Sejarah Nama Kecamatan Dayeuhkolot di Bandung, Wilayah yang Lekat dengan Banjir

Dulu nama Dayeuhkolot adalah Karapyak, yang artinya rakit penyeberangan yang dibuat dari batang-batang bambu.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 08 Okt 2022, 00:40 WIB
Situasi banjir di Jalan Raya Dayeuhkolot-Banjaran depan Jembatan, Rabu (3/11/2021). Akibat banjir, pengendara bermotor tidak bisa melintas. (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Kabupaten Bandung merupakan daerah yang rawan terhadap bencana banjir. Salah satu daerah tersebut adalah Kecamatan Dayeuhkolot.

Mengutip ppid.bandungkab.go.id, dulu nama Dayeuhkolot adalah Karapyak, yang artinya rakit penyeberangan yang dibuat dari batang-batang bambu. Sampai 1810, Karapyak adalah tempat kedudukan para Bupati Bandung.

Bupati Bandung saat itu adalah RA Wiranatakusumah II yang menjabat sejak 1794-1829.

Kemudian, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels memerintahkan pemindahan Pendopo Kabupaten dari Karapyak ke tepi Sungai Cikapundung (dekat dengan Alun-alun saat ini). Alasannya, daerah tersebut berprospek lebih baik untuk dikembangkan.

Setelah pusat pemerintahan dipindahkan, maka segala hal yang berhubungan dengan pemerintahan dan perekonomian beralih ke daerah baru. Orang-orang lalu menyebut Karapyak sebagai kota tua atau kota lama.

Oleh karena itu, daerah Karapyak sekarang ini disebut sebagai Dayeuhkolot, dalam bahasa Sunda dayeuh berarti kota, dan kolot berarti tua.

Batas wilayah Kecamatan Dayeuhkolot bagian utara yaitu Kota Bandung lebih tepatnya Kecamatan Bandung Kidul dan Bojongloa Kidul. Di selatan, berbatasan dengan Kecamatan Baleendah. Di barat berbatasan dengan Kecamatan Margahayu dan di timur berbatasan dengan Kecamatan Bojongsoang.


Tipografi Dayeuhkolot

Banjir menerjang kawasan Andir dekat jembatan penghubung Baleendah-Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jumat (20/3/2020). (Instagram Polsek Dayeuhkolot)

Dayeuhkolot merupakan daerah rawan banjir di Bandung selatan. Bersama dengan Baleendah, kecamatan ini menjadi daerah siaga bila musim penghujan tiba.

Kajian karakter DASCitarum (2011) mendapatkan bahwa 94% atau sekitar 879,8 ha wilayah Dayeuhkolot berpotensi terkena banjir setiap tahun. Adapun wilayah ini termasuk DAS Citarum bagian hulu.

Karena letak geografis Dayeuhkolot dan Baleendah yang berdekatan (bahkan berbatasan) dengan Kota Bandung, maka dapat dipastikan jalur transportasi dari dan ke Kota Bandung yang padat pun terputus selama banjir dan melumpuhkan kegiatan ekonomi masyarakat. Hal inilah yang menjadi masalah bersama Pemerintah Kabupaten dan Kota Bandung.


Kehadiran Terowongan dan Kolam Retensi

Pekerja menyelesaikan pengerjaan proyek Tunnel 1 Halim Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 5+500, Jakarta, Kamis (27/1/2022). Tunnel 1 merupakan terowongan dua lintasan kereta cepat yang menembus bagian bawah Jalan Tol Jakarta-Cikampek. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat meninjau sodetan atau jalan banjir Cisangkuy di Kabupaten Bandung, Senin (22/11/2021). (Foto: Biro Adpim Jabar)

Amanat Presiden Joko Widodo melalui Perpres No. 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum diimplementasikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan terus menambah kapasitas infrastruktur pengendalian banjir di Bandung.

Setelah Terowongan Nanjung, Sodetan (Floodway) Cisangkuy, dan Kolam Retensi Cieunteung, saat ini juga telah dibangun Kolam Retensi Andir dan empat polder di Kabupaten Bandung sebagai tambahan tampungan pengendali banjir untuk mengurangi risiko banjir di kawasan Bandung selatan.

Kolam Retensi Andir dirancang dan dibangun oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum Ditjen Sumber Daya Air untuk mampu menampung genangan banjir sebanyak kurang lebih 160 ribu meter kubik. Banjir yang biasa menggenangi wilayah Dayeuhkolot dan Baleendah nantinya bisa ditampung oleh kolam retensi, dan dipompa ke sungai setelah normal.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya