Liputan6.com, Jakarta - Polri membeberkan tiga jenis gas air mata yang digunakan Korps Bhayangkara dalam melakukan pengamanan. Salah satunya pengamanan saat pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya, pada Sabtu 1 Oktober 2022 malam.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, memperlihatkan tiga jenis gas air mata yang kerap digunakan oleh pasukan Brimob dengan warna hijau, biru dan juga merah. Ketiganya itu diketahui memiliki kadar kandungan zat kimia yang berbeda-beda.
Advertisement
"Saya jelaskan ya rekan-rekan kebetulan saya habis dari Mako Brimob membawa 3 jenis gas air mata, yang ini merupakan standar dari Brimob seluruh Indonesia. Penggunaan gas air mata di dunia Internasional ini saya mengacu dari penjelasan dari doktor Masayu Elita, beliau adalah ahli atau kimia dan persenjataan dosen di Fakultas Indonesia dan Universitas Pertahanan," kata Dedi kepada wartawan, Senin (10/10/2022).
"Regulasi yang menjadi acuan di dunia Internasional adalah protokol Jenewa nomor 22 tahun 1993. Di situ disebutkan bahwa gas air mata atau lebih cara kimianya yang disebut CS (Chlorobenzalmalononitrile) ini hanya boleh digunakan di seluruh dunia yang dari standar adalah aparat penegak hukum ini tidak boleh digunakan untuk peperangan," sambungnya.
Hal itulah yang kemudian disebut eks Kapolda Kalimantan Tengah ini menjadi dasar dalam penggunaan gas air mata tersebut. Namun, untuk warna apa saja yang dibawa pada saat pengamanan di Kanjuruhan itu belum bisa disebutkan olehnya.
"Ini yang menjadi dasar kenapa penggunaan CS atau gas air mata bagi kepolisian di seluruh dunia itu diperbolehkan sama di Indonesia ini untuk protokol Jenewa nomor 22 tahun 1993, ini udah diidentifikasi juga ini merupakan salah satu perwakilan dari Indonesia yang setiap tahun mengadakan pertemuan di dunia Internasional," ucapnya.
Punya Kandungan Berbeda
Lalu, terkait dengan tiga jenis gas air mata dijelaskan mempunyai kadar kandungan berbeda seperti warna hijau yang meledak dan hanya mengeluarkan asap berwarna putih saja. Sedangkan, untuk warna biru masuk dalam kategori sedang.
"Kemudian yang kedua sifatnya sedang, jadi kalau untuk klaster dari jumlah kecil menggunakan gas air mata yang sifatnya sedang dan yang merah adalah untuk mengurai massa dalam jumlah yang cukup besar," jelasnya.
Dedi menegaskan, meski tiga jenis gas air mata itu mempunyai kandungan zat kimia yang berbeda-beda. Akan tetapi, ketiganya itu tidak menyebabkan sampai menghilangkan nyawa seseorang.
"Semua tingkatan ini saya sekali lagi saya bukan expertnya, saya hanya bisa mengutip para pakar menyampaikan ya CS atau gas air mata dalam tingkatannya tertinggi pun tidak mematikan," tegasnya.
Advertisement
Dilarang Membawa Gas Air Mata
Meski tidak menyebabkan seseorang meninggal dunia, akan tetapi aparat penegak hukum tidak diperbolehkan untuk membawa gas air mata atau senjata lainnya saat dalam melakukan pengamanan yang dapat mengundang provokasi.
"Sudah sangat jelas didalam regulasi keselamatan dan keamanan tersebut ya, setiap aparat keamanan dilarang membawa gas air mata. Bukan hanya gas air mata saja, membawa tameng, membawa tongkat, memakai helm dan masker yang dapat memprovokasi, masa saja, itu dilarang," ungkapnya.
"Nah kenapa itu tidak dilarang? Andai kata itu dilarang, tentunya tidak akan terjadi seperti ini. Sama halnya, juga ketika melakukan penembakan juga dengan menggunakan smoke ini. Ini diluncurkan efek hanya suara, asap putih. Ketika masih maju untuk mengurai masa, nah menggunakan yang biru, yang biru cluster ini. Jadikan dengan jumlah massa yang belum terlalu banyak untuk mengurai," tambahnya.
Akan tetapi, jika massa sudah dalam jumlah yang cukup banyak dan masif serta adanya indikasi keributan atau anarkis. Maka petugas pengamanan baru menggunakan gas air mata yang berwarna merah.
"Yang merah ini lebih masif untuk impactnya. Jadi, tiga ini yang digunakan ya oleh aparat penegak hukum. Tapi yang jelas, sebagai pengendali di lapangan, para perwira itu yang bertanggungjawab. Karena dia memerintahkan langsung, ada personelnya, ada anggotanya untuk melakukan penembakan gas air mata," tutupnya.
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com