Liputan6.com, London - Luftwaffe Jerman meluncurkan serangan udara malam hari pada 9 Oktober 1940 yang hebat di London, ibu kota Inggris, dalam sebuah kampanye militer Nazi untuk menaklukkan Britania pada Perang Dunia II.
Kubah Katedral St. Paul hancur akibat bom Nazi, meninggalkan reruntuhan altar yang tinggi.
Advertisement
Itu adalah salah satu dari beberapa kejadian di mana katedral abad ke-17 mengalami kerusakan yang signifikan selama serangan bom Jerman yang hampir tak ada hentinya di London pada musim gugur 1940.
Menurut tradisi, sebuah kuil Romawi untuk dewi Diana pernah berdiri di Bukit Ludgate di lokasi Katedral St. Paul.
Mengutip History, Jumat (7/10/2022), pada 604 M, Raja Aethelberht I mendedikasikan katedral Kristen pertama di sana untuk St. Paul.
Katedral itu terbakar dan penggantinya dihancurkan oleh Viking pada tahun 962.
Katedral ketiga dimusnahkan oleh api pada 1087 dan digantikan oleh struktur Norman yang megah yang selesai dibangun pada abad ke-13.
Pada abad ke-16, katedral keempat mengalami kerusakan dan hancur akibat kebakaran, dan kerusakan lebih lanjut terjadi selama perang saudara Inggris pada abad ke-17.
Pada tahun 1660-an, arsitek Inggris, Sir Christopher Wren diminta untuk memperbaiki katedral, tetapi Kebakaran Besar London terjadi, menghancurkan Katedral St. Paul pada 1666.
Katedral St. Paul yang baru, dengan lusinan menara gereja baru yang lebih kecil di sekelilingnya seperti satelit.
Katedral ini adalah mahakarya Wren, menampilkan desain bergaya barok dan kubah yang menonjol serta megah.
Wren sendiri yang meletakkan blok pondasi pada 1675 dan pada 1710 meletakkan batu terakhir di atasnya.
Pemakaman Sang Arsitek
Ketika sang arsitek meninggal pada 1723, ia dimakamkan dengan upacara besar di St. Paul.
Sebuah prasasti di dekat makamnya berbunyi, Lector, si monumentum requiris, circumspice dalam bahasa latin berarti "Pembaca, jika Anda mencari monumen, lihatlah sekeliling Anda."
Banyak warga Inggris terkenal lainnya kemudian bergabung dengannya di makam St Paul, termasuk pahlawan militer, Lord Nelson dan Duke of Wellington.
Katedral St. Paul menjadi inspirasi bagi rakyat Inggris selama Perang Dunia II.
Dalam Pertempuran Inggris, Luftwaffe berusaha mengebom Inggris hingga takluk dengan menggempur London dan kota-kota besar lainnya, tetapi Katedral St. Paul secara ajaib lolos dari kerusakan bom yang besar, bahkan ketika bangunan bersejarah di dekatnya hancur menjadi puing-puing.
Advertisement
Simbol Semangat Inggris
Potret St. Paul yang terbingkai oleh asap dan api menjadi simbol semangat Inggris yang tak tergoyahkan.
Paul's Fire Watch, yang melindungi bangunan dari kebakaran, dan pada satu titik, sebuah bom yang tidak meledak disingkirkan dengan risiko besar dari atap katedral.
Terlepas dari kerusakan yang disebabkan pada malam 9 Oktober 1940, katedral ini selamat dari Blitz dengan sebagian besar masih utuh.
Pada 1944, lonceng St. Paul berbunyi untuk merayakan pembebasan Paris, dan pada 1945, kebaktian yang menandai berakhirnya perang di Eropa dihadiri oleh 35.000 orang.
7 September 1940: Awal Perang The Blitz oleh Nazi, Saat Jerman Bom Inggris
Sebelumnya pada 7 September 1940 terjadi aksi pengeboman intens yang dilakukan oleh Nazi Jerman terhadap Inggris selama Perang Dunia II. Selama delapan bulan Luftwaffe menjatuhkan bom di London dan kota-kota strategis lainnya di seluruh Inggris.
Serangan tersebut disetujui oleh kanselir Jerman, Adolf Hitler, setelah Inggris melakukan serangan di malam hari di Berlin. Serangan itu kemudian disebut The Blitz dari kata blitzkrieg ("perang kilat").
Dikutip dari Britannica, dengan menyerahnya Prancis pada bulan Juni 1940, satu-satunya musuh Jerman yang tersisa hanya yang terletak di seberang Selat Inggris. Hitler menginginkan Inggris yang tunduk dan netral sehingga ia dapat berkonsentrasi pada rencananya untuk Timur, yaitu invasi darat ke Uni Soviet, tanpa gangguan.
Sejak Juni, kapal-kapal Inggris di Selat telah mulai diserang dan pertempuran udara telah terjadi di atas Inggris, ketika Jerman berusaha melemahkan Angkatan Udara Kerajaan untuk mengantisipasi invasi darat.
Pada 16 Juli 1940, Hitler mengeluarkan instruksi yang isinya memerintahkan persiapan dan, jika perlu, pelaksanaan Operasi Singa Laut, invasi amfibi ke Inggris Raya. Karena Angkatan Laut Kerajaan Inggris yang kuat dalam mengendalikan serangan di Selat dan Laut Utara, maka Luftwaffe harus mendominasi langit di atas zona pertempuran.
Pada tanggal 2 Agustus, komandan Luftwaffe Hermann Göring mengeluarkan arahan "Eagle Day", dan menyusun rencana serangan di mana beberapa serangan besar-besaran dari udara dilancarkan untuk menghancurkan kekuatan udara Inggris dan dengan demikian membuka jalan bagi invasi.
Tetapi Jerman gagal melumpuhkan kekuatan udara Inggris, terutama dalam Pertempuran Inggris, Hitler akhirnya mengubah strategi. Invasi darat sekarang dikesampingkan karena tidak realistis.
Advertisement