Liputan6.com, Kiev - KBRI Kyiv memberikan update terkait kondisi WNI di Ukraina usai serangan udara Rusia pada Senin 10 Oktober 2022. Salah satu ledakan terjadi beberapa kilometer saja dari kantor kedutaan.
Juru bicara KBRI Kyiv, Yuddy Alamin, menjelaskan bahwa ada sekitar 36 WNI yang masih ada di Ukraina, termasuk staf di kedutaan. Mayoritas WNI berada di Kyiv.
Baca Juga
Advertisement
"WNI kita di sini kurang lebih ada 36 orang termasuk staf KBRI. Mereka ada kebanyakan di kota Kyiv, tapi kemarin waktu kita WA dengan mereka, mereka dalam kondisi aman," ujar Yuddy Alamin kepada Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (11/10/2022).
"Mengenai serangannya sendiri memang kemarin agak bertubi-tubi di Kyiv. Ledakannya ada yang dekat lima kilometer di dekat stasiun, tetapi tidak membahayakan, artinya kita tetap sebagaimana biasanya, tapi ada beberapa staf KBRI enggak bisa masuk karena transportasi umum terhambat," ia menambahkan.
Yuddy menjelaskan bahwa para WNI yang masih di Ukraina kebanyakan menetap karena terikat hubungan pernikahan. Setengah dari jumlah WNI di Ukraina adalah staf kedutaan, termasuk orang Indonesia di Ukraina yang direkrut Kemlu (locally recruited staff).
Pada Selasa ini, Yuddy menyebut sudah ada dua kali suara sirene yang terdengar. Suara itu menandakan bahwa warga harus berlindung.
"We have less than one minute untuk melakukan perlindungan diri," ujar Yuddy.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta masyarakat berlindung di shelter ketika serangan Rusia terjadi pada Senin kemarin. Pihak KBRI Kyiv tak memiliki bomb shelter khusus, namun Yuddy optimistis bahwa lingkungan di kedutaan aman, sebab Indonesia merupakan negara sahabat. Pihak kedutaan pun tidak merasa terlalu terancam.
"Kedutaan yang dianggap sebagai negara sahabat dari Ukraina itu biasanya kita dijaga oleh security dari pihak pemerintah Ukraina," jelas Yuddy.
Joe Biden Akan Tambah Sistem Pertahanan Udara ke Ukraina
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengecam serangan misil Rusia di berbagai kota Ukraina pada Senin 10 Oktober 2022. Ia juga siap mengirim tambahan bantuan pertahanan kepada Ukraina.
Berdasarkan keterangan resmi Gedung Putih, Presiden Biden turut menyampaikan belasungkawa terhadap korban yang tewas dan terluka.
"Presiden Biden berikrar untuk terus menyediakan Ukraina dengan dukungan yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri, termasuk sistem pertahanan udara yang maju," tulis keterangan resmi Gedung Putih, dikutip Selasa (11/10/2022).
Presiden Joe Biden meminta agar sekutu-sekutunya terus menuntut pertanggungjawaban pada Rusia supaya Rusia bisa akuntabel terhadap kejahatan-kejahatan perangnya. Presiden Biden juga meminta agar sekutu terus menyediakan bantuan keamanan, ekonomi dan kemanusiaan.
Lebih lanjut, Gedung Putih berkata akan terus mendukung Ukraina selama mungkin.
"Kami menyerukan lagi kepada Rusia untuk mengakhiri agresi tak terprovokasi ini secepatnya dan menarik pasukan-pasukannya dari Ukraina," ujar Gedung Putih.
Advertisement
Pemimpin Eropa Sebut Putin Barbar
Gelombang kecaman juga diterima oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengadakan panggilan darurat dengan timpalannya dari Ukraina Volodymyr Zelensky.
Macron menegaskan kembali dukungannya untuk Ukraina dan menyatakan "keprihatinan" atas laporan korban sipil, kata Istana Elysee dalam sebuah pernyataan.
Kanselir Jerman Olaf Scholz telah berbicara dengan Zelensky, meyakinkannya dukungan dari Berlin dan dari negara-negara G7 lainnya, kata juru bicara pemerintah Jerman, dikutip dari laman BBC, Senin (10/10).
Menteri Luar Negeri Polandia Zbigniew Rau menyebut serangan rudal itu sebagai "tindakan barbarisme dan kejahatan perang", menambahkan: "Rusia tidak bisa memenangkan perang ini. Kami mendukung Anda Ukraina!"
Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly menyatakan bahwa serangan Rusia terhadap para pemimpin sipil "tidak dapat diterima".
Menteri luar negeri Moldova, yang berbatasan dengan Ukraina barat dan memiliki wilayah sendiri yang dicaplok oleh Rusia (Transnistria), mengatakan beberapa rudal jelajah Rusia menargetkan Ukraina telah melintasi wilayah udaranya.
Moldova juga memanggil utusan Rusia ke negara itu untuk menuntut penjelasan atas pelanggaran tersebut.
Ukraina Sebut Rusia Sebagai Negara Teroris dan Diktator di Forum PBB
Rusia melakukan serangan rudal dan ledakan di banyak kota di Ukraina, di antaranya Ibu Kota Kiev. Atas serangan tersebut, Duta Besar Ukraina untuk PBB menyebut Rusia sebagai negara teroris.
Pada pertemuan Majelis Umum PBB tersebut, ia membahas pencaplokan Moskow atas empat wilayah Ukraina yang telah dikuasai, seperti dilansir BBC, Selasa (11/10).
"Rusia telah membuktikan sekali lagi bahwa ini adalah negara teroris, yang harus dicegah dengan cara sekuat mungkin," kata Sergiy Kyslytsya, duta besar Ukraina untuk PBB dalam sambutan pembukaannya, seraya menambahkan bahwa keluarga dekatnya sendiri telah diserang.
"Sayangnya, Anda hampir tidak dapat menyerukan perdamaian yang stabil dan waras, selama kediktatoran yang tidak stabil dan gila ada di sekitar Anda," tambahnya.
Ia juga mengatakan kepada negara-negara anggota setidaknya 14 warga sipil telah tewas dan 97 terluka dalam serangan, yang dimulai pada Senin 10 Oktober pagi.
Sebagai tanggapan, Vassily Nebenzia dari Rusia tidak secara langsung membahas serangan rudal tetapi membela aneksasi negaranya atas empat wilayah Ukraina. "Kami dituduh ketika kami mencoba melindungi saudara-saudara kami di Ukraina timur," ujarnya.
Majelis PBB akan memberikan suara akhir pekan ini pada rancangan resolusi yang mengutuk "upaya pencaplokan ilegal" Rusia atas wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhia dan Kherson di Ukraina setelah "yang disebut referendum".
Advertisement