Liputan6.com, Palembang - Kasus dugaan penganiayaan yang dialami AR (19), saat mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Litbang Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, di Bumi Perkemahan (Bumper) Gandus Palembang, sudah dilaporkan ke polisi.
AR, mahasiswa Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang, diduga menjadi bulan-bulanan panitia diksar, karena telah membocorkan dugaan pungutan liar (pungli) biaya diksar ratusan peserta.
“Saya hanya meneruskan informasi tersebut, bukan membuat narasi. Tidak ada tekanan atau suruhan dari orang lain. Karena saya curiga, biaya Rp 300.000 per peserta, tapi di H-1 pelaksanaan, peserta disuruh bawa sembako,” ucapnya, saat didampingi kuasa hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sumsel Berkeadilan, Sabtu (8/10/2022).
Baca Juga
Advertisement
Pamflet pelaksanaan Diksar Litbang UIN Raden Fatah Palembang, bertuliskan para peserta akan mengikuti kegiatan di Babel, dengan akomodasi, transportasi, penginapan dan lainnya, yang sudah ditanggung, dengan hanya membayar Rp300 ribu.
Korban menduga, informasi tersebut hanya untuk menarik minat para mahasiswa baru (maba) UIN Raden Fatah Palembang, untuk gabung ke UKMK Litbang UIN Raden Fatah Palembang.
“Memang para peserta dijanjikan ke Bangka Belitung, diduga demi menarik minat massa maba. Padahal memang jadwal diksar sudah ditentukan di Bumper Gandus Palembang,” katanya.
Saat dia dianiaya, bahkan diikat dalam kondisi tanpa sehelai benang pun di depan peserta, tak ada satu orang pun panitia yang membantu. Padahal saat itu, ada sekitar 90 orang panitia yang melihat langsung kejadian penganiayaan dan pelecehan tersebut.
Tak hanya penganiayaan dan pelecehan, korban juga diancam pakai senjata tajam (sajam) berupa golok, oleh salah satu terduga pelaku berinisial PJ.
“Ada kejadian sebelum orangtua saya menjemput. AK (terduga pelaku) mengancam saya, jika saya mengadu sama orangtua dan melapor ke polisi, akan ada konsekuensinya. AK akan menculik dan mencari saya sampai ke manapun,” ucap AR.
Anggota kuasa hukum AR, M Sigit Muahimin menunjukkan salah satu bukti kuitansi pendaftaran peserta atas nama DK, dengan biaya kegiatan sebesar Rp300 ribu. Namun pada kenyataannya, peserta mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang, disuruh membawa sembako ke lokasi kegiatan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dugaan Pungli Mahasiswa
“Berawalnya dari sini dan tidak sesuai, kita menduga adanya pungli, bukan pengkhianatan. Klien kita 2 hari opname, langsung kami bawa ke Polda Sumsel untuk membuat Laporan Kepolisian (LP). Nanti Senin (10/10/2022) pagi, sudah mulai pemeriksaan dan kita akan meminta atensi khusus dan langkah selanjutnya,” ujarnya.
Dia juga menyangsikan statemen dari pihak rektorat UIN Raden Fatah Palembang, yang tidak memberi izin kegiatan diksar Litbang UIN Raden Fatah Palembang. Karena mereka sudah mengantongi surat dispensasi yang ditujukan ke pihak kampus UIN Palembang tersebut.
Surat tersebut ditandatangani oleh pejabat UKMK Litbang UIN Raden Fatah Palembang, dan tertera logo kampus, yang dikeluarkan sebelum kegiatan berlangsung.
“Dalam konferensi pers rektorat, seperti melempar kegiatan ini di luar kampus. UKM ini organisasi intra kampus, ini jelas ada logo UIN Raden Fatah Palembang, tidak bisa dilepaskan keterlibatan kampus. Ini bukan organisasi ekstra kampus,” ujarnya.
Ditambahkan kuasa hukum Prengki Adiatmo, tak hanya melayangkan laporan dugaan penganiayaan ke Polda Sumsel. Tim YLBH Sumsel Berkeadilan juga sudah melayangkan surat atensi permohonan ke Kapolda Sumsel, agar kasus tersebut mendapat kepastian hukum.
“Tak hanya dari segi pidana yakni penganiayaan, tapi pelecehan yang dilakukan senior. Ini ada unsur pelanggaran HAM. Kita akan melibatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengakomodir korban dan saksi dan akan melaporkan ke Komnas HAM,” ujarnya.
Advertisement
Delik Murni
Hingga Jumat (7/10/2022) sore hari, tidak ada komunikasi lagi yang dilakukan pihak kampus ataupun terduga pelaku ke keluarga korban. Termasuk mengunjungi korban ke kediamannya di Palembang Sumsel.
Terkait surat perdamaian yang ditandatangi oleh korban dan terduga pelaku penganiayaan, Prengki menegaskan jika hal tersebut tidak akan berpengaruh dalam laporan ke polisi, karena kasusnya adalah delik murni.
“Perdamaian ini diduga di bawah tekanan, tapi terlepas itu juga, ini delik murni, proses hukum tetap akan dilanjutkan. Paling jika ada perdamaian, hanya meringankan saja di pengadilan,” ungkapnya.
Dia juga menyayangkan statement dari Rektor UIN Raden Fatah Palembang, yang menyebutkan adanya pengkhianatan dalam kasus penganiayaan AR, merupakan perkataan yang sangat keji.
"Ini sangat menciderai perasaan keluarga korban. Seharusnya pihak rektorat mendukung, karena korban sudah membongkar adanya pungli di kampus dan fokus terhadap apa yang dialami mahasiswanya," ucapnya.
Rusdi, ayah korban mengakui memang adanya kesepakatan perdamaian. Namun hal tersebut disetujuinya, karena adanya ancaman akan dilaporkan terkait Undang-Undang (UU) ITE oleh terduga pelaku.
Dalam surat perjanjian tersebut, para terduga pelaku akan bertanggungjawab untuk keselamatan dan biaya pengobatan korban.
“Namun kenyataannya tidak ada, seperti biaya pengobatan kami yang menanggungnya. Bahkan sebagian kami meminjam ke tetangga. Tidak ada juga bantuan dari pihak kampus saat itu,” ungkapnya.
“Saya ingin mereka dihukum seberat-beratnya, saya sakit hati anak saya ditusuk matanya, disundut api rokok dan ditelanjangi,” ujarnya.
Enggan Sebut Sanksi
Sebelumnya dalam konferensi pers, Rektor UIN Raden Fatah Palembang Nyayu Khodijah menyerahkan sepenuhnya keputusan ke korban dan keluarga korban, jika memang ingin meneruskan kasus tersebut ke ranah hukum.
Dia berjanji akan memberikan pendampingan dan perlindungan terhadap korban maupun terduga pelaku, karena sama-sama mahasiswanya.
Namun Rektor UIN Raden Fatah Palembang malah akan menginvestigasi penyebab penganiayaan tersebut, termasuk adanya pengkhianatan dari korban AR.
“Karena itu investigasi kita selanjutnya, menggali lebih jauh motif penghkhianatan ini apa. Pihak-pihak yang menjadi pemicu pengkhianatan tersebut, akan kita gali lebih jauh. Kita akan melakukan pemeriksaan ke Pembina UKMK,” ujarnya.
“Untuk sanksi, masih ada investigasi lebih lanjut, kita belum menetapkan sanksi. Adanya pemukulan, kita gali lagi ada motif pengkhianatan. Sampai juga ada aktor-aktor di balik peristiwa ini, sehingga terjadi pemicu kekerasan,” ujarnya.
Saat ditanyai terkait sanksi-sanksi yang akan menjerat mahasiswanya jika terbukti bersalah, Rektor UIN Raden Fatah Palembang enggan untuk membeberkannya.
Dia hanya berjanji akan terus menyelidiki perkembangan kasus tersebut. Karena untuk sanksi, sudah ada di buku pedoman kampus, baik sanksi ringan, sedang dan berat.
Advertisement