Liputan6.com, Jakarta - Hwang (70) yang mengunjungi sebuah kafe bersama keluarganya pada Hari Yayasan Nasional, tidak punya pilihan selain berdiri di belakang anaknya menekan kios (mesin pesanan tak berawak). Dia mengaku tidak pandai menangani mesin. Dia juga tidak bisa maju karena tidak mengerti bahasa asing seperti 'Soldout', 'Beverage' dan 'Double Shot'.
Hwang tertawa pahit, mengatakan, "Saya dalam situasi di mana saya bahkan tidak bisa memesan minuman tanpa anak-anak saya."
Baca Juga
Advertisement
Meskipun tingkat buta huruf dasar orang Korea Selatan hanya sekitar satu persen, bahkan jika mereka dapat membaca Hangul, orang-orang seperti Hwang tidak nyaman dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ini karena bahasa asing, termasuk bahasa Inggris, telah merambah jauh ke dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dikutip dari m.news.nate.com, Sabtu, 8 Oktober 2022, seiring dengan penggunaan bahasa asing secara berlebihan, para lansia yang memiliki pemahaman bahasa asing yang lebih rendah daripada kaum muda semakin terpinggirkan. Mereka juga merasa tidak nyaman.
Nama-nama dalam bahasa asing juga merambah ke beberapa apartemen. Nama-nama apartemen itu semua memakai bahasa asing.
Di antara 50 perusahaan konstruksi teratas dalam evaluasi kapasitas konstruksi, tidak ada satu pun perusahaan konstruksi yang hanya menggunakan bahasa Korea untuk nama kompleks perumahan. Kolon E&C (Haneulchae) dan Hanwha E&C (Dream and Green), yang menggunakan merek dagang murni Korea dalam nama apartemen mereka, juga masing-masing diganti dengan 'The Frau' dan 'Forena'.
Tanda Bahasa Inggris di Fasilitas Umum
Gara-gara nama apartemen panjang dalam bahasa asing menjadi populer, lelucon pun bermunculan. "Ibu mertua saya bingung dan tidak bisa datang berkunjung," misalnya. Kalimat itu seperti mengartikan para orang tua yang kesulitan dengan nama-nama menggunakan bahasa asing apalagi terlalu panjang.
Bahkan di fasilitas umum untuk warga, penggunaan tanda bahasa Inggris semakin meningkat. Kantor keamanan apartemen diubah menjadi 'information', tempat pemisahan sampah diubah menjadi 'recycle’, dan pusat senior diubah menjadi 'senior lounge’. Bahkan ketika keluar rumah, warga langsung berhadapan dengan bahasa asinng, seperti menu kafe, papan nama toko, dan nama perusahaan.
Baru-baru ini, di SNS (layanan jejaring sosial di Korea atau media sosial), ada kontroversi di papan menu kafe yang mengatakan 'MSGR' untuk tepung beras. Ada reaksi yang mengatakan "ide segar", tetapi ada juga banyak kritik, "Bahkan orang muda tidak mengenali ini". Selain itu ada yang bereaksi, "Ini terlihat bagus dalam bahasa Inggris."
Advertisement
Penyalahgunaan Bahasa Asing
Menurut Keputusan Penegakan Undang-Undang Iklan Luar Ruang di Korea, karakter dalam iklan luar ruang seperti papan nama pada prinsipnya harus ditampilkan dalam bahasa Korea, tetapi aturan ini belum dipatuhi. Saat menampilkan karakter asing, kecuali ada alasan khusus, bahasa Korea harus ditulis dan bahasa asing harus ditulis di sebelahnya, tetapi papan nama seperti itu jarang ditemukan.
Menurut survei Solidaritas Budaya Hangeul terhadap 7.252 papan nama di 12 distrik otonom pada 2019, ada 1.704 papan nama dalam bahasa asing, menyumbang 23,5 persen, dan hanya 1.102 papan (15,2 persen) dalam bahasa Korea dan asing. "Saya belajar ABC, tapi saya lupa semuanya, jadi saya tidak tahu harus membaca apa," kata Kim (72), dari Gangseo-gu, Seoul.
Apa penyebab penyalahgunaan bahasa asing? Menurut 'Language Consciousness Survey' yang dilakukan oleh Institut Nasional Bahasa Korea terhadap 5 ribu pria dan wanita dewasa pada 2020, alasan penggunaan bahasa asing adalah 'karena dapat menyampaikan makna secara akurat' ( 41,2 persen), ‘karena terlihat kompeten menggunakan istilah profesional’ (22,9 persen), dan ‘karena memiliki nuansa yang lebih canggih daripada bahasa Korea’ (15,7 persen). Artinya, tidak banyak orang yang menulis ‘terlihat masuk akal’.
Seo Hyeon-jeong, seorang peneliti senior di Institut Bahasa dan Budaya Korea Sejong, mengatakan, "Ada banyak kasus di mana bahasa asing telah disalahgunakan bahkan dalam kebijakan dan bisnis pemerintah, dan warga menerimanya tanpa masalah."
Maraknya Kata Slang di Indonesia
Tidak hanya di Korea, bahasa asing dan bahasa gaul di Indonesia juga marak terjadi. Melansir situs Ditsmp.kemdikbud.go.id, Sabtu, 8 Oktober 2022, seiring perkembangan zaman, bahasa Indonesia mengalami pergeseran seperti pencampuran bahasa asing dan pemakaian slang words atau bahasa gaul.
"Bukan urusan boleh atau tidak boleh penggunaan bahasa campur, tetapi lebih ke pantas atau layak tidaknya berbahasa seperti itu," ujar Endang Aminudin Aziz, Kepala Badan dan Pembinaan Bahasa.
Hal yang dimaksud Aminudin adalah menggunakan bahasa sesuai dengan situasi dan kondisi. Bila dalam komunitas atau lingkup tertentu, penggunaan bahasa bisa disesuaikan dengan keadaan. Namun, apabila dalam kondisi formal atau mencakup banyak orang dari berbagai kalangan, sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Aminudin juga menuturkan bahwa banyaknya slang words dan bahasa asing bukanlah ancaman bagi bahasa Indonesia. Justru, beberapa kata-kata tersebut dapat diserap menjadi sebuah kata baru di bahasa Indonesia secara selektif dan melalui proses modifikasi.
Lewat Komisi Istilah yang ada di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, kata-kata baru tersebut dicari padanan katanya agar dapat dibakukan ke dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh adalah contact person dari bahasa Inggris yang dibakukan menjadi narahubung.
Advertisement