Kisah Salahudin Al Ayubi Persatukan Umat Islam Melalui Maulid Nabi Jelang Perang Salib

Kisah Maulid Nabi dijadikans sebagai momentun untuk mempersatukan umat Islam itu terjadi pada masa pemerintahan Sultan Salahudin Al Ayubi, raja sekaligus panglima perang Dinasti Mamluk, Mesir, yang kala itu menghadapi perang salib

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Okt 2022, 08:30 WIB
Ilustrasi - Perang Salib I tahun 1099 (Emile Signol / Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Banyumas - Peringatan Maulid Nabi digelar pada bulan Rabiul Awal. Umat Islam di seluruh dunia merayakan Maulid Nabi, dengan cara sederhana hingga meriah.

Banyak kegiatan bermanfaat untuk mengiringi perayaan seremonial Maulid Nabi. Misalnya santunan anak yatim, kunjungan ke panti asuhan, maupun acara amal lainnya.

Dalam perjalanannya, Maulid Nabi bukan hanya sekadar seremonial. Ada satu catatan penting bagaimana peringatan hari kelahiran Nabi itu menjadi cara efektif untuk menyatukan umat Islam menjadi satu komando.

Kisah itu terjadi pada masa pemerintahan Sultan Salahudin Al Ayubi, panglima perang Dinasti Mamluk, yang lantas mendirikan Dinasti Ayuubiyah, Mesir, yang kala itu menghadapi perang salib. Kala itu, umat Islam terpecah karena perbedaan kenagaraan, suku dan aliran berbeda.

Salahudin menggelar perayaan Maulid Nabi secara besar-besaran dengan tujuan membangkitkan semangat umat Islam yang telah padam untuk kembali berjihad dalam membela Islam pada masa Perang Salib. Terbukti kemudian, pasukan Islam di bawah Salahudin berhasil merebut Yerusalem.

Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,

صَلَاحِ الدِّينِ الَّذِي فَتَحَ مِصْرَ ؛ فَأَزَالَ عَنْهَا دَعْوَةَ العبيديين مِنْ الْقَرَامِطَةِ الْبَاطِنِيَّةِ وَأَظْهَرَ فِيهَا شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ

Artinya: Sholahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Dia menghapus dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran Qoromithoh Bathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syari’at Islam di kala itu.

Dalam perkataan lainnya, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,

فَتَحَهَا مُلُوكُ السُّنَّة مِثْلُ صَلَاحِ الدِّينِ وَظَهَرَتْ فِيهَا كَلِمَةُ السُّنَّةِ الْمُخَالِفَةُ لِلرَّافِضَةِ ثُمَّ صَارَ الْعِلْمُ وَالسُّنَّةُ يَكْثُرُ بِهَا وَيَظْهَرُ

Artinya: Negeri Mesir kemudian ditaklukkan oleh raja yang berpegang teguh dengan Sunnah yaitu Shalahuddin. Dia yang menampakkan ajaran Nabi yang shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran Rafidhah (Syi’ah).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Yang Pertama Menggelar Maulid Nabi

Salahudin Al Ayubi (Wikipedia-domain publik)

Namun begitu, Salahudin Al Ayubi bukanlah raja yang pertama kali menggelar perayaan Maulid Nabi. Dari berbagai sumber, Maulid Nabi diprakarsai oleh Dinasti Fatimiyyun sebagaimana dinyatakan oleh banyak ahli sejarah.

Mengutip laman NU, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa orang yang pertama kali merayakan maulid Nabi adalah Khalifah Fathimiyah yang bernama Al-Mu’izz li Dinillah ketika baru datang dari Tunis, putra dari Abdullah al-Mahdi dari Dinasti Mahdawiyah yang juga dari Tunis.

“Jadi, yang pertama mengadakan maulid adalah Kalifah Fathimiyah pada 363 H, bukan Syamsud Daulah atas perintah Nidzamul Mulk. Kalau itu (Syamsud Daulah) yang (peratma kali) dari ahlusunnah,” katanya, dikutip dari NU Online.

Kiai Said menjelaskan, saat itu Khalifah Fatimiyah memasuki Mesir dan mengalahkan Dinasti Ibnu Thalun pada 361 H. Perintah pertama yang diinstruksikan Al-Mu’izz li Dinillah setelah itu adalah mendirikan masjid Jami’ Al-Azhar.

“Setelah mengalahkan Dinasti Ibnu Thalun, Al-Mu’izz li Dinillah mendirikan kota yang diberi nama Al-Qahirah, artinya yang menang. Lalu mengadakan Haflatul Maulid besar-besaran pada 363 H,” kata Pengasuh Pesantren Luhur Al Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.

Keterangan itu juga diperkuat oleh catatan Al Maqriziy, seorang pakar sejarah yang mengatakan para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah az-Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab.

Kemudian, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan Idul Fitri, perayaan Idul Adha, perayaan Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nowruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.

Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.

Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustaz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun).

Tim Rembulan

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya