaya panjang biasanya digunakan pada upacara pernikahan, terutama pada adat Yogyakarta.
Advertisement
Pengaruh Tiongkok
Kebudayaan Tiongkok juga memberikan pengaruh pada berkembangnya kebaya Sunda. Garis penutup kebaya Sunda menutup hingga di bawah perut.
Kebaya Sunda dikenakan juga bersama ornamen yang menyimbolkan status sosial. Menak Sunda, contohnya, menggunakan ornamen asmen dari emas atau menyerupai warna emas berbentuk flora yang menunjukkan gelar atau kepangkatan seseorang.
Ornamen kebaya dipasang di area penutup hingga area leher belakang serta di sekeliling bagian bawah lengan dan badan kebaya. Kini, kebaya dikenakan oleh semua kalangan, baik wanita bangsawan maupun rakyat biasa, dipakai sebagai busana sehari-hari maupun ketika ada acara tertentu.
Pakaian pelengkap dari kebaya ini adalah kain dengan tekstur kaku atau sering disebut kemben untuk menutupi bagian dada, kain panjang dengan stagen yang dililitkan pada bagian perut. Pada saat acara tertentu, baju kebaya menggunakan rangkaian peniti yang dipadukan dengan kain panjang bercorak batik.
Lalu bagian rambut digelung atau disanggul serta dipercantik dengan perhiasan anting, cincing, kalung, gelang, dan juga kipas. Kebaya bukan hanya sekadar pakaian biasa, busana ini menyimpan makna khusus dan memiliki nilai-nilai kehidupan.
Bentuknya yang sederhana dapat disebut sebagai wujud kesederhanaan masyarakat Indonesia. Selain itu, kebaya mengandung nilai kepatuhan, kehalusan, dan sikap wanita yang harus serba lembut.
Penggunaan kain yang melilit tubuh juga otomatis membuat pergerakan wanita yang mengenakannya menjadi terbatas dan sulit untuk bergerak cepat. Penggunaan kain lilit menandakan bahwa wanita Jawa selalu identik dengan pribadi yang lemah gemulai.
Kebaya menjadi salah satu kebudayaan Indonesia yang terus dilestarikan. Bahkan kini, pakaian khas perempuan Indonesia ini tengah diusulkan menjadi salah satu warisan budaya tak benda.