Pinisi, Ikon Legendaris Pelaut Nusantara yang Ternyata Bukan Nama Kapal

Pinisi sebenarnya merujuk pada sistem layar, tiang, dan layar dan segala konfigurasinya yang dipasangkan pada lambung kapal.

oleh Tifani diperbarui 13 Okt 2022, 04:00 WIB
Kapal pinisi The MAJ Oceanic yang memiliki Master Suite terbesar di Indonesia memberikan pengalaman berlayar penuh kemewahan di Taman Nasional Komodo

Liputan6.com, Makassar - Kapal pinisi merupakan kapal tradisional masyarakat Sulawesi Selatan. Kapal tradisional ini menjadi ikon legendaris budaya pelaut di Indonesia.

Kapal pinisi menjadi mahakarya tradisi pelaut suku Bugis yang hingga kini masih diproduksi. Dikutip dari laman gln.kemdikbud.go.id, pinisi bukanlah sebuah nama kapal.

Pinisi sebenarnya merujuk pada sistem layar, tiang, dan layar dan segala konfigurasinya yang dipasangkan pada lambung kapal, bukan nama kapalnya. Beberapa contoh kapal yang menggunakan sistem pinisi adalah Kapal Lambo (Lamba) dan Palari.

Kapal pinisi berasal dari Sulawesi Selatan pada abad ke-19, pertama kali dibuat oleh suku Konjo yang bertempat tinggal di Kabupaten Bulukumba. Pelaut dari suku tersebut memiliki ide untuk menggabungkan rig tradisional mereka dengan rig sekunar Barat dan menyebutnya rig pinisi.

Nama pinisi berasal dari dua kata, “picuru” yang berarti “teladan yang baik” dan “binisi” yang berarti “ikan kecil dan lincah”. Nama ini diberikan oleh raja mereka pada saat itu untuk menghormati penemuan pelaut.

Suku Konjo menggunakan kapal pinisi sebagai alat transportasi dan keperluan memancing. Kapal tradisional ini menerapkan lambung khusus yang disebut palari yang memiliki cukup ruang untuk kargo besar.

Hanya ada satu kabin yang terletak di buritan untuk kapten, dan para kru tidur di ruang kargo atau dek. Layar yang mereka gunakan disebut nade, yang juga terinspirasi dari kapal-kapal barat.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Sudah Ada Sejak Abad ke-14

Meski dipercaya oleh banyak orang bahwa kapal dengan sistem pinisi telah ada sejak abad ke-14, nyatanya tidak ada bukti yang mendukung pernyataan tersebut. Sebuah penelitian telah mengungkap bahwa kapal milik Pangeran Sawerigading yang digunakan untuk berlayar ke berbagai negeri bukan pinisi, tetapi Perahu Welenrengnge.

Selain itu, pinisi pertama kali bukan diciptakan oleh Suku Bugis, tetapi Suku Konjo di Tana Beru, Bira, Ara, dan Lemo-Lemo di Sulawesi. Kendati demikian, Suku Bugis juga menggunakan kapal ini untuk transportasi antarpulau dan kebutuhan memancing.

Pendapat lain meyakini bahwa pinisi berasal dari bahasa Jerman 'pinasse' yang merujuk pada kapal layar berukuran kecil. Dalam perkembangannya, kata itu diserap oleh orang Melayu menjadi 'pinas' atau bahkan 'penis', pada pertengahan abad ke-19.

Bentuk kapal pinisi asli memiliki dua tiang dengan tujuh hingga delapan layar. Berbeda dengan kapal barat yang memiliki 3 tiang, pinisi hanya memiliki 2.

Tiang depan sedikit lebih tinggi dari tiang buritan, dan layar berjajar di tengah. Setiap tiang dilengkapi dengan layar persegi panjang besar dan layar segitiga kecil, dengan yang besar berada di bawah.

Layar lainnya diikat dari tiang depan ke cucur dan biasanya terdiri dari 3 atau 4 layar segitiga kecil. Kapal pinisi standar memiliki panjang sekitar 20-35 meter, meskipun ada varian kecil kapal yang panjangnya hanya sekitar 10 meter yang digunakan untuk memancing.

Model selanjutnya dapat mencapai hingga 50 meter dan dapat memuat sekitar 30 orang. Jenis kapal pinisi ini hanya sedikit, dan kebanyakan hanya digunakan untuk perjalanan kapal pesiar yang mewah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya