Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Amerika Serikat tidak bisa menghadapi berbagai tantangan global yang sedang terjadi sekarang. Mengingat yang terjadi saat ini bukan hanya dampak pandemi Covid-19, melainkan juga ancaman perubahan iklim dan dampak geopolitik.
"Anda (Amerika Serikat) juga harus mengakui dengan kerendahan hati bahwa Anda tidak dapat menyelesaikan masalah sendiri meskipun sebagai negara adidaya di dunia," kata Sri Mulyani dalam acara T20 Summit di Washington DC, Amerika Serikat, ditulis Selasa (11/10/2022).
Advertisement
Sri Mulyani meminta Amerika Serikat agar mengakui semua negara perlu bahu-membahu untuk keluar dari kondisi yang sulit seperti saat ini. Cara ini akan mempermudah Indonesia sebagai pemimpin G20 tahun ini bisa meyakinkan anggotanya untuk saling berkolaborasi.
Utamanya dalam hal pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Mengingat model pembangunan sekarang perlu menyesuaikan dengan ancaman dampak perubahan iklim yang kian nyata.
"Saya yakin pengakuan semacam ini membantu Presidensi G20 Indonesia untuk meyakinkan negara anggota bahwa kita perlu tetap terus bekerja sama dan berkolaborasi dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan," ungkapnya.
Di sisi lain, Ani begitu dia disapa, negara anggota G20 telah menyepakati mekanisme keuangan berkelanjutan dibutuhkan kontribusi semua negara. Termasuk memanfaatkan berbagai lembaga untuk mengurangi risiko dan mengumpulkan dana.
"Menggunakan semua lembaga termasuk MDB untuk mengurangi risiko dan memobilisasi lebih banyak dana,” katanya.
Dukungan Pendanaan Pembangunan
Presidensi G20 Indonesia mendorong agar dukungan pendanaan pembangunan dapat ditingkatkan. Terutama melalui peningkatan kapasitas MDB, termasuk lewat reviu kerangka kecukupan modal (Capital Adequacy Framework/CAF).
Reviu CAF bertujuan untuk optimalisasi neraca MDB agar memiliki ruang lebih besar untuk pendanaan pembangunan bagi negara anggota.
Sri Mulyani menambahkan, dalam konteks pembangunan berkelanjutan, sudah ada beberapa inisiatif telah dilakukan untuk menutupi kesenjangan infrastruktur dan mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Mulai dari pemanfaatan energi terbarukan, perubahan iklim, infrastruktur digital, dan proyek pembangunan perkotaan.
“Kementerian Keuangan telah merumuskan kebijakan dan mengimplementasikan inisiatif tersebut bersama kementerian dan pemangku kepentingan terkait,” ujarnya.
Advertisement
Menkeu AS Kecewa, Sebut OPEC Pangkas Produksi Minyak Dunia Bebani Ekonomi Global
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen protes langkah OPEC+ memangkas produksi minyak dunia hingga 2 juta barel per hari. Ini dia sampaikan dalam sebuah wawancara telepon dengan outlet media Financial Times.
Setelah Presiden Joe Biden, yang mengungkapkan kecewa atas keputusan OPEC, Yellen menyebut langkah tersebut akan membebani ekonomi global, terutama pasar negara berkembang yang sudah berjuang dengan harga energi yang tinggi.
"Saya pikir keputusan OPEC tidak membantu dan tidak bijaksana - tidak pasti apa dampaknya, tetapi tentu saja, itu adalah sesuatu yang, bagi saya, tampaknya tidak tepat, dalam situasi yang kita hadapi," kata Yellen, dikutip dari Fox Business, Senin (10/10/2022).
"Kami sangat khawatir dengan negara berkembang dan masalah yang mereka hadapi," ujar dia.
Pejabat Gedung Putih sebelumnya mengatakan mereka akan mengadakan konsultasi dengan Kongres AS tentang kemungkinan reaksi terhadap pemangkasan produksi minyak oleh OPEC.
"Presiden telah fokus untuk banyak waktu dalam mengeksplorasi semua opsi yang tersedia untuk mencoba menurunkan (harga minyak)," ungkap Yellen.
Komitmrn OPEC
Seperti diketahui, OPEC telah mengumumkan akan memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Mengutip CNN Business, ini menandai pemotongan produksi minyak dunia terbesar sejak awal pandemi Covid-19, ketika harga BBM di sejumlah negara melonjak.
Pengurangan tersebut setara dengan sekitar 2 persen dari permintaan minyak global, yang akan mulai berlaku pada November 2022.
Dalam sebuah pernyataan, OPEC menjelaskan bahwa keputusan untuk memangkas produksi minyak dilakukan "mengingat ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global".
Advertisement