Liputan6.com, Denpasar Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti memberi tanggapan soal tindakan melukai diri sendiri yang berkaitan dengan kesehatan mental. Menurutnya, hal ini perlu kajian lebih lanjut.
“Saya kira perlu satu kajian, perlu kita kaji lagi. Memang jadi perdebatan, yang jelas itu kalau di dalam asuransi, orang yang melukai diri sendiri seperti melakukan olahraga berisiko tinggi seperti cantole itu memang tidak dijamin (BPJS), termasuk yang bunuh diri,” ujar Ghufron saat ditemui di Sanur, Denpasar, Bali, Rabu (12/10/2022).
Advertisement
Hanya saja, lanjutnya, sebagian orang menganggap bahwa orang yang melukai diri sendiri justru karena mereka sakit. Jika tidak sakit, maka mereka tidak akan melakukan tindakan tersebut.
“Nah maka ini perlu penelitian, pada dasarnya kalau memang itu adalah orang sakit dan jika secara kemampuan dana BPJS cukup ya kenapa tidak (ditanggung BPJS) tapi ini perlu penelitian dulu, perlu pengkajian dulu. Enggak boleh langsung diputuskan gitu.”
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa tindakan melukai diri sendiri akibat gangguan jiwa perlu memperoleh tanggungan biaya perawatan BPJS Kesehatan. Namun, hingga saat ini belum semua perawatan pasien akibat gangguan kejiwaan bisa ditanggung BPJS Kesehatan seperti disampaikan Direktur Kesehatan Jiwa (Keswa) Kementerian Kesehatan RI Vensya Sihotang di Jakarta beberapa waktu lalu.
Skrining Kesehatan
Selain dorongan untuk menanggung biaya pengobatan orang yang melukai diri sendiri, BPJS Kesehatan juga diminta menanggung biaya skrining kesehatan.
Hal ini dilontarkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menurutnya, skrining penyakit akan ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2023.
Biaya skrining kesehatan yang akan ditanggung termasuk skrining gula darah, tekanan darah, dan darah tinggi.
"Mulai tahun depan, skrining akan di-cover oleh BPJS. Jangan BPJS kerjanya hanya proaktif, harus preventif, semua skrining tadi, seperti gula, hipertensi, kolesterol, akan dicover BPJS," kata Budi, dalam kesempatan peringatan Hari Stroke Dunia 2022 tingkat Provinsi Banten di Maxxbox, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Selasa, 11 Agustus 2022.
Terkait hal ini, Ghufron mengatakan, pihaknya sangat mendukung pernyataan Menkes.
"Kami dengan senang hati mensuport apa yang yang disampaikan Pak Menkes," ujar Ali dalam Konferensi Pers di RSUD Bali Mandara, Bali, Rabu (13/10/2022).
Advertisement
Anggaran Dana 8 T
Ghufron juga memastikan, pihaknya sudah menganggarkan dana sebesar Rp8 triliun khusus untuk skrining.
"Yang jelas tahun 2023 kami anggarkan sebanyak Rp8 triliun untuk skrining dan akibat skrining," katanya.
Prof Ghufron juga menjelaskan, akibat skrining yang dimaksud adalah temuan penyakit yang didapat setelah melakukan skrining. "Itu kalau orang terdeteksi karena diskrining kan bukan dibiarin, harus dilayani."
Prof Ghufron kemudian menjabarkan alasan penetapan anggaran senilai Rp8 triliun yang sebelumnya disebutkan. Menurutnya, angka Rp8 triliun ditetapkan setelah melakukan berbagai penghitungan. Rp8 triliun juga ditetapkan lantaran banyak masyarakat Indonesia yang sudah sakit sebelum skrining.
"Kenapa Rp8T? Karena masyarakat Indonesia banyak yang sudah sakit," lanjutnya.
Anggaran Termasuk untuk Penanganan Kasus yang Ditemukan
Ghufron mencontohkan, dari skrining yang dilakukan maka bisa ditemukan banyak kasus seperti hipertensi atau darah tinggi.
"Kalau skrining berarti case finding, berarti kasus ketemu. Kalau kasusnya ketemu, perlu ditangani."
"Penanganan ini perlu biaya. Jadi dihitung, data yang kasus yang ada berapa dan setelah skrining berapa dan yang perlu ditangani ada berapa."
Lantas, dari mana sumber dana untuk memenuhi target Rp8T?
Menurut Ghufron, angka ini menunggu persetujuan dari pihak lain seperti Kementerian Keuangan.
Di sisi lain, ia menyatakan bahwa BPJS sekarang sudah agak sehat dari sisi finansial. Hal ini ditandai dengan pendapatan BPJS Kesehatan yang naik pada 2021 setelah sebelumnya turun akibat pandemi COVID-19.
Advertisement