Perusahaan Kuliner Hangry Bakal IPO pada 2025

Hangry, perusahaan kuliner multi-brand dari Indonesia berpotensi IPO pada 2025-2026.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 06 Okt 2022, 19:48 WIB
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Hangry, perusahaan kuliner multi-brand dari Indonesia berencana melakukan penawaran umum (initial public offering/IPO) pada 2025-2026.

CEO Hangry Abraham Viktor mengatakan, pihaknya hampir 100 persen akan menjadi perusahaan terbuka.

"Kita hampir 100 persen pasti akan go public ke depannya karena kita ada investor eksternal dan ingin membawa company ini public," kata Abraham kepada awak media usai acara ICON 2022-What’s Normal Now, di Jakarta, Kamis (6/10/2022).

Abraham menuturkan, Hangry berpotensi melakukan IPO pada 2025-2026.

"Mungkin 2025-2026 kira-kira timelinenya. Mungkin sebenernya kalau dari sisi perusahaan tidak ada keinginan pribadi IPO, cuma kita ada investor eksternal butuh kepastian one day go public," kata dia.

Sebelumnya,  Hangry, perusahaan kuliner multi-brand dari Indonesia mengakuisisi jenama makanan cepat saji India, Accha. Pengumuman tersebut disampaikan kedua belah pihak pada Kamis, 17 Maret 2022.

"Menurut kami, makanan India kategori makanan yang merupakan soul food the world. Kami belum pernah bertemu orang yang mencoba makanannya dan tidak suka," kata Co-Founder dan CEO Hangry, Abraham Viktor dalam jumpa pers secara virtual akuisi makanan India tersebut, Kamis, 17 Maret 2022

Co-founder, Accha Yohan Suryadinata menambahkan, Accha ingin menjadikan makanan India jadi nomor satu di Indonesia dan dunia. Awalnya, ia mengira Hangry merupakan kompetitornya karena sama-sama berbisnis kuliner online.

"Setelah bertemu dengan tim Hangry, ternyata visi dan misi kami sama, ingin membawa brand yang dibentuk di Indonesia ini untuk menjadi nomor satu di Indonesia dan di dunia. Dari situ kami kemudian berani bersatu dengan Hangry," ujar Yohan.

Yohan tak menyangka Hangry akuisisi Accha. Ia menilai dengan bergabung dengan Hangry, Accha bisa lebih memasyarakatkan produknya ke seluruh Indonesia

 

 


Tambah Brand

Pengunjung melintasi layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk tahun ini, lanjut Yohan, Accha masih akan beroperasi hanya di outlet mereka. Ke depan, mereka akan memulai menggabungkan outlet-outlet-nya di Hangry.

"Saat ini Hangry mempunyai 70 cabang, sedangkan Accha memiliki 17 cabang. Kami juga akan bergabung di Hangry, saat mereka buka cabang baru, kami akan hadir juga di sana," papar Yohan.

Abraham mengatakan akan konsentrasi untuk menambah brand yang menjadi bagian keluarga Hangry. Selain itu, pihaknya juga berencana untuk memperbanyak outlet.

"Tahun ini kami akan menutup tahun dengan 120 outlet yang tersebar di kota-kota yang sudah ada, seperti Jabodetabek, Bandung, dan Semarang, tapi juga di kota-kota baru yang kami belum ada, seperti Medan dan Makassar," kata Abraham.

Hangry sebelumnya memiliki empat brand Moon Chicken, San Gyu, Ayam Koplo, dan Dari Pada.


44 Emiten Baru Raup Dana Rp 21,8 Triliun Melalui IPO

Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 WIB, IHSG masih naik, namun tak lama kemudian, IHSG melemah 2,3 poin atau 0,05 persen ke level 5.130, 18. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat hingga 20 September 2022, ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI. Total dana yang dihimpun dari penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) tersebut mencapai Rp 21,8 triliun.

“Hingga 20 September 2022 telah ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dengan dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 21,8 triliun,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, kepada wartawan ditulis Rabu (21/9/2022).

Saat ini BEI juga proses 29 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham di BEI hingga 19 September 2022. Nyoman menambahkan, dari 29 calon perusahaan tercatat dalam pipeline pencatatan saham, beberapa di antaranya menargetkan emisi lebih dari Rp 1 triliun. Untuk sektor sahamnya ada dari sektor energi, teknologi dan keuangan. Namun, Nyoman belum menyampaikan detil mengenai perusahaan tersebut hingga perusahaan itu mendapatkan izin publikasi dari OJK.

Seiring jumlah calon perusahaan tercatat dalam pipeline itu, ia berharap pencatatan saham pada 2022 dapat melebihi pencapaian 2021.

“Dengan mempertimbangkan jumlah perusahaan pada pipeline pencatatan saham, kami berharap jumlah pencatatan saham pada tahun ini dapat melampaui pencapaian pada tahun lalu,” kata dia.


Sektor Saham

Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Berdasarkan catatan BEI, berikut klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline saham merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017:

-4 perusahaan aset skala kecil (aset di bawah Rp 50 miliar)

-7 perusahaan aset skala menengah (aset antara Rp 50 miliar-Rp 250 miliar)

-18 perusahaan aset skala besar (aset di atas Rp 250 miliar)

Rincian sektornya antara lain:

-1 perusahaan dari sektor basic materials

-4 perusahaan dari sektor consumer siklikal

-3 perusahaan dari sektor consumer non siklikal

-2 perusahaan dari sektor energi

-2 perusahaan dari sektor keuangan

-4 perusahaan dari sektor perawatan kesehatan

-2 perusahaan dari sektor industri

-1 perusahaan dari sektor infrastruktur

-1 perusahaan dari sektor properti dan real estate

-5 perusahaan dari sektor teknologi

-4 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya