Liputan6.com, Jakarta Piala Dunia 2022 tinggal sebentar lagi. Perhatian para pencinta sepak bola dunia akan tertuju ke Qatar. Berbagai drama bakal kembali akan mewarnai turnamen sepak bola paling akbar sejagat raya itu.
Setiap edisi Piala Dunia punya kisah sendiri. Seperti Piala Dunia 1966 yang kerap menyajikan cerita soal Inggris yang menjadi kampiun di tanah mereka sendiri. Di luar itu, sebagian orang [mungkin] juga tidak akan pernah melupakan kisah Korea Utara yang mengirim Italia pulang dengan rasa malu.
Advertisement
Sebetulnya, tak ada yang bakal menduga Italia pulang dengan kegagalan. Terlebih, label juara dua Piala Dunia sudah mereka gamit saat tiba di Inggris.
Belum lagi di babak penyisihan grup, Italia yang tergabung dengan Uni Soviet, Chili, dan Korea Utara, di atas kertas akan mengunci satu tempat di babak gugur.
Italia mengawali Piala Dunia 1966 dengan apik. Bersua Chili di Roker Park, Sunderland, Gli Azzurri menang 2-0 berkat gol Sandro Mazzola dan Paolo Barison.
Punya modal kemenangan di laga perdana, Italia menatap pertandingan kedua dengan percaya diri. Wajar saja, skuad besutan Edmondo Fabbri bermaterikan pemain-pemain muda yang rata-rata dari mereka baru mentas di Piala Dunia 1966.
Hanya, Italia mungkin lupa bahwa nama besar saja tak cukup untuk berbicara di panggung Piala Dunia. Dan di laga kedua, mereka bertemu Uni Soviet yang punya pemain berpengalaman.
Sebut saja, Valery Voronin, Galimzyan Khusainov dan Lev Yashin. Adapun untuk nama yang disebutkan belakangan, penjaga gawang Uni Soviet ini sudah mentas di dua edisi Piala Dunia 1958 dan 1962 dengan catatan 9 penampilan alias terbanyak di antara kompatriotnya.
Hasil akhir kemudian menelurkan Uni Soviet sebagai pemenang. Italia diiris tipis oleh Yashin dan kolega dengan skor 1-0 dan dengan demikian, Italia membutuhkan kemenangan untuk melaju ke babak gugur.
Italia vs Korea Utara
Italia mengusung misi bangkit di laga pemungkas grup. Satu kemenangan akan membawa mereka lolos ke babak perempat final menemani Uni Soviet.
Menghadapi Korea Utara, tak ada yang aneh sebetulnya. Sebab, selain berstatus kuda hitam, Korea Utara sudah digebuk duluan olah Uni Soviet di laga perdana babak grup dengan skor 0-3 dan bermain imbang 1-1 dengan Chili.
Tapi, prediksi di atas kertas nyatanya berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Korea Utara yang tampil tanpa beban mampu membuat Italia ketar-ketir.
Sial buat Italia, saat mereka berusaha keluar dari tekanan, Giacomo Bulgarelli harus menyudahi laga lebih awal. Bukan lantaran kartu merah melainkan cedera.
FYI, saat Piala Dunia 1966, belum ada pergantian pemain karena cedera. Alhasil, Italia bermain hanya dengan 10 pemain saja.
Unggul jumlah pemain, Korea Utara digdaya. Mereka melancarkan serangan demi serangan dan akhirnya berbuah gol.
Memasuki menit ke-42, Korea Utara membuka keunggulan via Pak Doo-Ik. Oleh pemain yang barusan disebut, melepaskan tembakan keras yang ia kirim ke sudut kiri gawang Enrico Albertosi.
Advertisement
Puja Puji untuk Korea Utara
Laga Italia vs Korea Utara di Ayresome Park, Middlesbrough, akhirnya rampung dengan skor 1-0. Kemenangan itu akhirnya membuat Italia mengepak koper lebih awal.
Bagi Korea Utara, kemenangan ini tentu meloloskan mereka ke babak perempat final. Dan merujuk jadwal, mereka akan bersua Portugal.
Kemenangan itu coba mereka rayakan jelang laga selanjutnya. Mereka merasakan bahwa ada sejumlah pihak yang menaruh rasa hormat kepada mereka setelah Korea Utara mengalahkan Italia.
"Saya merasakan bagaimana sepak bola nyatanya bukan soal menang saja," kata Pak kepada The Guardian.
"Ketika saya mencetak gol, para penonton yang mayoritas adalah penduduk Middlesbrough mulai menaruh hati kepada kami," dia menambahkan.
Seturut dengan pujian tersebut, salah satu penonton yang hadir menyaksikan Italia vs Korea Utara, Dennis Barry, juga tak segan memuji Korea Utara.
"Mereka terus memperagakan permainan menyerang," kata Barry kepada BBC.
"Saya melihat, sepanjang laga, mereka bahkan tak sekalipun bermain bertahan," lanjut pendukung Middlesbrough itu.
Kejutan dari Korea Utara Berlanjut
Korea Utara menantang Portugal di Goodison Park. Kekhawatiran Portugal kalau-kalau sang lawan menggila sempat menghantui mereka.
Dan benar saja, Korea Utara tampil trengginas dengan unggul lebih dulu di 25 menit pertama. Tak tanggung-tanggung, Korea Utara mencetak tiga gol via Pak Seung-zin, Li Dong Woon dan Yang Seung Kook. Selama 25 menit itu pula, satu kaki Korea Utara sudah berada di semifinal.
Tapi, Portugal tak tinggal diam. Punya sosok Eusebio sebagai playmaker tim, mereka bangkit dan coba mengejar ketertinggalan.
Eusebio akhirnya menjadi bintang di laga tersebut. Pemain dengan nama panggung Mutiara Hitam itu mencetak 4 gol dan membantu Portugal menang dengan skor 5-3 dengan satu sumbangan gol Portugal via Augusto.
Kemenangan Portugal membalikkan keadaan memang luar biasa. Namun, di benak para penonton yang hadir, mereka tetap memuji Korea Utara yang mampu memberikan perlawanan sengit sejak bertemu Italia.
Kekalahan dari Portugal membikin Korea Utara gagal melaju ke babak selanjutnya. Meski demikian, kiprah tim beralias Chollima ini di Piala Dunia 1966 memang tak kalah apik dibanding pencapaian Inggris yang menjadi juara di pentas tersebut.
Advertisement
Korea Utara Kembali 44 Tahun Kemudian di Piala Dunia
Setelah Piala Dunia 1966, Korea Utara tak pernah lagi berlaga di ajang sepak bola 4 tahunan tersebut. Faktornya sederhana: Mereka kerap kandas di babak kualifikasi.
Tapi pada Piala Dunia 2010, Korea Utara mentas kembali di ajang prestisius ini. Berlaga di Afrika Selatan, mereka satu grup dengan Brasil, Pantai Gading, dan Portugal.
Satu yang memantik perhatian publik dunia adalah laga Portugal vs Korea Utara. Jelang laga, Korea Utara diunggulkan karena diprediksi akan membikin kejutan layaknya Piala Dunia 1966.
Tapi, Korea Utara 2010 bukan Korea Utara 1966. Meski berpredikat negara kuda hitam dan non unggulan, Korea Utara harus rela menelan 3 kekalahan di babak grup.
Khusus bersua Portugal, Korea Utara tak mampu berbuat banyak. Jala mereka koyak 7 kali dan margin terbesar dibandingkan saat bertemu Brasil (1-2) dan Pantai Gading (0-3).
Terlepas dari pencapaian Korea Utara di Piala Dunia, nama mereka tetap akan dikenang publik dunia. Meski menutup perjalanan di Piala Dunia 1966 dan 2010 dengan kegagalan, Korea Utara tetap punya sejarah besar di edisi Piala Dunia.