Malaysia Tetapkan Penguntitan sebagai Tindak Kejahatan

Amandemen yang menjadikan stalking atau menguntit sebagai tindakan kejahatan di Malaysia telah disahkan di Dewan Rakyat Negeri Jiran.

oleh Putu Elmira diperbarui 07 Okt 2022, 16:02 WIB
Ilustrasi korban penguntit/unsplash allef

Liputan6.com, Jakarta - Amandemen yang menjadikan stalking atau menguntit sebagai tindak kejahatan di Malaysia telah disahkan di Dewan Rakyat. Amandemen Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Criminal Procedure Code atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (CPC) diajukan untuk pembacaan kedua dan ketiga pada Senin, 3 Oktober 2022, oleh Wakil Menteri di Departemen Perdana Menteri (Parlemen dan Hukum) Datuk Mas Ermieyati Samsudin.

Dikutip dari The Star, Jumat (7/10/2022), saat mengajukan RUU Perubahan KUHP, Mas Ermieyati mengatakan undang-undang itu diperlukan untuk melengkapi undang-undang anti-pelecehan seksual yang disahkan dalam rapat Dewan Rakyat terakhir. Ia mengatakan ketentuan anti-stalking adalah untuk tindak pidana, sedangkan RUU Anti-Pelecehan Seksual lebih untuk tuntutan perdata.

"Beban pembuktian kedua undang-undang itu berbeda, makanya kita perlu amandemen ini untuk mengisi kekosongan undang-undang anti-pelecehan seksual, dan (undang-undang) bisa saling melengkapi," katanya.

RUU yang diajukan Senin berusaha untuk mengubah KUHP (UU 574) untuk memperkenalkan bagian baru, 507A. Dinyatakan bahwa seseorang dianggap telah menguntit jika individu tersebut berulang kali, dengan tindakan pelecehan apa pun, bermaksud untuk menyebabkan - atau seharusnya mengetahui bahwa tindakan tersebut menyebabkan - kesusahan, ketakutan, atau kekhawatiran kepada siapa pun sehubungan dengan keselamatan mereka.

Mereka yang dinyatakan bersalah dapat dijatuhi hukuman penjara tidak lebih dari tiga tahun, denda atau keduanya. Adapun CPC, amandemen antara lain berusaha untuk memperkenalkan babak baru ke dalam UU 593 untuk memberdayakan pengadilan, pada saat aplikasi, untuk mengeluarkan perintah perlindungan terhadap seseorang yang sedang diselidiki, atau didakwa dengan, pelanggaran penguntitan di bawah Pasal 507A KUHP yang baru.


Data Statistik

Ilustrasi korban penguntitan. (dok. Pexels/Josie Stephens)

Mengutip statistik dari sebuah studi oleh sebuah perusahaan riset dan Women's Aid Organisation, Mas Ermieyati mengatakan 36 persen orang Malaysia pernah mengalami penguntitan. Korbannya bisa dari kedua jenis kelamin dan sering hidup dalam ketakutan.

Sekitar 12 persen telah diancam, sementara 17 persen lainnya menderita luka-luka. Ermieyati mengatakan personel polisi dari unit Divisi Investigasi Seksual, Perempuan dan Anak (D11) juga telah dilatih khusus tentang penguntitan.

"Dimensi menguntit akhir-akhir ini semakin menantang karena tidak hanya terbatas pada tindakan fisik, tetapi juga mencakup penguntitan virtual melalui platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan lainnya," terangnya.

Ermieyati menambahkan, "Amandemen UU 574 juga akan mencakup penguntit melalui media sosial, dengan tujuan untuk mengatasi penguntitan sepenuhnya."

Mas Ermieyati mencatat bahwa aspek penguntitan terus menerus telah diperhitungkan, dengan pencantuman kata "berulang-ulang", yang menurutnya mengacu pada setidaknya dua insiden penguntitan. Hannah Yeoh (PH-Segambut) telah mengusulkan agar kata "terus-menerus" dimasukkan setelah berulang kali.

"Saya khawatir jika RUU itu disahkan dengan ketentuan yang ada tanpa kata terus menerus, saya khawatir banyak kasus tidak bisa sampai ke pengadilan," kata Yeoh saat memperdebatkan RUU tersebut.


Langkah Seoul

Ilustrasi korban penguntit (Sumber foto: Pexels.com).

Pembunuhan yang dilakukan oleh seorang penguntit terhadap seorang karyawati di Stasiun Sindang, Seoul, Korea Selatan, pada September 2022 menghebohkan Negeri Ginseng. Kasus ini turut memusatkan atensi pada masalah perempuan yang terus menjadi sasaran dan bahkan dibunuh oleh penguntit.

Dikutip dari The Korea Times, Selasa, 27 September 2022, hal tersebut dikarenakan tindakan perlindungan yang ada oleh polisi terbukti tidak efektif dalam banyak kasus. Wali Kota Seoul Oh Se-hoon pada Senin, 26 September 2022 mengunjungi kantor 1366 Seoul Center, pusat panggilan hotline untuk perempuan yang menderita berbagai bentuk kekerasan dan penguntitan.

Oh Se-hoon mendengarkan suara karyawan di sana mengenai pelanggaran dan bagaimana korban diperlakukan. Divisi Kebijakan Kesetaraan Gender di bawah Kantor Kebijakan Perempuan dan Keluarga pemerintah kota Seoul pada Senin mengumumkan inisiatifnya untuk mencegah insiden penguntitan lebih lanjut. 

Pertama, pihak berwenang akan memperkenalkan tiga tempat penampungan baru bulan depan untuk korban penguntit di Seoul. Dua penampungan di antaranya disediakan untuk sebanyak 10 perempuan dan satu untuk empat pria. 


Penampungan Korban Penguntit

Pengunjung mengenakan masker untuk membantu mengekang penyebaran virus corona berjalan di dekat pajangan logo ibu kota Korea Selatan, Seoul, Rabu (8/12/2021). Untuk pertama kalinya, Korea Selatan (Korsel) melaporkan lebih dari 7.000 kasus Corona dalam 24 jam terakhir. (AP Photo/Lee Jin-man)

Penampungan ini tidak hanya memberikan perlindungan dan terapi psikologis kepada para korban, tetapi juga memungkinkan mereka untuk mempertahankan kehidupan sehari-hari mereka.

Saat ini, fasilitas yang dirancang untuk melindungi korban penguntit membatasi mereka untuk melanjutkan rutinitas sehari-hari. Hal tersebut dilakukan guna meminimalkan risiko mengungkap keberadaan mereka kepada penguntit. Mulai 2023, Seoul juga akan meluncurkan layanan satu atap untuk para korban, memberikan terapi psikologis, dukungan hukum, perawatan medis, dan perlindungan. Kini, para korban harus mengajukan permohonan untuk setiap layanan secara terpisah.

Layanan satu atap akan disediakan mulai 2024 oleh pusat dukungan komprehensif independen baru di kota yang didedikasikan untuk para korban penguntit. Mulai tahun ini, pemerintah kota dan Badan Kepolisian Metropolitan Seoul juga berencana untuk menyediakan tiga peralatan keamanan rumah, yakni bel pintu pintar, kamera keamanan rumah, dan sensor pembuka pintu kepada 500 korban penguntit yang saat ini berada di bawah pengawasan polisi.

Untuk meningkatkan kesadaran publik tentang kejahatan penguntit, pemerintah kota berencana untuk menerbitkan buku panduan. Buku ini berisi penjelasan tentang tindakan yang harus diambil untuk menghindari penguntit, memperluas program pendidikan, dan memperkenalkan ruang obrolan online untuk konsultasi dan berbagi informasi bagi korban penguntit.

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya