Liputan6.com, Palembang - AR (19), mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Perpusatakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), mengungkap kronologi saat dia dianiaya dan dilecehkan.
Peristiwa tersebut terjadi saat AR menjadi panitia kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Litbang UIN Raden Fatah Palembang, di Bumi Perkemahan (Bumper) Gandus Palembang, Jumat (30/9/2022).
Jumat siang, AR dibawa ke tempat sepi oleh para panitia, ponselnya pun diperiksa karena dituduh menyebarkan informasi pengumpulan dana Rp 300.000 per peserta, yang dijanjikan akan mengikuti diksar ke Bangka Belitung.
NK, panitia diksar yang memukul AR pertama kali, lalu korban dibawa ke toilet. Di sana, korban dipukul, disundut rokok dan dipaksa untuk melucuti seluruh pakaiannya dan direkam pakai ponsel salah satu panitia.
Baca Juga
Advertisement
Tanpa sehelai benang pun, AR dibawa ke lapangan dan diikat dengan tali di pohon. Di sana, dia dipermalukan dengan dipertontonkan ke para panitia perempuan, yang semuanya adalah mahasiswi UIN Palembang.
“AR, jangan ditutupi kemaluan kamu, berdiri tegak saja. Itu kata salah satu panitia. Lalu saya dibawa lagi ke toilet, diberi baju dan diobati seadanya,” kata AR, di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sumsel Berkeadilan, Sabtu (8/10/2022).
Jumat sore, korban dibawa lagi ke ruangan lain, di sana ada sekitar 10 orang panitia yang sudah menunggunya, salah satunya adalah OKT, salah satu pejabat di UKMK di UIN Raden Fatah Palembang. Sosok OKT yang sudah lama dikenalnya, bahkan pernah menjadi guru ngaji dia saat tinggal di Baturaja OKI Sumsel, turut menganiayanya.
OKT bersama para panitia lainnya memukuli AR secara bertubi-tubi. Bahkan, terduga pelaku PJ, sempat menodongkan senjata tajam (sajam) golok ke arah AR, mengancam keselamatan jiwa AR. Lalu, AR dibawa ke pinggir jalan dan hanya diberi kopi saja. Padahal saat itu, AR belum makan dari pagi hingga malam hari.
AR juga akan diancam akan ditenggelamkan di danau di sekitar lokasi tersebut. Tak lama kemudian, dia kembali dipukul pakai kayu Pramuka oleh AT.
“Saya dipukul, karena menyebarkan informasi internal organisasi. Saya mengakuinya dan disuruh buat video permintaan maaf sebanyak dua kali,” ucap mahasiswa semester 3 UIN Raden Fatah Palembang ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Korban Disekap Panitia
Dalam video permintaan maafnya, AR harus membacakan naskah yang sudah disiapkan para panitia. Jika melakukan kesalahan sebanyak tiga kali, AR akan dipukuli lebih parah lagi. Saat itu, kepala AR ditutupi tas mukenah, sehingga dia tidak tahu siapa pelaku pemukulan saat itu.
Pemukulan secara bertubi-tubi juga dilakukan di posko kesehatan. Salah satu saksi yakni PJ, penanggung jawab kesehatan, menangis dan sempat meminta agar AR tidak dipukuli lagi. Namun permintaan tersebut tidak digubris.
“Sekitar pukul 23.30 WIB, saya diberi obat nyeri dan minum. Saya dibawa lagi ke tepi jalan, di sana, RK menonjok mulut saya, dia adalah ketua umum (ketum) salah satu UMKM di UIN Raden Fatah Palembang,” ucapnya.
AR sempat dihubungi oleh temannya melalui video call WhatsApp dan menanyakan bagaimana kondisi AR. Dengan tekanan dari para terduga pelaku, AR terpaksa berbohong jika dia baik-baik saja. Bahkan AR yang sempat memberi kode ke temannya, dimarahi oleh salah satu terduga pelaku.
Sabtu (1/10/2022) dini hari, AR meminta obat-obatan agar bisa meredakan benjol di kepalanya yang sudah membiru. Sekitar pukul 02.00 WIB, teman-teman AR mendatangi Bumper Gandus dan meminta agar panitia melepaskan AR. Namun permintaan tersebut tidak digubris oleh panitia kegiatan.
Sabtu sore, Rusdi, ayah Arya, mendapat informasi jika anaknya dianiaya di Gandus. Rusdi didampingi anggota kepolisian dari Polsek Gandus Palembang, langsung menuju ke lokasi perkemahan.
“Di sana kami menunggu 2,5 jam, dengan alasan AR jauh di dalam hutan dan tidak bisa dihubungi karena sinyal tidak ada. Karena sudah lama menunggu, kami menerobos masuk ke tempat kegiatan,” ujarnya.
Advertisement
Diancam UU ITE
Rusdi akhirnya bisa menemui AR di salah satu ruangan. Namun dia melihat, wajah AR hanya benjol saja, tidak ada luka-luka parah. Ternyata, AR mengaku jika wajahnya sudah dirias, agar lebam-lebam di wajah dan badannya tidak terlihat.
Mereka pun langsung ke Polsek Gandus Palembang, di sana AR diinterogasi. Para terduga pelaku dan panitia lainnya dibawa ke Polsek Gandus Palembang, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Salah satu panitia bilang, kalau saya mengadu ke polisi, mereka juga akan mengadukan terkait UU ITE. Karena saya tidak mengerti dan takut anak saya dipenjara, jadi saya mau damai saja. Setelah itu, baru AR mengakui semuanya, sakit sekali rasanya mendengar dia dianiaya seperti itu,” katanya.
Dalam surat perjanjian tersebut, ada empat poin yang disepakati. Yakni, korban dan lima orang terduga pelaku sudah saling memaafkan, serta para terduga pelaku akan membiayai seluruh pengobatan korban.
Poin selanjutnya berisikan, kedua belah pihak tidak akan mengulangi tindakan itu lagi dan sepakat tak akan menempuh jalur hukum.
“Namun dari hari Minggu (2/10/2022) sampai Selasa (4/10/2022), tidak ada satu pun panitia diksar yang datang menjenguk saya. Tidak ada bantuan dana sama sekali, baik dari pihak panitia ataupun dari kampus. Kami yang membayar sendiri biayanya,” kata Rusdi.
Karena melihat adanya penganiayaan berat dan pelecehan, akhirnya Rusdi dan AR memantapkan diri untuk melaporkan kasus tersebut ke Polda Sumsel.
Respons Rektor UIN Raden Fatah
Rektor UIN Raden Fatah Palembang Nyayu Khodijah membenarkan, terjadinya pemukulan mahasiswa dari hasil tim investigasi kampus.
Peristiwa pemukulan tersebut, memang terjadi saat pelaksanaan diksar salah satu UKMK UIN Raden Fatah Palembang. Lokasinya kejadian bukan di areal kampus, melainkan di kawasan Gandus Palembang.
“Namun perlu ditegaskan, pemukulan tersebut meskipun terjadi saat pelaksanaan diksar, tapi tidak ada kaitannya dengan diksar atau perploncoan. Ini percekcokan antarpanitia di UKMK tersebut dan bukan mahasiswa baru,” ujarnya.
Pihak kampus UIN Raden Fatah Palembang juga, sudah mendengar adanya jalur damai antara korban dan keluarga korban, bersama para terduga pelaku, yang didampingi oleh pihak kepolisian.
“Yang bersangkutan mengakui kesepakatan itu di bawah intimidasi. Saya melihat foto-foto, ada bapak, kakak dan pihak polisi. Saya mempertanyakan itu, jika ada intimidasi,” ungkapnya.
Advertisement