10 Contoh Pamali, Nilai, dan Sejarah Pantangan dalam Budaya Sunda

Pamali atau pemali artinya adalah pantangan atau larangan berdasarkan adat.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 12 Okt 2022, 00:00 WIB
Pamali. (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Setiap suku di Indonesia punya pantangan atau pamali atau pemali yang diwariskan leluhurnya. Salah satunya pamali dalam budaya Sunda di Jawa Barat.

Bagi masyarakat Sunda, menghormati kepercayaan para leluhurnya dilakukan dalam salah satu bentuk yaitu pamali. Bukan hanya untuk menjaga kepercayaan tersebut, tetapi di balik pamali tersebut memiliki nilai-nilai moral, kepercayaan dan simbol dari kebudayaan Sunda.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pemali artinya adalah pantangan atau larangan berdasarkan adat. Sedangkan dalam Kamus Basa Sunda kata pamali yang artinya adalah “larangan sepuh anu maksudna teu meunang ngalakukeun hiji pagawean lantaran sok aya matakna” yang artinya tidak boleh melakukan perbuatan tertentu karena nanti akan ada akibatnya.

Biasanya pamali atau pantangan tersebut sering diungkapkan oleh para leluruh kepada anak cucunya. Berikut adalah contoh pamali yang beredar di masyarakat Sunda dan makna dari pamali tersebut.


Berikutnya

Ulah diuk dilawang panto, bisi nongtot jodoh

Artinya: Jangan duduk di depan pintu, nanti susah dapat jodoh.

Maksud pamali tersebut memiliki nilai etika untuk tidak duduk di depan pintu karena akan menghalangi jalan, juga apabila dilihat dari segi tata krama juga tidak sopan.

Ulah dahar bari di tanggeuy, bisi dewi padi ngambek (Dewi Sri Pohaci)

Jangan makan dengan piring di tangan, nanti dewi padi marah.

Dalam pamali ini terdapat nilai-nilai etika, pendidikan, dan juga kepercayaan. Dari segi etika, memang tidak pantas dan tidak sopan apabila makan sambil memegang piring di tangan. Dari segi pendidikan, apabila makan sambil memegang piring di tangan akan berisiko piring tersebut jatuh, sehingga lebih baik makan di tempat seperti meja.

Dari segi kepercayaan, jika melakukan makan sambil dengan piring di tangan, itu berarti dianggap tidak menghormati Dewi Sri Pohaci yang memberikan hasil kekayaan alam di masyarakat Sunda.

Ulah dahar bari sare, bisi gede hulu

Artinya: Jangan makan sambil tidur, nanti kepalanya besar.

Mungkin orangtua akan memberitahukan kepada anak apabila makan sambil tidur, makanan yang dimakannya tidak akan sampai ke dalam perut, akan tetapi makanannya akan sampai ke dalam kepala sehingga kepalanya nanti akan besar karena dipenuhi oleh makanan.

Akan tetapi dalam pamali tersebut sebenarnya terdapat nilai etika dan pendidikan. Jika melakukan makan sambil tertidur memang tidak pantas dan juga tidak sopan. Jika melakukan makan sambil tertidur dikhawatirkan nanti akan tersedak, selain itu makanan yang dimakan kemungkinan akan jatuh.

Dalam segi etika jika hendak makan, lakukanlah dengan seharusnya.

Ulah ngadiukan bantal, bisi bisul

Artinya: Jangan menduduki bantal, nanti suka bisul.

Maksud pamali tersebut mengajarkan nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika dan pendidikan, selain untuk menjaga supaya bantal tersebut tidak rusak, bantal digunakan untuk kepala, sehingga tidak baik jika bantal tersebut untuk diduduki. Karena di masyarakat Sunda derajat kepala itu lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya.

 


Selanjutnya

Ulah sare bari disimut ku samak, bisi nitahkeun maot

Artinya: Jangan tidur sambil diselimuti oleh tikar, nanti menyuruh meninggal.

Pamali tersebut memiliki nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika, memang tidak pantas kalau tertidur diselimuti oleh tikar, karena nanti saat tertidur tidak akan nyenyak. Etika lainnya adalah jika tidur dengan diselimuti oleh tikar, menandakan seperti orang yang dibungkus oleh kain kafan, sehingga seperti orang yang meninggal. Dari segi pendidikan, jika hendak tidur, tidurlah di tempat yang seharusnya supaya tidurnya bisa nyenyak.

