Hadapi Ancaman Resesi, Wapres Ingin Masyarakat Terus Belanja

Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin meminta seluruh pemerintah negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk bersiap menghadapi tren aliran modal keluar.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2022, 15:53 WIB
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menyatakan perlu adanya sinergi pembangunan, baik dari sisi kesejahteraan dan keamanan di Papua. (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin meminta seluruh pemerintah negara berkembang, termasuk Indonesia untuk bersiap menghadapi tren aliran modal keluar atau capital outflow dalam beberapa waktu ke depan.

Hal ini menyusul langkah agresif sejumlah bank sentral negara maju untuk menaikkan suku bunga acuan dalam menghadapi lonjakan inflasi global. Terutama Bank Sentral AS The Fed yang kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin. Hal ini memicu negara-negara di dunia dihadapkan pada resesi.

"Menghadapi situasi ini, negara-negara berkembang perlu mewaspadai pembalikan arus modal ke negara-negara maju," tekan Wapres Ma'ruf dalam acara Indonesia Sharia Economic Festival 2022 di JCC Senayan, Kamis (6/10/2022).

Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mengoptimalkan seluruh modal dan kekuatan ekonomi nasional yang miliki untuk bertahan di situasi yang tidak menentu seperti sekarang. Antara lain dengan terus mendorong masyarakat untuk berbelanja, yang mana memperkuat konsumsi rumah tangga dan memperkuat bisnis UMKM domestik.

"Kekuatan domestik yang perlu kita jaga antara lain adalah konsumsi dalam negeri dan UMKM yang menjadi penyokong pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

Wapres Ma'ruf mencatat, pada triwulan II tahun ini, 51,47 persen PDB berasal dari konsumsi rumah tangga. Untuk itu, pemerintah terus menjaga level daya beli dan konsumsi masyarakat melalui bantuan sosial dan bantuan langsung tunai yang menyasar rumah tangga maupun UMKM.

Pemerintah juga terus menggaungkan gerakan nasional Bangga Buatan Indonesia. Produk-produk buatan dalam negeri, tidak terkecuali produk UMKM, tidak kalah mutunya. Produk fesyen hijab misalnya, telah berhasil merebut hati konsumen domestik dan luar negeri.

"Ini harus terus kita tingkatkan. Mari kita menjadi yang pertama, memberi contoh kepada masyarakat, bangga menggunakan produk buatan dalam negeri," pungkasnya.

 


Penjelasan Sri Mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat melepas penerima beasiswa melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat, nilai aliran moda keluar atau capital outflow negara emerging market mencapai Rp 148,1 triliun akibat kenaikan suku bunga negara maju.

Kenaikan suku bunga sendiri untuk mengantisipasi tren lonjakan inflasi global imbas pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik dunia.

"Inflasi yang sangat tinggi ini telah mendorong respons kebijakan moneter terutama di Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa lainnya, dengan sangat agresif menaikkan suku bunga yang menyebabkan gejolak di sektor keuangan dan arus modal keluar (capital outflow) dari negara-negara emerging hingga mencapai USD 9,9 miliar atau setara Rp 148,1 triliun sampai dengan 22 September 2022," kata Sri Mulyani pada rapat paripurna DPR RI, Jakarta.

 


Inflasi

Aktivitas perdagangan di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Pemerintah memprediksi laju inflasi sebesar 1,38% pada September 2022. Adapun prediksi ini akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kementerian Keuangan mengatakan laju inflasi akan kembali normal pada November 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Hal yang sama juga terjadi dengan angka inflasi. Di beberapa negara maju yang sebelumnya selalu single digit atau mendekati 0 persen dalam 40 tahun terakhir, sekarang melonjak mencapai double digit. Bahkan, inflasi di Turki mencapai 80,2 persen dan di Argentina mencapai 78,5 persen.

Diketahui, The Fed baru saja menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin, artinya sejak awal kenaikan suku bunga oleh Federal Reservesudah mencapai 300 basis poin.

"Kenaikan suku bunga di berbagai negara, terutama negara maju jelas akan meningkatkan cost of fund dan mengetatkan likuiditas yang harus kita waspadai secara sangat hati-hati," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya