Liputan6.com, Jakarta - Pekan lalu, beredar kabar menghebohkan. Sebanyak 183 dokter radiologi mendapat penolakan pengajuan Surat Tanda Registrasi (STR) oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Tidak adanya STR yang terbit berujung para dokter radiologi tersebut tidak bisa praktik dan pelayanan kepada pasien terganggu.
Pihak Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) menduga hal tersebut berkaitan dengan konflik yang pernah terjadi antara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan mantan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto.
Advertisement
Diketahui, Terawan sempat menduduki jabatan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) -- kini berganti nama menjadi Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI).
Pada waktu menjabat, Terawan tengah menerima sanksi dari PB IDI terkait pelanggaran kode etik cuci otak yang dianggap IDI tidak berbasis ilmiah. Namun, pada waktu diangkat menjadi Menteri Kesehatan pada 2019, Terawan tidak lagi menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi. Dia digantikan oleh rekannya sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
Sekretaris Umum Kolegium Radiologi Indonesia Andi Darwis membeberkan adanya dualisme kepengurusan di kalangan dokter radiologi sampai saat ini mengakibatkan timbulnya masalah terhadap penerbitan STR. Dualisme yang dimaksud adalah munculnya dua perhimpunan dokter radiologi.
Pertama, Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) yang disahkan PB IDI. Kedua, PDSRKI yang telah berganti nama, yang sebelumnya PDSRI. Dalam hal ini, PB IDI mengesahkan PDSRI menggunakan nama PDSRKI yang lama.
Masalah penerbitan STR timbul tatkala KKI hanya mengakui sertifikat kompetensi dari kolegium radiologi PDSRKI yang ditandatangani oleh Aziza Ghani Icksan selaku Ketua Kolegium, sedangkan pengajuan sertifikat PDSRI bentukan PB IDI akan ditolak oleh KKI.
"Kalau bukan memakai sertifikat kompetensi dari (tandatangan) dokter Aziza saat awal (pengajuan berkas) langsung direject (ditolak oleh KKI), lalu diberikan surat, 'Tolong ganti sertifikat kompetensi (yang ditandatangani dr Aziza)," jelas Andi kepada Health Liputan6.com usai acara 'Klarifikasi Terkait Permasalahan-Permasalahan Dokter Spesialis Radiologi' di Vinski Tower, Jakarta Selatan pada Senin, 10 Oktober 2022.
"Di kolegium radiologi, selain re-sertifikasi (sertifikasi ulang kemampuan), kami kan juga membuat sertifikasi kompetensi yang baru buat para dokter radiologi yang baru."
KKI Hanya Mengakui PDSRKI
Kisruh terhambatnya penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter radiologi, lanjut Andi Darwis, semenjak terbentuk PDSRI versi PB IDI. Padahal, nama itu adalah nama PDSRKI yang lama.
Pengajuan penggantian nama menjadi PDSRKI pun sudah diberitahukan kepada pihak PB IDI pada 2019. Sementara itu, PB IDI mengesahkan pembentukan PDSRI pada Maret 2022.
"Mereka (IDI) tetap memakai nama PDSRI yang lama. Padahal, Kongres Nasional (KONAS) mensyaratkan mengubah nama itu. Jadi, kami menggunakan ada kata 'Klinik'. Karena dokter radiologi itu bekerja di rumah sakit, ya klinik. Di luar negeri juga namanya clinical radiology," sambung Andi.
Selanjutnya, pada April 2022, KKI mengeluarkan surat edaran. Dijelaskan bahwa mengingatkan surat yang masuk dari dua kolegium radiologi, KKI hanya akan memproses penandatangaan STR dengan tanda tangan (sertifikat kompetensi) dari Ketua Kolegium Radiologi Indonesia Aziza Ghani Icksan.
"Keputusan resmi soal penandatanganan dokter Aziza ini dari hasil KONAS di Bali pada Desember 2018. Keputusan juga waktu soal penetapan masa kerja dari Januari 2019 sampai 2023 dengan masa empat tahun," jelas Andi.
"Kami akan melakukan KONAS lagi nanti pada Januari 2023."
Advertisement
Proses Penerbitan STR
Andi Darwis menambahkan, proses penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter radiologi cepat. Kolegium radiologi Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) dinilai tidak mempersulit para dokter radiologi mendapatkan STR.
Proses penerbitan STR dimulai dari dokter radiologi mengikuti uji kompetensi radiologi. Ujian ini demi mendapatkan sertifikasi kompetensi. Sesuai yang diakui resmi oleh KKI, sertifikasi kompetensi dikeluarkan dan ditandatangani oleh Aziza Ghani Icksan selaku Ketua Kolegium Radiologi.
Selanjutnya, berkas sertifikasi kompetensi akan diterima KKI, yang kemudian baru diproses untuk penerbitan STR.
"STR itu dibuat dalam rangka pembuatan Surat Izin Praktik (SIP). Kami secara rutin setiap saat ya mengurus itu juga, STR itu berlaku sesuai tanggal lahir. Selama dokter spesialis re-sertifikasi memakai sertifikat kompetensi yang ditandatangani dokter Aziza, maka akan diproses dan accept (diterima) oleh KKI," terang Andi.
"Berkas lengkap nanti diproses di KKI, kemudian para dokter radiologi bayar Rp300.000 (pembiayaan penerbitan STR) ke Kementerian Keuangan. Dalam 14 hari kerja, sudah terima STR yang di poskan ke domisili masing-masing."
Nama Baru PDSRKI Belum Direspons IDI
Sebagai gambaran, organisasi profesi dokter spesialis radiologi berdiri sejak 24 Mei 1952 dengan nama awal IKARI (Ikatan Ahli Radiologi Indonesia).
Pada kongres pertamanya di Jakarta pada tanggal 29 September 1969 disepakati perubahan nama menjadi PDSRI, yang kemudian melaksanakan kongres setiap empat tahun sekali dengan agenda, antara lain melakukan perubahan AD-ART bila diperlukan dan pemilihan Ketua Umumnya.
Pada tanggal 13 - 15 Desember 2018 dilakukan Kongres Nasional (KONAS) ke XIII di Bali yang dihadiri oleh cabang-cabang PDSRI seluruh Indonesia.
Pada KONAS ini menghasilkan:
- Perubahan nama perhimpunan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) menjadi Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI)
- Ketua Umum Terpilih PDSRKI periode 2019 - 2023 yaitu Mayjen TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) -- sebelum diangkat menjadi Menteri Kesehatan
- Tim Formatur yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Bambang Suprijanto, Sp.Rad(K) untuk membantu ketua umum terpilih dalam menyusun kepengurusan
Selanjutnya, Pengurus PDSRKI periode 2019 - 2023 membuat surat ke PB IDI untuk meminta pengesahan kepengurusan dan pergantian nama tersebut pada tanggal 14 Januari 2019. Tetapi surat itu sampai sekarang tidak pernah dijawab.
Pengurus PDSRKI beberapa kali membuat surat mempertanyakannya. Sayangnya, tidak pernah ada jawaban dari PB IDI yang saat itu diketuai oleh dr. Daeng M. Faqih.
Advertisement