Ulah ulin wanci magrib, bisi diculik ku jurig

Artiinya: Jangan bermain setelah magrib, nanti diculik oleh hantu.

Maksud pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak pantas jika anak-anak bermain larut sampai magrib. Karena jika bermain sampai larut malam, orangtua pasti khawatir dan berbahaya bagi keselamatan anak tersebut karena sudah malam. Juga magrib bagi agama Islam adalah waktunya untuk salat dan mengaji. Dari segi pendidikan, magrib adalah waktunya anak untuk belajar, karena siang harinya sudah bermain. Anak-anak juga bisa menghargai waktu kapan sehingga pulang ke rumahnya setelah bermain.

Ulah ngadahar cau pang sisina, bisi kapopohokeun

Artinya: Jangan makan pisang yang paling ujung, nanti suka jadi dilupakan (oleh orang).

Pamali tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan. Pisang yang paling ujung memang memiliki ukuran yang lebih besar, maksud dari pamali tersebut adalah makanlah mulai dari yang kecil terlebih dahulu, lalu baru boleh makan yang ukurannya besar. Dengan pamali tersebut, anak diajarkan untuk tidak rakus dalam memilih sesuatu.

Ulah osok ngegelan kuku, bisi pondok umur

Artinya: Jangan suka menggigit kuku, nanti mempunyai umur pendek.

Maksud pamali tersebut terdapat nilai-nilai etika dan pendidikan. Dari segi etika memang tidak sopan jika seseorang suka menggigit kuku. Untuk anak, perilaku seperti ini tidak baik karena jika kebiasaan tersebut terus dilakukan, kuku anak tersebut akan rusak dan melukai kukunya. Dari segi pendidikan jika anak suka menggigit kuku terlebih lagi kuku anak tersebut kotor, dikhawatirkan kotoran tersebut termakan oleh anak. Dan jika anak suka bermain tanah, dikhawatirkan juga anak tersebut terjangkit cacingan.

Ulah dahar tungir hayam, bisi maot ngora keneh

Artinya: Jangan makan pantat ayam, nanti meninggal masih muda.

Pamali tersebut memiliki nilai pendidikan. Maksud pamali tersebut mengajarkan untuk tidak sering memakan daging pantat ayam, karena pantat ayam sangat mengandung banyak lemak, sehingga apabila dikonsumsi yang banyak bisa menimbulkan kolesterol dan tidak baik untuk kesehatan terutama bagi anak-anak.

 


Asal Usul Pamali

Keragaman budaya yang dimiliki masyarakat Jawa Barat tersebar di daerah-daerah dan masih tetap dipegang teguh dalam kehidupan sehari-hari terutama oleh masyarakat adat. Salah satunya adalah pamali.

Masyarakat adat yang tersebar di Jawa Barat tidak bisa menghindari dari adanya perubahan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, namun kekuatan untuk mempertahankan pamali.

Pamali bisa berasal dari ucapan, perbuatan dari seorang yang sangat berpengaruh, kejadian yang telah terjadi pada orang yang berpengaruh yang terus disampaikan secara turun temurun.

Namun, pamali tersebut sarat dengan makna untuk keseimbangan manusia dengan alam, manusia dengan manusia manusia dengan sang penciptanya, sehingga dengan keyakinan yang kuat apabila melanggar ada akibatnya.

Pamali bisa dibilang tabu atau meminjam istilah Freud, tabu menurut Freud adalah "hukum kode tidak tertulis masyarakat terdahulu".

Adapun pamali dalam kondisi saat ini merupakan untuk menjaga keseimbangan manusia/penduduk yang mendiami dengan alam sekitarnya agar terjaga dengan baik, yang akan berpengaruh terhadap sumber kehidupan dan penghidupan sekitarnya.

Antara batas administrasi Jawa Barat dan Jawa Tengah, terdapat sebuah daerah dengan nama Losari. Di daerah inilah mengalir Sungai Pamali (Pemali) yang juga merupakan batas antara wilayah budaya orang Sunda dan wilayah budaya orang Jawa. Sekarang sungai itu menjadi batas Provinsi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Pamali diambil dari bahasa Sunda artinya pantangan, maknanya adalah orang yang ingin menyeberang dianggap pamali atau pantangan karena merupakan wilayah orang lain.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya