Bank Dunia Ubah Garis Kemiskinan, BPS Sebut Indonesia Terus Membaik

Sementara itu, tingkat kemiskinan di Maret 2022 jumlah penduduk miskin di Indonesia turun menjadi 26,16 juta orang.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Okt 2022, 16:50 WIB
Aktivitas warga di perkampungan kumuh kawasan Semper, Cilincing, Jakarta, Selasa (12/10/2021). Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta per September 2021 mencatat, jumlah penduduk miskin di Ibu Kota mencapai 362 ribu jiwa. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia (World Bank) mengeluarkan ketentuan baru mengenai kondisi garis kemiskinan internasional. Garis kemiskinan ekstrem secara internasional menjadi USD 2,15 atau Rp 32.752 per orang per hari (asumsi kurs rupiah 15.200 per dolar AS). Dengan hitungan ini, angka kemiskinan di Indonesia naik menjadi 13 juta orang.

Sekretaris Utama Badan Pusat Statistik (BPS), Atqo Mardiyanto mengakui angka kemiskinan di Indonesia naik pada 2022. Namun kenaikan ini karena pandemi Covid-19.

"Jadi memang mulai 2020 setelah ada pandemi pertumbuhan kita ada kontraksi, kemiskinan juga naik," kata Atqo saat ditemui di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).

Namun, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik, angka kemiskinan di Tanah Air pun berkurang. Apalagi tren pertumbuhan tiap kuartal di tahun ini di atas 5 persen.

"Ini sudah mulai bagus perkembangannya. Jadi sudah menuju ke arah pemulihan baik kemiskinan, itu trennya ini yang sudah bagus," kata dia.

Dari data BPS pada September 2020, tingkat kemiskinan di Indonesia naik menjadi 27,55 juta orang. Angka ini naik 1,13 juta dari posisi Matert 2020 dan 2,76 juta di bulan September 2020.

Sementara itu, tingkat kemiskinan di Maret 2022 jumlah penduduk miskin di Indonesia turun menjadi 26,16 juta orang. Artinya 9,54 persen dari total penduduk Indonesia berada di garis kemiskinan. Angka ini menurun 0,17 persen terhadap September 2021 dan menurun 0,6 persen poin terhadap Maret 2021.

 


Bank Dunia Ubah Patokan, Penghasilan di Bawah Rp 32 Ribu per Hari Masuk Garis Miskin

Warga memancing dekat pemukiman penduduk di kawasan Pluit, Jakarta, Kamis (10/12/2020). Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebutkan jumlah penduduk miskin di Jakarta meningkat 1,11 persen akibat terdampak pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Bank Dunia (World Bank) mengeluarkan ketentuan baru mengenai kondisi garis kemiskinan internasional.

Dikutip dari laporan Bank Dunia bertajuk 'East Asia and The Pacific Economic Update October 2022: Reforms for Recovery', Jumat (30/9/2022) garis kemiskinan ekstrim secara internasional menjadi USD 2,15 atau Rp 32.752 per orang per hari (asumsi kurs rupiah 15.200 per dolar AS).

Sebelumnya, garis kemiskinan ekstrem internasional ditentukan dengan penghasilan di level USD 1,90 atau sekitar Rp 28.900 per orang per hari.

Hal itu artinya apabila penghasilan seseorang hanya mencapai sekitar Rp 32.000 per hari, maka orang tersebut dikategorikan dalam kondisi miskin.

Selain itu, Bank Dunia juga mengubah batas penghasilan kelas menengah ke bawah (lower middle income class) menjadi USD 3,65 (Rp 55.600) per orang per hari, naik dari USD 3,20.

Adapun batas penghasilan kelas menengah ke atas (upper middle income class) yang naik dari USD 5,50 kini menjadi USD 6,85 (Rp 104.351) per orang per hari.

Batasan baru ini membuat sebanyak 33 juta orang kelas ekonomi menengah bawah di kawasan Asia turun kelas menjadi miskin. Indonesia dan China menjadi negara dengan penurunan kelas menengah bawah dan atas terbanyak, ungkap Bank Dunia.

Bank Dunia mencatat, kedua negara ini bersama-sama menyumbang lebih dari 85 persen peningkatan daerah dalam jumlah penduduk miskin.

"Meskipun dampak pada kemiskinan ekstrim (dengan penghasilan USD 2,15) relatif terbatas karena kemiskinan ekstrim di wilayah tersebut sudah sangat rendah, perubahan pada garis kelas berpenghasilan menengah ke bawah dan menengah ke atas masing-masing USD 3,65 dan USD 6,85 perlu diperhatikan," jelas Bank Dunia.

 


Pemerintah Targetkan Kemiskinan di Kisaran 7,5 Persen pada 2023, Bisakah Terwujud?

Aktivitas anak-anak di kawasan perkampungan kumuh Semper, Cilincing, Jakarta, Selasa (12/10/2021). Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta per September 2021 mencatat, jumlah penduduk miskin di Ibu Kota mencapai 362 ribu jiwa. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyepakati Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2023, menjadi UU APBN 2023.

Dalam UU APBN 2023 tersebut ditetapkan tingkat Kemiskinan berada di kisaran 7,5-8,5 persen dan Gini Ratio berada di kisaran indeks 0,375-0,378. Menengok ke belakang, per Maret 2022, tingkat kemiskinan di Indonesia masih berada di angka 9,54 persen.

Ekonom UOB Enrico Tanuwidjaja menilai, kenaikan inflasi masih akan terus berlanjut bahkan hingga tahun depan. Dia memprediksi tingkat inflasi di Desember 2022 bisa tembus 7 persen.

Namun jika dihitung rata-ratanya tingkat inflasi sepanjang tahun 2022 sekitar 4,9 persen. Sedangkan inflasi di tahun 2023 secara tahunan akan kembali mereda pada level 4,1 persen.

"Kalau kita rata-rata tahun ini 4,9 persen dan tahun depan 4,1 persen," Enrico saat ditemui di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Kenaikan inflasi ini tentu akan sangat dirasakan masyarakat kalangan menengah ke bawah. Sehingga pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada mereka melalui ruang fiskalnya. Apalagi jika pemerintah berencana untuk menekan angka kemiskinan di tahun depan hingga 7,5 persen.

"Ruang gerak pemerintah harus fokus kasih bantalan sosial kepada masyarakat kelas bawah," kata dia.

 


Tantangan Baru

Tentunya hal ini akan menjadi tantangan baru bagi pemerintah dalam mengatur keuangannya. Berbagai program bantuan sosial yang sudah berjalan sekarang bisa terus dilanjutkan untuk menjaga daya beli masyarakat.

"Buat kalangan bawah, buffer ini harus diberikan. Kegiatan ekonomi tidak tertutup lagi karena sektor informalnya tinggi," kata dia.

"Ketika kita masuk ke masa endemi, kita tidak bisa seperti dulu , makanya ini harus dijaga momentumnya agar terus berjalan," kata dia.

Dia juga memperingatkan surplus neraca perdagangan yang sudah berlangsung selama 2 tahun ini perlu menjadi perhatian di tahun depan. Mengingat kondisi mitra dagang Indonesia tahun depan menghadapi risiko resesi.

Walaupun neraca dagang masih akan surplus, dia memperkirakan nilai akan mulai berkurang. Makanya, aspek ini juga perlu menjadi perhatian pemerintah di tahun depan.

"2 tahun ini kita sudah surplus tapi harus hati-hati di tahun depan, ini harus dijaga," pungkasnya.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Penduduk Miskin Indonesia

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya