Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, sebuah negara akan maju gika memiliki sektor keuangan yang kuat. Sektor keuangan adalah darah dalam sebuah ekonomi yang mampu menggerakan sebuah negara.
"Sektor keuangan akan menjadi tulang punggung sekaligus aliran darah bagi perekonomian untuk bisa mencapai kemajuan secara berkelanjutan," kata Sri Mulyani dalam Pembukaan Profesi Keuangan Expo 2022 dikutip dari Antara, Senin (10/10/2022).
Advertisement
Guna menguatkan sektor keuangan Indonesia, saat ini pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menyusun Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
Sri Mulyani mengungkapkan, RUU PPSK akan mengatur peningkatan akses data keuangan, memperluas sumber pembiayaan jangka panjang, meningkatkan daya saing dan efisiensi, mengembangkan instrumen, memperkuat mitigasi risiko, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen.
Lima pilar tersebut jelas membutuhkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang baik, yaitu profesi keuangan yang memiliki kompetensi dan integritas.
Selain itu, Sri Mulyani menilai Indonesia juga perlu membangun dan memperkuat tata kelola pelaporan keuangan serta pengawasan sektor jasa keuangan.
Oleh karena itu penguatan sektor keuangan yang akan dibahas dalam RUU PPSK diharapkan dapat menghasilkan sektor keuangan yang makin dalam, maju, inovatif, efisien, inklusif, stabil, kuat, dan bisa dipercaya oleh para investor serta masyarakat.
"Cukup banyak hal yang akan diatur dalam RUU ini, mulai dari industri perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, fintech, keuangan berkelanjutan, SDM sektor keuangan, pelaporan keuangan, hingga akses pembiayaan bagi UMKM," katanya.
Lantaran begitu strategis dan luasnya RUU tersebut, Menkeu berharap seluruh institusi dan elemen masyarakat bisa ikut mendukung dan mengawal perwujudan Omnimbus Law di sektor keuangan tersebut.
Adapun RUU PPSK juga merupakan salah satu bentuk reformasi dan fondasi tata kelola dan kelembagaan yang diperlukan agar Indonesia bisa mencapai status negara berpendapatan tinggi.
OJK: Sektor Keuangan Semakin Berkontribusi ke Pemulihan Ekonomi
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan sektor keuangan tetap stabil terjaga dengan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan yang terus meningkat. Kinerja sektor keuangan ini semakin berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo menjelaskan, kredit perbankan tumbuh sebesar 9,10 persen yoy atau 3,69 persen ytd meningkat signifikan dari bulan Maret yang tumbuh 6,67 persen yoy.
Secara sektoral, kredit sektor pertambangan dan manufaktur mencatatkan kenaikan terbesar secara mtm masing-masing sebesar Rp 21,5 triliun dan Rp 20,8 triliun.
"Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 10,11 persen yoy atau 0,08 persen ytd," jelas dia dalam keterangan tertulis, Rabu (25/5/2022).
Industri asuransi mencatatkan penghimpunan premi asuransi pada April 2022 sebesar Rp 21,8 triliun dengan rincian Asuransi Jiwa sebesar Rp 8,6 triliun, Asuransi Umum dan Reasuransi sebesar Rp 13,2 triliun.
Fintech P2P lending pada April 2022 mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp 38,68 triliun atau tumbuh sebesar 87,7 persen yoy. Piutang perusahaan pembiayaan pada April 2022 tumbuh sebesar 4,51 persen yoy.
Di pasar modal, hingga 24 Mei 2022, jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 79 dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp 100,1 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 23 diantaranya dilakukan oleh emiten baru.
Dalam pipeline saat ini terdapat 105 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 68,67 triliun.
Advertisement
Tantangan
Peningkatan kinerja intermediasi tersebut terjadi di tengah perekonomian global yang masih menghadapi tekanan inflasi yang persisten tinggi dan telah mendorong pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif oleh mayoritas bank sentral dunia.
Konflik Rusia-Ukraina serta terganggunya global supply chain akibat lockdown di Tiongkok terus mendorong kenaikan harga komoditas terutama energi dan pangan. Kenaikan inflasi yang diikuti oleh pengetatan kebijakan moneter global telah meningkatkan potensi terjadinya hard landing sehingga meningkatkan volatilitas di pasar keuangan global dan terjadinya outflow dari pasar keuangan emerging markets.
Namun demikian, kinerja perekonomian domestik masih terjaga terlihat dari rilis PDB triwulan I-2022 yang terpantau sebesar 5,01 persen yoy diikuti dengan peningkatan kinerja mayoritas perusahaan publik di periode yang sama.
Indikator Ekonomi
Indikator ekonomi high frequency juga terpantau masih positif, mengindikasikan berlanjutnya pemulihan ekonomi. Selain itu, Pemerintah juga telah menaikkan anggaran subsidi energi menjadi Rp 443,6 triliun, terbesar sepanjang sejarah. Namun demikian, perlu dicermati tren kenaikan inflasi domestik dan dampak pelarangan ekspor CPO terhadap kinerja neraca perdagangan di bulan Mei 2022.
Di tengah perkembangan tersebut, pasar keuangan domestik secara umum bergerak volatile sejalan dengan pelemahan pasar keuangan global seiring aksi risk off investor. Hingga 20 Mei 2022, IHSG tercatat melemah sebesar 4,3 persen mtd ke level 6.918, sejalan dengan aliran dana nonresiden yang tercatat outflow sebesar Rp 9,23 triliun mtd.
Pasar SBN secara mtd juga terpantau melemah dengan rerata yield SBN naik 42,5 bps di seluruh tenor sejalan dengan outflow SBN investor nonresiden sebesar Rp 37,81 triliun mtd. Sepanjang bulan Mei 2022, total net outflow nonresiden di IHSG dan pasar SBN adalah sebesar Rp 47,04 triliun.
Advertisement