Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya permasalahan dalam pembayaran kompensasi dari pemerintah ke PT PLN (Persero). Dari temuannya, ada Rp 1,2 triliun kelebihan pembayaran kompensasi yang masuk ke PLN di 2020.
Mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2022 (IHPS) BPK telah melakukan pemeriksaan atas perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2020 pada PT PLN dan instansi terkait lainnya. Lingkup pemeriksaan meliputi perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik oleh PT PLN tahun 2020 untuk golongan pelanggan yang dilakukan penyesuaian tarif atau tarif tenaga listrik nonsubsidi.
Advertisement
Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2020 pada PT PLN telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan.
"Pemberlakuan penyesuaian tarif periode sebelumnya membebani keuangan negara dan PT PLN belum berkoordinasi dengan Kementerian ESDM terkait upaya rinci efisiensi operasional yang harus dilakukan oleh PT PLN untuk menindaklanjuti Surat Menteri ESDM dalam menghitung penyesuaian tarif tenaga listrik. Hal tersebut mengakibatkan PT PLN menerima dana kompensasi tenaga listrik dari pemerintah lebih besar Rp1,20 triliun," seperti tertulis di dokumen tersebut, dikutip Kamis (6/10/2022).
Atas temuan itu, BPK merekomendasikan Direksi PT PLN agar melakukan koordinasi secara optimal dengan Kementerian ESDM. Ini berkaitan dengan upaya rinci efisiensi operasional yang harus dilakukan oleh PT PLN untuk menindaklanjuti Surat Menteri ESDM dan melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait penerimaan dana kompensasi penyesuaian tarif tenaga listrik yang lebih besar Rp 1,20 triliun.
"Selain itu, juga menginstruksikan EVP Tarif dan Subsidi untuk menggunakan volume penjualan dan nilai realisasi pendapatan sesuai dengan kondisi riil," tulis laporan itu.
Tak Sesuai
Di sisi lain, BPK menemukan PT PLN tidak menyesuaikan dan menerapkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP TL) dalam perhitungan penyesuaian tarif berdasarkan kondisi riil. Akibatnya, perhitungan penyesuaian tarif tidak sepenuhnya dilakukan secara akurat.
"BPK merekomendasikan Direksi PT PLN agar memerintahkan EVP Tarif dan Subsidi untuk melakukan evaluasi dan koordinasi dengan Kementerian ESDM terhadap penerapan BPP TL dan formula penyesuaian tarif secara keseluruhan sehingga mencerminkan biaya dan tarif riil," seperti tertulis.
Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas perhitungan penyesuaian tarif tenaga listrik tahun 2020 pada PT PLN mengungkapkan 3 temuan yang memuat 4 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 1 kelemahan SPI, 1 ketidakpatuhan sebesar Rp1,2 triliun, dan 2 permasalahan 3E sebesar Rp 53,3 miliar.
Advertisement
Subsidi Solar ke Pertamina Kurang Rp 299,83 Miliar di 2020
Diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan jumlah kekurangan penerimaan PT Pertamina (Persero) terkait subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) atau Solar subsidi sebesar Rp 299,30 miliar. Angka ini menurut pemeriksaan dari penyaluran pada 2020 lalu.
Mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2022 (IHPS), pada semester I tahun 2022, BPK telah menyelesaikan hasil pemeriksaan atas kegiatan perhitungan kelebihan (kekurangan) penerimaan PT Pertamina dan PT AKR atas penetapan HJE JBT Solar/Biosolar dan JBKP tahun 2020.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa kegiatan perhitungan kelebihan (kekurangan) penerimaan atas penetapan HJE JBT Solar/Biosolar dan JBKP tahun 2020 telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian.
Atas temuan BPK, terkait kebijakan harga jual JBT, PT Pertamina mengalami kekurangan penerimaan sebesar Rp299,83 miliar dan PT AKR mengalami kelebihan penerimaan sebesar Rp15,90 miliar atas selisih HJE formula dengan HJE penetapan Pemerintah dalam penyaluran JBT Minyak Solar tahun 2020.
"BPK merekomendasikan Direksi PT Pertamina dan Direksi PT AKR agar berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan Menteri BUMN untuk menetapkan kebijakan pengaturan kekurangan penerimaan PT Pertamina dan kelebihan penerimaan PT AKR, kemudian memperhitungkan koreksi BPK atas kegiatan penyaluran JBT Minyak Solar tahun 2020 dalam surat Menteri Keuangan," tulis laporan tersebut, dikutip Kamis (6/10/2022).
Penyaluran JBKP
Sementara itu, BPK mendapati temuan berbeda untuk penyaluran JBKP yakni Premium. Terkait kebijakan harga jual JBKP, PT Pertamina mengalami kelebihan penerimaan sebesar Rp5,87 triliun.
Angka ini didapat atas selisih HJE formula dengan HJE penetapan Pemerintah dalam penyaluran JBKP tahun 2020. Ini terdiri dari kelebihan penerimaan atas pendistribusian JBKP wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan non-Jamali masing-masing sebesar Rp1,65 triliun dan Rp4,22 triliun.
"Untuk itu, BPK merekomendasikan Direksi PT Pertamina agar berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, Menteri ESDM dan Menteri BUMN untuk menetapkan kebijakan pengaturan kelebihan penerimaan PT Pertamina atas kegiatan penyaluran JBKP Premium tahun 2020 dalam surat Menteri Keuangan Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas penetapan HJE JBT dan JBKP mengungkapkan 3 temuan yang memuat 3 permasalahan," tulis rekomendasi BPK.
Untuk diketahui, permasalahan tersebut meliputi 1 kelemahan SPI dan 2 ketidakpatuhan sebesar Rp5,88 triliun.
Advertisement