Pemerintah Revisi Target Penurunan Emisi Karbon Jadi 31 Persen di 2030

Pemerintah merevisi besaran target penurunan emisi karbon menjadi 31,89 persen pada 2030 mendatang

oleh Arief Rahman H diperbarui 07 Okt 2022, 11:30 WIB
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah merevisi besaran target penurunan emisi karbon menjadi 31,89 persen pada 2030 mendatang. Angka ini, berarti meningkat sekitar 2 persen dari target sebelumnya 29 persen.

Target penurunan emisi ini tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyebut kalau ini jadi bukti target yang ambisius.

Dadan menyebut, langkah perubahan angka target ini sejalan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Dimana, pemerintah mendorong transisi ke energi bersih kedepannya.

"Kita juga terus comply apa yang jd komitmen indonesia dalam NDC. Apalagi kita, NDC edisi lebuh ambisius, naik 2 persen dari 29 ke 31 persen. Itu yang jadi salah satu kemajuan utama dalam proses penyusunan rancangan perpres ini," kata dia dalam Sosialisasi Perpres 112 Tahun 2022, Jumat (7/10/2022).

Secara bertahap, pemerintah memang menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 23 persen di 2025 mendatang, kemudian 31,89 persen di 2030, serta target nol emisi karbon (NZE/Net Zero Emission) di 2060.

Dadan mengatakan, sejalan dengan itu, Perpres 112/2022 bakal menjadi landasan aturan dalam transisi energi. Termasuk penetapan harga jual listrik EBT, hingga iklim investasi guna membangun EBT.

"Kita punya kebijakan harga yang jelas yang diatur langsung presiden. Yang selama ini ada di Menteri ESDM. Kita harap investasi hijau dari pembangkit dan ikutannya, industri pendukung EBT akan tumbuh, dan di sisi green industri akan tumbuh," ujarnya.

 


Jenis Investasi

Kondisi hutan bakau di pesisir kawasan Marunda, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Tutupan hutan tersebut berakibat bertambahnya emisi karbon dioksida hingga 4,69 kilo ton. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Lebih lanjut, dia menyebut setidaknya akan ada 3 jenis investasi yang akan berkembang. Mulai dari investasi pengembangan pembangkit, industri pendukung, dan investasi pada sektor industri hijau.

Di sisi investasi pembangkit EBT, setidaknya akan berjalan minimal 8-9 tahun kedepan. Kemudian, ini akan berimbas pada industri pendukungnya dan disebut akan berkontribusi lebih baik terhadap tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

"Kita harap dengan semakin lengkap regulasi ad aindustri pendukung dan tingkatkan TKDN dengan tetap menjaga daya saing. Ini salah satu tujuan dari perpres," ungkapnya.

"Ketiga dengan semakin tersedia listrik hijau, akan mendorong investasi green industri yang sekarang akan atau harus memanfaatkan energi-energi yang baru dan terbarukan atau energi bersih," terang dia.

 


Jurus Pemerintah Tekan Emisi Karbon

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan pemerintah masih terus berupaya untuk mengantisipasi perubahan kebijakan energi global

Menurutnya, pemerintah masih mengupayakan transisi ke arah energi bersih, rendah emisi, dan ramah lingkungan untuk dapat mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, sesuai komitmen Indonesia pada COP 26.

Kementerian ESDM telah pun menyusun langkah mencapai Net Zero Emission pada 2060 melalui sejumlah strategi antara lain: Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) secara masif, termasuk hidrogen dan nuklir.

KemudianRetirement PLTU secara bertahap; Penggunaan teknologi bersih melalui Carbon Capture and Storage (CCS), Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS), serta pemanfaatan kendaraan listrik dan kompor induksi; Pengembangan jaringan gas rumah tangga; Pemanfaatan biofuel; Penerapan manajemen energi dan standar kinerja energi yang minimum.

"Dalam periode transisi energi itu, energi fosil, migas, dan batu bara masih memiliki peran penting untuk dikembangkan sebelum energi yang lebih bersih tersedia," katanya pada acara "Penganugerahan Penghargaan Subroto," yang merupakan rangkaian Peringatan Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke-77 dikutip dari Antara, Rabu (5/10/2022).

 


Kontribusi

Teknisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) tengah melakukan quality control di pabrik PT Sanghiang Perkasa (KALBE Nutritionals) Cikampek, Jawa Barat, Jumat (8/7/2022). PLTS dengan kapasitas produksi 2,1 GWh ini mampu mengurangi emisi karbon sebesar 2.104,66 ton per tahun.

Arifin menambahkan, melalui penganugerahan Penghargaan Subroto 2022 yang merupakan penghargaan tertinggi sektor ESDM, diharapkan dapat memberikan kontribusi pada upaya pemerintah mencapai Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat.

"Saya sangat mengapresiasi inovasi dan usaha yang telah dikembangkan dalam memajukan sektor ESDM. Prestasi dan sumbangsih Bapak/Ibu memiliki makna besar dalam kemajuan bangsa," katanya.

Arifin Tasrif dalam sambutannya juga mengapresiasi usaha dan inovasi yang telah dikembangkan oleh penerima penghargaan, dalam memajukan sektor ESDM, baik di bidang Migas, Ketenagalistrikan, Mineral dan Batubara, EBTKE, Geologi maupun pengembangan Sumber Daya Manusia, serta peran Wartawan Energi.

"Saya mengucapkan selamat kepada para penerima Penghargaan Subroto 2022. Prestasi dan sumbangsih tanpa pamrih bapak - Ibu sekalian memiliki makna besar bagi kemajuan bangsa. Semoga dengan dilaksanakannya Penghargaan Subroto 2022, seluruh stakeholder sektor ESDM tetap memantapkan niat, kontribusi, dan kerja keras bersama untuk mewujudkan sektor ESDM yang dapat memberikan manfaat optimal bagi semua pihak," ujar Menteri ESDM.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya