Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa salah satu upaya untuk mencegah kanker payudara dengan melakukan deteksi dini. Hal ini bisa dilakukan dengan sendiri maupun dengan alat.
Namun, salah satu alat deteksi dini kanker payudara standar WHO yakni mamogram jumlahnya terbatas di Indonesia.
Advertisement
“Kanker lebih baik dideteksi sedari dini jangan dideteksi setelah stadium 3 atau 4. Deteksinya yang paling gampang adalah dengan Sadanis (periksa payudara secara klinis) dan Sadari (periksa payudara sendiri). Tapi kalau yang standar WHO itu harus menggunakan mammogram,” kata Budi.
Ketersediaan alat mammogram di Indonesia masih sedikit dibandingkan dengan negara tetangga. Sebut saja Australia dan Thailand. Dari 3 ribu rumah sakit di Indonesia, yang memiliki mammogram hanya 200 rumah sakit.
"Saya baru tahu dari tiga ribu rumah sakit, yang punya alat mammografi di Indonesia cuma dua ratus. Jadi banyak sekali breast cancer tidak bisa terdeteksi. Padahal, alatnya enggak mahal-mahal amat," kata Budi Gunadi.
Melihat data itu, Budi atas nama pemerintah berkomitmen secara bertahap menambah mamogram di rumah sakit yang ada di Tanah Air.
“Dari 514 kabupaten/kota kita, yang punya mammogram di bawah 100 kabupaten/kota. 80 persen wanita Indonesia tidak bisa dideteksi kanker payudara,” tuturnya mengutip keterangan resmi yang diterima Liputan6.com.
"Saya pastikan 2024 sudah punya mammogram di 514 kabupaten/kota. Yang paling penting adalah hidup sehat jangan terkena kanker,” tegasnya.
Kasus Kanker Payudara di Indonesia
Kanker payudara masih menjadi penyakit kanker teratas yang diidap perempuan Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2020, sebanyak 60 - 70 persen pasien kanker payudara di Indonesia didiagnosis stadium lanjut. Prevalensi ini juga sesuai dengan data Globocan tahun 2020.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Republik Indonesia Eva Susanti menyampaikan, kualitas hidup pasien dengan kanker payudara yang sudah memasuki stadium lanjut dapat terganggu.
“Sebanyak 60 - 70 persen pasien kanker payudara di Indonesia didiagnosis pada stadium lanjut, yaitu stadium 3 dan 4. Hal ini menyebabkan kualitas hidup dan kesintasan menjadi rendah serta beban pembiayaan yang sangat besar, ” ujar Eva saat acara bincang-bincang Menuju 0 (Nol) Penemuan Stadium Lanjut Kanker Payudara di Hotel Mulia Senayan, Jakarta pada Kamis, 6 Oktober 2022.
Menyikapi prevalensi pasien kanker payudara stadium lanjut, Pemerintah melakukan upaya promotif kesehatan dan penanganan preventif.
"Promosi kesehatan ini kunci utama dalam upaya penurunan insiden kematian dan kasus kanker payudara. Hal itu dikarenakan kanker payudara dapat terdeteksi pada stadium dini," terang Eva.
Advertisement
1,7 Persen Kanker Payudara Dicurigai Ganas
Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) Linda Agum Gumelar menambahkan, pihaknya selalu bersiaga melakukan pendampingan bagi pasien kanker payudara. Ia menekankan sebanyak 1,7 persen kasus kanker payudara dicurigai ganas.
"Kami melakukan pendampingan masyarakat. Pendampingan di WhatsApp Group tiap hari. Yang bergabung juga makin banyak," tambahnya.
"Ada 1,7 persen dicurigai ganas. Walaupun yang dicurigai ganas belum tentu kanker payudara ya, karena kan masih perlu ada pemeriksaan lebih lanjut. Dan itu memang memprihatinkan kita ada peningkatan kasus kanker payudara."
Di sisi lain, Linda menyoroti 70 persen kasus kanker payudara sudah masuk stadium lanjut.
"Bedanya sama negara maju bisa banyak (kasus kanker payudara), tapi bukan dalam stadium lanjut. Di Jepang, katanya, kanker payudara tinggi, tapi bukan mematikan," sambungnya.