Liputan6.com, Jakarta - Credit Suisse, sebuah perusahaan bank investasi dan jasa keuangan global yang didirikan dan berkantor pusat di Swiss. Cikal bakal didirikannya Credit Suisse, semuanya dimulai dengan kereta api Swiss pada 1856, saat negara tersebut perlu membiayai perluasan jaringan kereta apinya.
Mengutip laman resminya, Kamis (6/10/2022), sejak itu Credit Suisse telah berubah menjadi bank terintegrasi yang beroperasi di lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Credit Suisse terbentuk pada 5 Juli 1856, ketika politisi terkemuka, pemimpin bisnis, dan pelopor Alfred Escher mendirikan Schweizerische Kreditanstalt.
Advertisement
Tujuan awal dari bank baru yang dikenal sebagai SKA adalah untuk membiayai perluasan jaringan kereta api serta industrialisasi Swiss lebih lanjut.
Lalu, 14 tahun kemudian, kantor perwakilan asing pertama bank dibuka di New York. Pada 1905, cabang pertama bank di luar Zurich dibuka di Basel setelah akuisisi Oberrheinische Bank.
Sementara itu, yang dimulai sebagai bank investasi Swiss berubah menjadi kisah sukses selama satu setengah abad berikutnya, dengan Credit Suisse secara bertahap berkembang menjadi penyedia layanan keuangan global terkemuka.
Perkembangan ini telah dicapai melalui pertumbuhan organik yang kuat, dilengkapi dengan serangkaian merger dan akuisisi yang signifikan seperti bank investasi AS CS First Boston pada 1990, bank swasta Swiss Bank Leu pada1990, bank terbesar keempat di Swis Volksbank pada 1993, manajer hedging dari Brasil Griffo pada 2007, dan Wealth Management Businesses Morgan Stanley di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika pada 2013.
Sementara itu, pada 2006, bank mulai beroperasi sebagai bank universal terintegrasi yang aktif secara global yang menyediakan solusi komprehensif untuk klien nya di perbankan swasta, perbankan investasi, dan manajemen aset.
Dipantau Bank Sentral Swiss
Sebelumnya, Swiss National Bank (SNB) atau Bank Sentral Swiss mengatakan pihaknya tengah memantau situasi di Credit Suisse, yang dikabarkan tengah dilanda permasalahan modal dan likuiditas yang membuat cemas banyak investor. Hal itu diungkapkan oleh anggota Dewan Pengurus SNB, Andrea Maechler.
Saham bank terbesar kedua di Swiss itu merosot 11,5 persen dan obligasinya menurun ke rekor terendah pada Senin, 3 Oktober 2022 , sebelum memulihkan sebagian kerugian, di tengah kekhawatiran tentang kemampuannya untuk merestrukturisasi bisnis.
"Kami sedang memantau situasinya," kata Maechler di sela-sela sebuah acara di Zurich, dikutip dari US News, Kamis (6/10/2022).
"Mereka sedang mengerjakan strategi yang akan dirilis pada akhir Oktober," jelasnya.
Sebelumnya, SNB sempat menolak berkomentar tentang Credit Suisse, yang mengatakan memiliki basis modal dan likuiditas yang kuat.
Bank itu akan mengumumkan rincian rencana restrukturisasi bersama dengan hasil kuartal ketiganya pada 27 Oktober mendatang.
Pada Juli 2022, Credit Suisse mengumumkan tinjauan strategi keduanya dalam setahun dan mengganti kepala eksekutifnya, membawa ahli restrukturisasi Ulrich Koerner untuk memangkas lengan perbankan investasinya dan memotong biaya lebih dari USD 1 miliar.
Perbankan ternama asal Swiss, Credit Suisse dikabarkan mengalami permasalahan modal dan likuiditas dan membuat cemas banyak investor.
Advertisement
Saham Credit Suisse Tertekan
Sebelumnya, saham Credit Suisse anjlok pada perdagangan Senin, 3 Oktober 2022 seiring meningkatnya kekhawatiran atas kesehatan keuangan bank Swiss.
Saham Credit Suisse turun lebih dari 10 persen setelah bos bank gagal meyakinkan investor. Namun, saham kembali bangkit. Saham Credit Suisse turun lebih dari 8 persen ke posisi USD 3,68 per saham. Pada 2022, saham Credit Suisse turun hampir 60 persen.
Pekan lalu, Chief Executive Ulrich Koerner bersikeras dalam sebuah memo kepada staf kalau posisi keuangan Credit Suisse solid. Hal itu datang menjelang rencana restrukturisasi ketika bank melaporkan hasil pada Oktober 2022.
Seorang sumber mengkonfirmasi laporan di Financial Times mengenai eksekutif di bank Swiss menghabiskan sebagian besar akhir pekan berusaha menenangkan pemangku kepentingan utama tentang kekuatan keuangannya. Seorang juru bicara Credit Suisse menolak berkomentar.
Pada memo pekan lalu kepada staf, Koerner percaya kalau tidak membingungkan mengenai kinerja saham sehari-hari dengan basis modal yang kuat dan posisi likuiditas bank. Ia mengatakan, ada banyak pernyataan faktual tidak akurat yang dibuat di media, tetapi mendesak staf tetap berkomitmen menjelang rencana transformasi yang diumumkan pada 27 Oktober 2022.
“Kami sedang proses membentuk kembali Credit Suisse untuk masa depan jangka panjang berkelanjutan, dengan potensi yang signifikan untuk menciptakan valuasi,” ujar dia, dikutip dari BBC, Selasa, (4/10/2022).
"Saya yakin kami memiliki apa yang diperlukan untuk berhasil,” ia menambahkan.
Saham Credit Suisse telah tergelincir selama setahun terakhir di tengah ketakutan atas posisi keuangan bank. Pada Juli 2022, bank mengumumkan tinjauan strategi dan mengganti Chief Executive Thomas Gottstein dengan Ulrich Koerner.
Hadapi Sejumlah Skandal
Adapun Credit Suisse memiliki kantor pusat di London dan mempekerjakan 5.500 karyawan di Inggris. Menurut Reuters, Bank of England sedang memantau situasi bersama dengan regulator Swiss FINMA. Bank of England menolak berkomentar.
Chief Executive Credit Suisse menegaskan kalau bank tetap kokoh dan stabil seperti Matterhorn. Namun, masalahnya adalah dari luar tidak terlihat seperti itu, dan persepsi itu penting, demikian mengutip BBC.
Bank telah hadapi sejumlah skandal. Kehilangan miliaran dolar AS karena runtuhnya Archegos Capital Management, tertekan imbas pinjaman ke perusahaan keuangan Greensill Capital yang bangkrut, dan didenda ratusan juta karena keterlibatannya dalam skandal pinjaman di Mozambik.
Ulrich Koerner akan menerapkan perombakan besar-besaran pada unit perbankan investasi. Ia akan ungkap rencananya akhir bulan ini. Namun, pergerakan pasar menunjukkan beberapa investor percaya bank kehabisan uang tunai.
Koerner klaim semuanya baik-baik saja, dan telah menulis surat kepada staf Credit Suisse untuk meyakinkan tentang fakta itu. Masalahnya memo itu sendiri telah memicu spekulasi lebih lanjut tentang kesehatan bisnis.
Advertisement