Liputan6.com, Jakarta IPRO terus melakukan kolaborasi dan kerja sama multipihak untuk menciptakan ekonomi sirkular dengan mengelola sampah kemasan. Sebagai organisasi independen non-profit, IPRO terus melakukan berbagai cara untuk memperbaiki tata kelola sampah, khususnya sampah kemasan. Salah satunya dengan menggelar talkshow bertajuk “Circularity in Action: Peran IPRO dalam Mendorong Ekonomi Sirkular Kemasan Bekas Pakai” di Jakarta Convention Center, Kamis ( 6/10/2022).
Sebagaimana diketahui, permasalahan sampah khususnya sampah kemasan di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dan belum terlihat ujungnya. Berdasarkan data The National Plastic Action Partnership (NPAP) pada 2021 menunjukkan bahwa 4,8 juta ton sampah plastik di Indonesia tidak terkelola dengan baik.
Advertisement
Guna menanggulangi permasalahan tersebut, pengelolaan sampah secara holistik, sistematis, dan terintegrasi menjadi kunci. Sebagai pembuat kebijakan, pemerintah sudah mengeluarkan Permen LHK No 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Regulasi tersebut menjadi panduan bagi produsen untuk melakukan pengurangan sampah, penanganan sampah, mendesain ulang kemasan, hingga menarik kembali sampahnya untuk dimasukan ke rantai nilai ekonomi.
Bagi Kepala Sub Direktorat Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ujang Solihin Sidik, tantangan pengelolaan sampah di Indonesia masih sangat besar.
“Saat ini, pengurangan sampah baru mencapai 16%, sedangkan pada konteks penanganan baru di angka 50-60%. Masih ada gap yang cukup besar, masih banyak sampah yang bocor ke lingkungan sekitar 20-30%,” kata Uso pada acara yang diprakarsai oleh IPRO yang merupakan rangkaian kegiatan The 5th Indonesia Circular Economy Forum (ICEF) 2022 ke-5.
Namun, Uso optimistis Indonesia bisa menangani sampah secara ekonomi sirukular apabila dilakukan secara kolaboratif. Ia pun menambahkan, KLHK mengapresiasi hadirnya IPRO yang bisa menjadi model penarikan dan pengumpulan kembali bekas kemasan untuk didaur ulang di Indonesia.
“Ke depan IPRO bisa menjadi model penarikan dan penangan sampah kemasan. Produsen lain bisa bergabung untuk sharing knowledge dan sumber daya, meski penanganan sampah bisa dilakukan sendiri, tapi dengan bergabung menjadi lebih pekerjaan yang ringan dan efektif," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, General Manager IPRO Zul Martini menyatakan bahwa IPRO akan mengundang lebih banyak produsen untuk bergabung dalam penanganan sampah agar hasilnya lebih maksimal.
“Kolaborasi menjadi hal yang penting, di mana Pemerintah yang memiliki regulasi dapat memfasilitasi infraktruktur dan sektor privat dapat mendorong penanganan sampah secara terintegrasi,” tegasnya.
Bangun Kerja Sama Multipihak
Sejak 1 Januari 2021, IPRO telah membangun kerja sama multipihak untuk meningkatkan pengumpulan dan pendauran ulang sampah kemasan. Sejauh ini, sudah ada lima jenis material yang pengumpulan dan pendaurulangannya ditingkatkan. Seperti jenis material kemasan PET (Polyethylene Terephthalate), UBC (Used Beverage Carton), HDPE (High-density polyethylene), MLP (Multi-Layered Packaging), dan PP (Polyproylene).
Guna melaksanakan program tersebut, IPRO menggandeng mitra kerja dengan Bali PET, BWC, Allendra Kreasindo, Ecobali dan YAPSI, Bali Waste Cycle, Loh Jinawi, Kita Olah Indonesia, Rekadaya Karya Inovasi, Jaya Abadi Plastik, dan Waste4Change. Wilayah kerja pengumpulan kemasan bekas pakai tersebut dipusatkan di Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Jawa Barat.
Program tersebut dijalankan melalui skema insentif yang diberikan kepada mitra, di mana dukungan pembiayaan diberikan oleh 11 anggota IPRO. Ke-11 anggota tersebut terdiri dari Coca Cola Indonesia, Danone Indonesia, Indofoor Sukses Makmur, Nestle Indonesia, Tetra Pak Indonesia, Unilever, HM. Sampoerna, SC Johnson, Suntory Garuda Beverage, dan L’OREAL. Mereka semua berkomitmen penuh untuk melakukan penarikan kembali sampah kemasannya agar bisa meningkatkan daur ulang.
Selain dengan pihak swasta, pada akhir September lalu, IPRO juga membangun kerja sama multipihak dengan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Bank UMKM Jawa Timur, dan sektor swasta PT Reciki Solusi Indonesia untuk mengelola TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) di Bangkalan, Madura.
Beberapa Capaian
Menurut Martini, hingga saat ini IPRO telah mencatatkan beberapa capaian. Seperti pengumpulan bekas kemasan jenis PET, HDPE, dan UBC mencapai 543% dari terget pengumpulan material kemasan melalui mitra yang mencapai 93,86%. Ia pun berharap ke depannya dapat meningkatkan pengumpulan dan pendaurulangan sampah kemasan.
Untuk itu, IPRO mengajak para produsen untuk bergabung, agar target pengumpulan dan penanganan sampah kemasan dapat ditingkatkan.
“Semakin banyak produsen yang bergabung, maka IPRO dapat meningkatkan volume dan memperluas jangkauan wilayah kerja hingga ke seluruh daerah lainnya di Indonesia,” kata Martini.
Ia berharap, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan dukungan dalam implementasi pengurangan dan penanganan sampah melalui pembangunan infrastruktur yang bekerja sama dengan sektor swasta dan perbankan.
“IPRO telah memulai model kerja sama dengan multipihak dalam membangun TPST dengan tujuan pengelolaan sampah kemasan lebih terukur,” kata Martini.
Dengan adanya kerja sama multipihak, IPRO bertekad untuk membantu pencapaian target pemerintah dalam pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70% pada 2025 nanti.
(*)
Advertisement