Setahun Merger, Pelindo Hemat Rp 500 Miliar

Merger BUMN Pelindo pada 1 Oktober 2021 diklaim mampu memberikan penghematan bagi perusahaan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 06 Okt 2022, 17:31 WIB
Suasana Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (12/2). PT Pelindo II mulai menerapkan pelayanan aplikasi MOS sehingga berhasil menekan biaya dan waktu operasional menjadi lebih cepat hemat dan mudah. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Merger BUMN Pelindo pada 1 Oktober 2021 diklaim mampu memberikan penghematan bagi perusahaan. Salah satu penghematan didapat dari optimalisasi aset yang dilakukan oleh subholding PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP). Selama setahun, penghematan dari optimalisasi aset disebut sedikitnya mencapai Rp500 miliar. 

Corporate Secretary SPTP Widyawendra mengatakan, nilai penghematan tersebut didapat dari sejumlah relokasi peralatan yang dilakukan oleh perseroan.

Relokasi peralatan pendukung kepelabuhanan dilakukan oleh SPTP untuk memenuhi kebutuhan minimal peralatan di terminal peti kemas yang membutuhkan. 

Hingga September 2022, sedikitnya SPTP telah merelokasi 3 unit alat angkat peti kemas di atas dermaga (quay container crane/QCC), 4 unit alat angkat peti kemas di lapangan penumpukan (rubber tyred gantry/RTG). 

"Optimalisasi aset ini dilakukan untuk mendukung standardisasi terminal peti kemas dengan cara memenuhi kebutuhan minimum peralatan, ketimbang jika harus melakukan pembelian baru melalui pengadaan yang membutuhkan biaya besar dan waktu yang tidak sedikit," kata Widyaswendra, Kamis (6/10/2022). 

Disebutkan, nilai baru alat jenis QCC berkisar antara Rp 140-160 milliar per unit. Sementara untuk jenis RTG berkisar antara Rp 40-50 milliar. Jumlah aset yang dioptimalkan oleh PT Pelindo Terminal Petikemas hingga 2025 mencapai 99 peralatan yang akan direlokasi ke sejumlah terminal peti kemas di pelabuhan seluruh wilayah kerja perusahaan. 

"Selain QCC dan RTG juga ada alat angkat dan angkut peti kemas lainnya yang akan dioptimalkan, tentunya disesuaikan dengan terminal yang akan dituju terutama infrastruktur seperti dermaga dan lapangan penumpukan," lanjutnya. 

 


Ada Ketimpangan

Sebuah Kapal container bersandar di pelabuhan JICT, Jakarta Utara, Rabu (25/3/2015).Pelindo II mencatat waktu tunggu pelayanan kapal dan barang sudah mendekati target pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan, saat ini terdapat ketimpangan antara terminal peti kemas di wilayah barat dengan wilayah timur di Indonesia.

Sejumlah terminal peti kemas belum didukung dengan peralatan yang memadai. Akibatnya kinerja bongkar muat di sejumlah terminal masih belum maksimal. 

Lebih lanjut, Siswanto mengapresiasi langkah Pelindo untuk melakukan relokasi sejumlah peralatan utama dan pendukung kegiatan terminal peti kemas.

 


Peralatan

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menurutnya, selain sejumlah program perbaikan dan peningkatan kompetensi petugas operasional, peralatan juga menjadi hal penting dalam meningkatkan kinerja terminal peti kemas. 

"Dengan kinerja bongkat muat yang baik, maka waktu kapal berada di terminal peti kemas (port stay) menjadi lebih cepat, sehingga mereka dapat segera berlayar dan diharapkan dapat menambah jumlah kunjungan kapal (turn round voyage)," ujar Siswanto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya