Liputan6.com, Jakarta - Resesi global semakin mendekat dibuktikan dengan ada 28 negara yang antre minta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF). Ekonom menilai Indonesia tidak akan masuk ke jurang resesi global.
Alasannya, perekonomian Indonesia bergantung pada konsumsi domestik. Artinya, tidak bergantung pada ekspor atau impor dari negara lain.
Advertisement
"Kondisi indonesia masih cukup baik dan diyakini mampu bertahan menghadapi resesi global. Indonesia berbeda dengan negara-negara yang terlalu bertumpu kepada ekspor (impor). Perekonomian Indonesia lebih bertumpu kpd konsumsi domestik yang diperkirakan akan membaik seiring meredanya pandemi," ujar Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).
Menurutnya, Indonesia juga terbantu dengan adanya peningkatan harga komoditas yang jadi andalan ekspor. Sehingga mampu membantu kinerja neraca perdagangan.
Informasi, per Agustus 2022, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus USD 34,89 miliar. Bahkan, disebut masih akan terus meningkat dan memecahkan rekor neraca perdagangan di akhir tahun.
"Resesi global tentu akan menahan atau bahkan menurunkan harga komoditi tetapi tidak membuat harga komoditi jatuh. Masih akan tetap cukup tinggi dan menguntungkan indonesia yang mengandalkan komoditi," ujarnya.
Berpengaruh Sedikit ke Pertumbuhan Ekonomi
Lebih lanjut, Piter menilai, resesi global tidak akan berpengaruh banyak ke tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meski, diakui akan mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi.
"Kalaupun indonesia terdampak oleh resesi global, diperkirakan hanya membuat pertumbuhan ekonomi kita melambat tidak bisa mencapai target diatas 5 persen," kata dia.
Mengacu kemampuan APBN dalam memberikan bantalan sosial, dia memandang negara masih bisa menanggungnya. Ini juga jadi salah satu upaya pemerintah menjaga daya beli masyarakat.
"Pemerintah juga masih akan mampu menyalurkan bantuan-bantuan jaring pengaman sosial termasuk kartu prakerja dan lain-lain," pungkasnya.
Advertisement
28 Negara Antre Minta Bantuan IMF, Indonesia Bakal Ikutan?
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkap ada sekitar 28 negara yang antre ke Dana Moneter Internasional (IMF) karena kondisi ekonominya. Indonesia diprediksi bisa ikut dalam antrean tersebut.
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita menilai kalau Indonesia bisa saja masuk menjadi salah satu 'pasien' IMF. Itu bisa terjadi jika Indonesia tak mampu memitigasi potensi resesi sejak dini.
"Dengan kondisi global dan domestik saat ini, tak menutup kemungkinan Indonesia akan masuk barisan antrian jika tak serius memitigasi resesi global ini di level domestik," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (12/10/2022).
Dalam langkah mitigasi tersebut, Ronny menyebut salah satunya bisa dilakukan melalui bantuan sosial. Apalagi, pemerintah sudah mengurangi porsi subsidi emergi, sehingga bansos lainnya bisa dialokasikan dari uang negara.
Dengan pengurangan subsidi energi, disambung dengan menurunnya harga minyak dunia, Ronny memandang kalau ruang fiskal untuk menopang bansos di masyarakat. Bansos ini, bisa diprioritaskan ke aspek-aspek penting guna menambah daya tahan masyarakat.
"Biasanya, pemerintah akan bersedia memberikan ruang fiskal yang cukup lebar untuk tambalan sosial ekonomi, jika ruang fiskal untuk cicilan dan bunga utang juga lebar," terangnya.
"Sebagaimana kita lihat tahun ini, pemerintah memilih mengurangi subsidi dan kompensasi energi, karena membebani anggaran terlalu besar, hampir sama besar dengan cicilan dan bunga utang, sehinga ruang untuk bermanuver secara fiskal menjadi sangat sempit," tambah dia.
Ruang Fiskal Cukup
Dia menilai, ketika pemerintah mengurangi subsidi dan kompensasi energi, terdapat ruang fiskal yang cukup untuk mengalirkan anggaran ke belanja lain. Terutama belanja sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT).
Kendati begitu, dia meminta pemerintah memberikan bansos tak sebatas pada bantuan tunai. Tapi bisa diberikan dalam bentuk pelatihan.
"Nah, di tahun depan, dengan peningkatan penerimaan pajak, berkurangnya belanja subsidi energi, dan turunnya harga minyak dunia, saya kira, ruang fiskal untuk bansos akan semakin lebar. Bahkan seharusnya bentuk dan jenisnya harus diperbanyak, tidak melulu berjenis cash transfer, tapi pemberdayaan atau empowerment," bebernya.
Advertisement