Liputan6.com, Jakarta Nasi adalah makanan pokok dan sumber karbohidrat harian masyarakat Indonesia. Bahkan, di Jawa Barat ada istilah “Belum makan kalau belum makan nasi.”
Ahli gizi komunitas, Tan Shot Yen, menyampaikan data bahwa dalam 100 gram nasi putih terkandung:
Advertisement
- Kalori 129 kkal
- Karbohidrat 27,9 gr
- Protein 2,66 gr
- Lemak 0,28 gr
- Indeks glikemik 91-105
Selain nasi, sumber karbohidrat juga bisa didapat dari sagu. Dalam 100 gram sagu kering terkandung:
- Kalori 355 kkal
- Karbohidrat 94 gr
- Protein 0,2 gr
- Lemak 0,05 gr
- Indeks glikemik 102.
Lantas bagaimana jika masyarakat Indonesia harus beralih dari konsumsi beras ke konsumsi sagu?
Terkait hal ini, Tan mengatakan bahwa kandungan gizi antara nasi dan sagu memang tak menjadi masalah. Hanya saja budaya makan di Indonesia yang sudah terbiasa dengan nasi.
“Masalahnya bukan soal kandungan gizi, tapi tentang budaya makan. Yang perlu kita sosialisasikan justru keragaman pangan," kata Tan kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Jumat (7/10/2022).
Tan menambahkan, selain nasi dan sagu, ada sumber karbohidrat lain yang bisa dikonsumsi masyarakat. Ketiga sumber karbohidrat itu adalah singkong, jagung, dan ubi jalar.
Singkong
Dalam 100 gram singkong terkandung:
- Kalori 160 kkal
- Protein 1,36 gr
- Lemak 0,28 gr
- Indeks glikemik 60-80
- Karbohidrat 38,06 gr.
Jagung dan Ubi Jalar
Jagung
Dalam 100 gram jagung terkandung:
- Kalori 355 kkal
- Karbohidrat 73,7 gr
- Protein 9,2 gr
- Lemak 3,9 gr
- Indeks glikemik 48.
Ubi Jalar
Dalam 100 gram ubi jalar terkandung:
- Kalori 86 kkal
- Karbohidrat 20,21 gr
- Protein 1,57 gr
- Lemak 0,05 gr
- Indeks glikemik 44
- Kaya akan antioksidan.
Advertisement
4 Pilar Gizi Seimbang
Tan juga mengingatkan untuk mengikuti 4 pilar gizi seimbang untuk menjaga kesehatan tubuh.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) 4 pilar gizi seimbang ini meliputi:
- Pentingnya pola hidup aktif dan berolahraga
- Menjaga berat badan ideal
- Mengonsumsi makanan dengan beraneka ragam
- Menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Sebelumnya, Tan juga mengimbau untuk menerapkan pedoman Isi Piringku agar makanan yang dikonsumsi dapat menjadi tenaga.
“Kita mulai dari isi piringku, makanan Anda ada sayur ada buah, cukup lauk dan cukup karbohidrat tidak terlalu banyak, maka prinsip dari makan adalah membangun energi.”
Intinya, makanan yang baik bagi tubuh adalah makanan yang seimbang mencakup sayur, buah, lauk, dan karbohidrat dengan porsi yang cukup, tidak berlebihan.
“Apabila makanan sehat dan seimbang, maka bukan cuma menjaga kebugaran tapi Anda juga terbebas dari obesitas, yuk makan bener yuk,” katanya.
Masalah Gizi Indonesia
Dalam kesempatan lain, ahli gizi dan Ketua Tim Ahli Pengembangan Panduan Isi Piringku Prof Sri Anna Marliyati, mengatakan bahwa Indonesia dihadapkan dengan 3 masalah gizi yang disebut triple burden of malnutrition.
Tiga masalah gizi ini antara lain gizi lebih, gizi kurang, dan defisiensi zat gizi mikro.
Gizi Lebih
“Gizi lebih ditandai dengan berat badan lebih, kegemukan atau obesitas, dan kemudian ini akan berakibat ke depannya anak-anak tersebut mudah sekali terkena penyakit tidak menular. Misalnya, penyakit jantung koroner, diabetes dan lain-lain,” ujar Anna dalam diskusi daring Danone, Jumat (28/8/2020).
Gizi Kurang
Masalah gizi kurang ditandai dengan tubuh kurus, berat badan kurang, dan defisiensi zat gizi mikro. Gizi kurang juga erat kaitannya dengan stunting atau gagal tumbuh yang berkembang selama jangka waktu yang panjang.
“Stunting ini bukan hanya anak akan terlihat pendek tapi juga kualitas SDM-nya rendah IQ-nya lebih rendah, kemudian saat bekerja produktivitasnya rendah, sehingga dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi suatu negara.”
Defisiensi Zat Gizi Mikro
Defisiensi atau kekurangan zat gizi mikro di Indonesia masih ada 3 yang perlu di pertimbangkan, kata Anna. Yaitu yang pertama anemia gizi besi.
“Anak menjadi lesu, lemah, dan kurang fokus dalam belajar di sekolah.”
Defisiensi kedua adalah defisiensi vitamin A. Kekurangan vitamin A tidak hanya berdampak pada mata, tapi juga pada daya tahan tubuh.
“Kemudian defisiensi yodium, ini bukan hanya gondok tetapi juga anak pendek serta berpengaruh pada IQ. Misal, saat ibunya mengandung dalam kondisi defisiensi yodium, anak lahir dengan IQ yang lebih rendah, 10-15 poin lebih rendah,” ujarnya.
Advertisement