Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membidik 3 jenis investasi yang bakal berkembang pasca terbitnya beleid soal Energi Baru Terbarukan (EBT). Aturan ini menjadi kerangka penting untuk berkembangnya tiga jenis investasi tersebut.
Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Isi dari aturan ini adalah soal transisi energi dari energi fosil ke EBT, termasuk target pengurangan emisi.
Advertisement
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkap, terdapat 3 jenis investasi sektor energi yang bisa berkembang dengan adanya Perpres No112/2022.
Investasi tersebut mulai dari pembangkit listrik, berlanjut ke industri pendukung pembangkit listrik, da kemudian industri hijau pasca adanya akses EBT.
"Minimal ada 3 jenis investasi yang kita bidik akan tumbuh, untuk pembangkit EBT dalam jangka pendek misalnya 8-9 tahun ke depan, kita melihat adalah angka-angka di dalam RUPTL PLN termasuk juga RUPTL yang non-PLN, ini juga suatu potensi besar untuk hal tersebut," ujarnya dalam Sosialisasi Perpres 112 Tahun 2022, Jumat (7/10/2022).
Setelah itu, Dadan percaya akan ada efek lanjutannya dari industri pendukung. Dengan adanya dukungan industri sektor ini akan memberikan kontribusi lebih lagi kepada negara.
"Kemudian investasi untuk industri pendukung, kita berharap dengan semakin lengkapnya regulasi untuk EBT, ada industri-industri pendukung yang masuk ke kita melakukan investasi yang pada ujungnya meningkatkan TKDN, dengan tetap menjaga daya saing menjaga competitiveness-nya. Ini juga salah satu tujuan dari Perpres tersebut," bebernya.
Kemudian, jenis investasi lainnya juga bisa punya potensi berkembang. Yakni industri hijau yang menggunakan sumber energi bersih atau EBT.
"Kemudian yang ketiga, dengan semakin tersedianya listrik yang makin hijau, akan mendorong juga nanti investasi untuk green industry. Untuk industri-industri yang memang sekarang akan atau harus memanfaatkan energi-energi yang sifatnya adalah energi baru terbarukan, energi yang bersih," terang dia.
Target Penurunan Emisi
Lebih lanjut, dia mengisahkan tahapan target penurunan emisi karbon sejalan dengan bauran EBT. Dimulai dengan 23 persen di 2025, berlanjut 31 persen di 2030, hingga mencapai nol emisi karbon di 2060 atau lebih cepat.
"Tentunya salah satu backbone adalah pengembangan energi terbarukan. Bauran ini diharapkan dari waktu ke waktu akan semakin meningkat dan peningkatannya ini akan semakin cepat," kata dia.
"Kita masih punya waktu untuk mencapai 23 persen di 2025, masih ada waktu 3 tahun. Untuk hal ini, Banyak sebetulnya yang bisa segera kita lakukan secara bersama-sama. Bersama-sama antara pemerintah dan PLN dan juga dengan stakeholder yang annti akan menjadi pengembangan secara khusus untuk EBT ini. Jadi investasi dari bauran EBT kemudian peningkatan dari penurunan emisi Gas Rumah Kaca, itu merupakan tujuan dari terbitnya dari perpres ini," pungkasnya.
Advertisement
Pembiayaan Transisi Energi
Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, terus mendorong segala jenis pembiayaan untuk menjemput program transisi energi yang dicanangkan Pemerintah RI.
"Pembiayaan multilateral harus jadi pendorong untuk pembiayaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Tapi itu tidak membatasi sumber pembiayaan lain untuk mengakomodasi percepatan program transisi energi," ujar Luhut dalam F20 Climate Solutions Forum 2022, Rabu (7/9/2022).
Menurut dia, sektor pembiayaan memainkan peran signifikan dalam kerangka program transisi energi. Luhut pun mengajak sektor privat untuk ikut berinvestasi di bidang infrastruktur rendah karbon.
Luhut berharap, keberminatan pasar di sektor energi baru terbarukan mampu mengakselerasi penggunaan new renewable energy di Tanah Air.
Kembangkan Industri EBT
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun mempersilakan pelaku usaha untuk mengembangkan kawasan industri berbasis EBT, dan pembangunan ekonomi berbasis EBT pada area industri di kawasan ekonomi khusus.
"Juga untuk mendukung kawasan ekonomi lokal di wilayah 3T, yaitu tertinggal, terdepan dan terluar," kata Luhut.
Berdasarkan hasil pemetaan, potensi energi baru terbarukan di Indonesia mencapai 417 GW. Namun, tingkat utilisasinya saat ini masih sangat rendah dibanding total potensi new renewable energy di Tanah Air.
"Indonesia butuh support untuk mengakselerasi implementasi energi bersih. Ini dapat jadi kesempatan bagi investasi hijau membantu Indonesia untuk menjangkau target Indonesia net zero emission di 2060 atau lebih cepat," tuturnya.
Advertisement