Komitmen Menkes Budi untuk Deteksi Kanker Payudara: Lengkapi Mammografi di RS Provinsi

Dari 3.000 rumah sakit di Indonesia, hanya 200 di antaranya yang memiliki alat mammografi untuk deteksi kanker payudara.

oleh Diviya Agatha diperbarui 09 Okt 2022, 20:00 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin secara resmi meletakkan batu pertama tanda dimulainya pembangunan Gedung Aesthetic Center, RSUP Sanglah, Denpasar, Bali pada Jumat, 8 Juli 2022. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta - Kanker payudara menjadi salah satu jenis kanker yang paling banyak dialami oleh wanita Indonesia. Berdasarkan data Global Cancer Observatory tahun 2020, jumlah pasien kanker payudara di Tanah Air mencapai 68.858 kasus.

Namun, kebanyakan pasien kanker payudara baru terdeteksi pada stadium lanjut. Hal ini terbukti dari data tahun 2020 milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang menemukan bahwa sebanyak 60-70 persen kanker payudara didiagnosis pada stadium lanjut.

Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa cara mendeteksi kanker payudara paling mudah adalah dengan melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) dan SADANIS (Periksa Payudara Klinis).

"Cancer itu lebih baik dideteksi sejak dini. Jangan ketahuannya sudah stadium tiga, stadium empat, itu sudah terlambat. Jadi harus dideteksinya lebih dini. Gimana deteksinya? Yang paling gampang pakai SADARI SADANIS," ujar pria yang akrab disapa BGS dalam acara Pink Walk di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (9/10/2022).

"Tapi kalau yang standar WHO (World Health Organization), itu harus pakai mammografi. Kita lihat, di Indonesia sedikit sekali dibandingkan Australia, Thailand, lebih tinggi mereka," tambahnya.

Budi Gunadi pun menuturkan bahwa dirinya baru tahu bahwa dari tiga ribu rumah sakit di Indonesia, hanya 200 di antaranya yang memiliki mammografi. Sehingga hal tersebut menjadi komitmennya

"Saya baru tahu dari tiga ribu rumah sakit, yang punya alat mammografi di Indonesia cuma dua ratus. Jadi banyak sekali breast cancer tidak bisa terdeteksi. Padahal, alatnya enggak mahal-mahal amat," kata Budi Gunadi.


Komitmen Kemenkes hingga 2024

Kanker Payudara | pexels.com/@shvetsa

Berkaitan dengan alat mammografi, BGS pun berkomitmen untuk melengkapinya di semua rumah sakit yang ada di tiap provinsi. Sehingga nantinya deteksi kanker payudara bisa menjadi lebih mudah.

"Tapi enggak usah khawatir. Pemerintah, saya sudah berkomitmen sampai tahun 2024, seluruh rumah sakit di provinsi akan kita lengkapi dengan alat mammografi," ujar Budi Gunadi.

Lebih lanjut Budi Gunadi berpesan agar tak lupa untuk tetap menjalankan hidup sehat. Hal tersebut menjadi yang terpenting menurutnya.

"Jangan lupa yang paling penting hidup sehat."

Menjalankan pola hidup sehat memang tak pernah merugikan. Selain untuk mencegah berbagai penyakit seperti kanker payudara, menjalankan pola hidup sehat juga masih perlu untuk dilakukan bagi orang yang sudah terkena.

Salah satunya dapat dilakukan dengan mengatur asupan sehari-hari. Upaya ini dinilai penting terutama jika Anda tengah menjalani pengobatan untuk kanker payudara.


Kaitan Asupan Makanan dengan Kanker Payudara

Dokter beri alasan pentingnya periksa payudara sendiri setelah 7-10 hari menstruasi. (pexels/anna tarazevich).

Dokter spesialis penyakit dalam di Johns Hopkins Medicine, Selvi Rajagopal mengungkapkan bahwa kanker dapat memengaruhi berbagai aspek kesehatan Anda, termasuk soal nafsu makan dan asupan yang masuk dalam tubuh.

Hal tersebut lantaran saat melakukan kemoterapi dan beberapa bentuk terapi radiasi, tubuh dapat merasakan efek samping yang berkaitan dengan nafsu makan. Berikut efek samping yang mungkin muncul.

  • Sembelit, yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan semakin mengurangi keinginan untuk makan.
  • Diare, yang dapat menguras nutrisi pada tubuh.
  • Kelelahan, yang menyebabkan Anda menjadi kurang aktif, sehingga Anda membakar lebih sedikit kalori dan tidak merasa lapar sepanjang hari.
  • Hilangnya rasa, yang bisa membuat makanan tidak menarik bagi Anda.
  • Mual dan muntah, yang dapat mengurangi nafsu makan dan menyebabkan penurunan berat badan.

"Terkadang itu juga tergantung pada jenis kanker tertentu yang Anda miliki. Pengobatan untuk kanker payudara dan kanker darah misalnya, seringkali melibatkan steroid," ujar Selvi mengutip laman Johns Hopkins Medicine.


Kenaikan Berat Badan Usai Pengobatan Kanker

Ilustrasi kanker payudara. (dok. pexels/Ave Calvar Martinez)

Selvi menjelaskan, steroid sendiri dapat menyebabkan adanya peningkatan nafsu makan dan kadar gula darah, yang akhirnya menyebabkan resistensi insulin dan penambahan berat badan.

"Jadi, alih-alih berat badan turun, Anda justru mungkin akan mengalami penambahan berat badan dari kombinasi obat-obatan dan gaya hidup yang dijalani saat pengobatan kanker," kata Selvi.

Terlebih, beberapa pasien kanker payudara juga menjalani terapi hormon setelah kemoterapi. Obat-obatan tersebut seringkali menekan produksi estrogen, hormon yang mampu memainkan peran penting dalam metabolisme.

Alhasil jika metabolisme melambat, berat badan bisa mengalami penambahan. Itulah mengapa menjalankan pola hidup sehat lewat mengatur asupan makanan dianggap dapat membantu para pasien kanker payudara untuk mempertahankan berat badan.

Serta mendapatkan efek positif lainnya. Seperti membantu mengelola efek samping pengobatan, meningkatkan energi, meningkatkan tonus otot, dan mempertahankan fungsi kekebalan tubuh.

Infografis 12 Cara Sehat Hadapi Stres Era Pandemi Covid-19 (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya