Liputan6.com, Banyumas - Beberapa waktu terakhir, pasangan selebritis Lesti kejora dan Rizky Billar menjadi perhatian publik usai pelaporan dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilaporkan pihak istri.
Publik terhenyak kaget. Pasalnya, pasangan ini semula dilihat harmonis dan ideal.
Belakangan, melalui laporan Lesti Kejora tersebut, terungkap sejumlah dugaan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya, Rizky Billar. Kini, masalah ini bergulir di ranah hukum.
Baca Juga
Advertisement
Dalam Islam, kekerasan jelas dilarang, termasuk KDRT. Hal ini bermula dari pandangan bahwa wanita salehah adalah yang bisa menyembunyikan aib suaminya. Demikian pula sebaliknya.
Lantas, ada sebagian yang menafsirkan hadis berikut ini, melalui kacamata tersebut:
إِنِّي لَأُبْغِضُ الْمَرْأَةَ تَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهَا تَجُرُّ ذَيْلَهَا تَشْكُو زَوْجَهَا
Artinya, “Sungguh aku tidak menyukai perempuan yang keluar rumahnya dengan menyeret ujung pakaiannya dan mengadukan (aib) suaminya (kepada orang lain),” (HR At-Thabrani dengan sanad daif).
Melalui hadis ini, aib digeneralisir atau diartikan sangat luas. Itu termasuk kekerasan yang dilakukan oleh suami kepada istri dan atau sebaliknya.
Pertama, sanad hadis tersebut daif oleh sebagian besar ulama. Kedua, apakah menyembunyikan aib itu bersifat menyeluruh, termasuk kekerasan atau KDRT?
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan dan Kesimpulan: Istri Berhak Laporkan KDRT
Mengutip laman NU, memang, jika merujuk penjelasan Al-Hafizh Al-Munawi dalam Kitab Faidhul Qadîr, bila istri nekat melakukannya maka hukumnya makruh. Namun apakah anjuran menyimpan aib suami ini berlaku secara mutlak? Bagaimana pula bila suami melakukan tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)? Apakah juga harus disimpan rapat-rapat?
Secara substansial Al-Hafidz Al-Munawi menjelaskan, memang hukum asal mengadukan aib suami terhadap orang lain adalah makruh. Namun perlu diingat, dalam Islam terdapat prinsip umum yang menyatakan “lâ thâ’ata li makhlûqin fi ma’shiyatil khâliq”, atau tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam maksiat terhadap Allah, sehingga bila suami melakukan hal-hal yang melanggar syariat dan tidak akan berhenti kecuali dengan diadukan kepada orang lain, istri boleh-boleh saja mengadukan tindakan. (Abdurrauf al-Munawi, Faidhul Qadîr, [Beirut, Dârul Kutub Ilmiyyah: 1415/1994], juz III, halaman 27).
Dari sini menjadi jelas bahwa bila suami aib suami itu adalah KDRT terhadap istri, seperti menyerangnya secara fisik, menampar dan memukul; mengintimidasi secara psikis dengan kata-kata atau perbuatan yang melecehkan istri, dan semisalnya, maka istri boleh mengadukannya kepada orang lain agar suami jera.
Sebab KDRT suami terhadap istri termasuk perbuatan maksiat. Dalam konteks hukum positif, istri yang menjadi korban KDRT memunyai hak perlindungan untuk melaporkan KDRT suami kepada kepolisian, sebagaimana UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 26 menyatakan:
(1) Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
(2) Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
Kesimpulannya, KDRT suami bukan termasuk aib yang harus disimpan rapat-rapat oleh istri. Istri yang mengadukan KDRT suami kepada orang lain agar jera, juga tidak masuk dalam kategori istri yang tidak disukai Nabi saw dalam hadits di atas. Atau bisa dikatakan, tindakan istri mengadukan KDRT suami tidak mengeluarkannya dari kategori istri salehah. Wallâhu a’lam.
Tim Rembulan
Advertisement