Komnas HAM: Gas Air Mata Jadi Pemicu Utama Kematian di Tragedi Kanjuruhan

Komnas HAM menyatakan bahwa pemicu utama jatuhnya ratusan korban jiwa dalam Tragedi Kanjuruhan Malang adalah penggunaan gas air mata di dalam stadion.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 11 Okt 2022, 07:28 WIB
Polisi menembakkan gas air mata saat kerusuhan pada pertandingan sepak bola antara Arema Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022. Menurut Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta, hingga saat ini terdapat kurang lebih 180 orang yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit tersebut. (AP Photo/Yudha Prabowo)

Liputan6.com, Jakarta - Polri tidak menampik adanya temuan gas air mata yang kedaluarsa saat tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan, Malang pada 1 Oktober 2022 lalu.

Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, gas air mata yang kedaluarsa dapat menurunkan efek yang ditimbulkan. Selain itu, Dedi juga meyakini gas air mata bukan menjadi penyebab korban jiwa. 

“Mengutip pendapat dari Prof Made Gegel adalah guru besar dari Universitas Udayana. Beliau ahli di bidang toksiologi atau racun. Termasuk dari Prof Massayu Elita bahwa gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan,” kata Dedi saat jumpa pers di Mabes Polri Jakarta, Senin 10 Oktober 2022.

Namun menurut Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam, terpenting saat ini adalah bagaimana para pihak mendalami dinamika di lapangan. Sebab, dinamika terjadi akibat adanya pemicu. Anam meyakini, pemicunya adalah gas air mata.

“Dinamika di lapangan itu pemicu utama memang gas air mata. Gas air mata itu menimbulkan kepanikan sehingga banyak Aremania berebut masuk ke pintu keluar, berdesak-desakan dengan mata sakit, dada sesak susah nafas dan sebagainya bahkan pintunya yang terbuka juga pintu kecil sehingga berhimpit, begitulah yang menyebabkan kematian,” kata Anam dalam keterangan tertulis.

Anam meyakini, jika tidak ada pemicu, dan Polri mampu mengendalikan eskalasi massa tanpa gas air mata, maka jatuhnya korban jiwa dalam tragedi Kanjuruhan dapat dihindari.

“Seharusnya (massa) terkendali, tapi karena semakin memanas akibat adanya gas air mata,” katanya.

 


Dalami Tanggung Jawab PSSI dan PT LIB

Dalam kesempatan itu, Jokowi yang didampingi Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan sempat melihat langsung sejumlah lokasi di stadion. (AFP/Handout/Indonesia Presidential Palace)

Anam juga mengajak para pihak melihat secara lebih luas lagi, bagaimana pihak penyelenggara yakni PT LIB dan PSSI melakukan pengawasan. Apakah benar mereka telah melakukan antisipasi jika terjadi eskalasi, atau justru sebaliknya.

“Jadi tidak bisa kasus ini dilihat sepotong-sepotong, lihat juga termasuk pengawasannya yang dilakukan oleh perangkat PSSI dan LIB H-2 sebelum tanding, itu juga tengah kita Komnas HAM dalami. Termasuk manajemen kuota yang ada di stadion.  Itu juga menambah konteks dalam melihat peristiwa ini,” kata Anam menandasi

Diketahui, Tragedi Kanjuruhan terjadi pada malam 1 Oktober 2022. Pada laga itu, Arema tumbang 2-3 di tangan Persebaya. 

Pendukung Arema atau yang disebut Aremania turun ke lapangan pasca pluit panjang tanda berakhirnya pertandingan. Mereka meluapkan kekecewaan akibat kekalahan tim berjuluk Singo Edan tersebut.

Eskalasi massa yang tidak terkendali di lapangan, membuat aparat bertindak dan menyebabkan 131 korban jiwa akibat kekuarangan oksigen, sesak nafas, berdesakan karena panik usai tembakan gas air mata. 

Sementara itu, sebanyak 583 orang menjadi korban luka dan 33 orang masih menjalani perawatan di rumah sakit. Polisi pun sudah menetapkan enam orang sebagai pihak bertanggungjawab atas inisden ini.

   

Infografis Pembentukan TGIPF dan Penyidikan Tragedi Kanjuruhan. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya