28 Negara Antre jadi Pasien IMF, Airlangga: Krisis Kali Ini Lebih Parah dari Krismon 1997

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, krisis yang terjadi saat ini lebih parah dari krisis moneter Asia (Krismon) pada 1997 hingga 1998 silam.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Okt 2022, 12:30 WIB
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (Dok: ekon.go.id)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, krisis yang terjadi saat ini lebih parah dari krisis moneter Asia (Krismon) pada 1997 hingga 1998 silam.

Hal ini tercermin dari banyaknya jumlah negara yang mengantre menjadi pasien Dana Moneter Internasional (IMF). Tercatat, sebanyak 28 negara tengah membutuhkan bantuan bantuan utang sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

"Bapak presiden (Jokowi) + menyebutkan sudah ada 28 negara yang meminta bantuan IMF, bandingkan pada saat finansial krisis Asia jumlah negara masuk pasien jauh lebih kecil dari itu," kata Airlangga dalam acara Capital Market Summit & Expo 2022 (CMSE 2022) di Jakarta, Kamis (13/10).

Berkaca pada kondisi tersebut, IMF kembali menurunkan proyeksi petumbuhan perekonomian global tahun ini menjadi 3,2 persen. Angka ini lebih kecil dari proyeksi pada Januari 2022 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,4 persen di sepanjang tahun ini.

"Dan proyeksi (ekonomi global) 2023 juga turun menjadi 2,7 persen," tutupnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa dia baru saja mendapat kabar dari Amerika Serikat (AS), di mana sebanyak 28 negara meminta pertolongan kepada Dana Moneter Internasional (IMF) untuk dibantu perekonomiannya.

"Saya pagi dapat informasi dari pertemuan di Washington DC, 28 negara sudah antre di markasnya IMF, menjadi pasien," ujar Jokowi dalam Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (11/10).

Menurut dia, itu jadi peringatan bagi Indonesia agar tidak sampai ikut jadi negara yang bangkrut. "Ini yang kita lagi tetap menjaga optimisme, tetapi yang lebih penting hati-hati dan waspada," tegas Jokowi.

Jokowi menilai, perubahan fundamental dalam ekonomi global saat ini memang sedang terjadi. Dari yang dulunya relatif mudah diprediksi, dihitung, dikalkulasi, menjadi dunia yang penuh ketidakpastian dan volatilitas tinggi.

"Dengan situasi yang ada saat ini, negara mana pun dapat terlempar sangat cepat keluar jalur dengan mudahnya, apabila tidak hati-hati dan waspada, baik dalam pengelolaan moneter maupun fiskal," kata Jokowi.


Jokowi ke Menteri soal Krisis Ekonomi Dunia: Badai Sudah Datang, Hati-Hati Buat Kebijakan

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait Pembentukan Tim Transformasi Sepak Bola Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat, 7 Oktober 2022. (Dok Biro Pers Sekretariat Presiden RI)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan situasi ekonomi global dan geopolitik sangat menyulitkan semua negara, sebab menimbulkan ketidakpastiaan yang tinggi. Dia mengungkap, sebanyak 28 negara sudah antre untuk meminjam uang dari Dana Moneter Internasional (IMF).

"Artinya, badai itu sudah datang sehingga persiapan kita ini harus betul-betul persiapan detail. Enggak bisa lagi kita bekerja hanya rutinitas. Enggak bisa lagi sekarang ini," ujar Jokowi saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara Jakarta, Selasa 11 Oktober 2022.

Dia pun meminta semua menteri untuk bekerja secara makro, mikro, dan detail agar Indonesia bisa selamat dari ancamana krisis ekonomi dunia. Jokowi juga mengingatkan jajarannya untuk berhati-hati setiap mengambil sebuah kebijakan.

"Kehati-hatian kita dalam setiap membuat kebijakan betul-betul jangan sampai lepas dari manajemen kita karena memang situasinya betul-betul ini situasi yang luar biasa sulitnya," jelasnya.

"Sekali lagi policy setiap kementerian dan lembaga itu hati-hati. Urusan kecil-kecil, tapi sekarang ini semuanya sensitif," sambung Jokowi.

Selain itu, dia memerintahkan para menteri untuk konsentrasi dan fokus terhadap tugas masing-masing. Jokowi menekankan program-program yang ada harus betul-betul terimplementasi dan bermanfaat bagi masyarakat.

"Saya minta pada Bapak Ibu sekalian untuk konsentrasi dan betul-betul fokus pada tugas kita masing-masing. Kemudian juga implementasi dari program-program yang ada. Betul-betul dilihat betul bermanfaat riil atau ndak. Kalau ndak bisa dibelokan ke hal-hal yang riil," pungkas Jokowi.


Lebih Parah dari 1998

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut dari dampak krisis ekonomi saat ini lebih parah dibandingkan krisis pada tahun 1998. Hal ini menyusul adanya 28 negara yang sedang mengantre untuk meminjam uang dari Dana Moneter Internasional (IMF).

"Bapak Presiden menyampaikan, di IMF sudah ada 28 negara yang masuk untuk memperoleh bantuan. 14 sudah masuk dan 14 dalam proses. Ini magnitudenya lebih besar dari krisis 1998, di mana krisis di tahun ‘98 itu di beberapa negara ASEAN," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 12 Oktober 2022.

Untuk itu, kata dia, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan para menterinya berhati-hati dalam mengambil setiap kebijakan. Jokowi tak mau Indonesia bernasib sama seperti Inggris, dimana nilai mata uangnya jatuh karena kebijakan yang dibuat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya