Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir membentuk Sugar Co untuk menjaga ketahanan pangan dan energi di tengah ancaman ketidakpastian global.
Menteri Erick dalam acara peresmian Revitalisasi Industri Gula Nasional untuk Ketahanan Pangan dan Energi di Kebun Tebu Temugiring, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, Senin petang, mengatakan upaya tersebut juga sebagai salah satu langkah strategis Kementerian BUMN melakukan transformasi pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN)
Advertisement
Untuk meningkatkan produksi dan hilirisasi gula, Kementerian BUMN membuat terobosan dengan membentuk perusahaan perkebunan tebu dalam satu entitas bernama Sugar Co atau PT Sinergi Gula Nusantara (SGN).
"Fokus Sugar Co tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, meningkatkan kesejahteraan petani tebu, menjaga stabilitas harga gula petani, tetapi juga menjadi produsen bioetanol yang merupakan produk turunan dari tebu sebagai campuran bahan bakar minyak,” katanya dikutip dari Antara, Kamis (13/10/2022).
Ia menilai langkah ini sejalan dengan prioritas Presiden Joko Widodo yang selalu menekankan pembangunan ekosistem dan mengurangi ketergantungan atas rantai pasok dunia untuk sektor pangan dan energi.
PTPN juga melakukan langkah strategis dengan membentuk Palm Co atau sebagai perusahaan spin-off PTPN untuk hilirisasi kelapa sawit. Untuk pengembangan produk komoditas lainnya, dikelompokkan ke dalam payung Supporting Co.
Dengan terbentuknya Sugar Co, kata dia, payung usaha ini menjadi raksasa produsen gula di Tanah Air yang berhasil mengintegrasikan tujuh perusahaan PTPN dan dua cucu perusahaan. Namun lebih dari itu, Sugar Co juga akan menjadi tulang punggung ketahanan pangan dan salah satu penggerak ketahanan energi nasional dengan produk bioetanol.
"Hari ini coba kita kick off, kita berharap revitalisasi industri gula untuk ketahanan pangan dan energi di Kabupaten Mojokerto ini dapat memenuhi kebutuhan gula nasional untuk jangka menengah dan panjang," ujarnya.
Kesejahteraan Petani
Presiden Jokowi, lanjut Erick, juga ingin memastikan kesejahteraan petani harus menjadi bagian dalam revitalisasi ini.
"Kita ingin memastikan pendapatan petani yang Rp13,1 juta per hektare didorong menjadi Rp32,1 juta per hektare. Tapi jangan terburu-buru, bertahap karena perlu juga yang namanya pupuk, bibit, dan off-taker-nya," ucapnya.
Bioetanol salah satu bahan bakar alternatif berasal dari tumbuhan yang sudah melewati proses fermentasi, salah satu tumbuhan yang bisa dimanfaatkan adalah tebu. Berdasarkan hasil studi di Brazil, satu ton tebu dapat menghasilkan setara 1,2 barrel minyak mentah. “Seiring dengan meningkatnya produksi tebu nasional, Sugar Co sendiri berpotensi memproduksi bioetanol sebanyak 1,2 juta kilo liter pada 2030,” ujarnya. Melihat potensi yang begitu besar, Pertamina pun akan memulai proyek percontohan di Pabrik Gula Gempolkrep untuk memproduksi Bioetanol dari Sugar Co.
“Dengan mencampur Bioetanol ke BBM Pertamina yang sudah ada, maka BBM Pertamina akan lebih ramah lingkungan," ujarnya.
Erick mengatakan revitalisasi industri gula yang dilakukan BUMN dapat memperluas hilirisasi produk yang bisa menyerap lebih banyak lapangan kerja.
Ia mengatakan sektor ini memiliki turunan dalam bentuk ampas tebu yang dapat mendukung industri farmasi.
"Ampas tebu ini salah satu bahan baku farmasi yang halal. Dengan demikian produk farmasi akan lebih terjangkau karena tidak impor bahan bakunya. Ikhtiar ini perlu dukungan semua pihak, kedaulatan pangan dan energi harus kita ciptakan bersama-sama," katanya.
Advertisement
Transformasi Bisnis Holding Perkebunan Nusantara
PT SGN atau SugarCO, merupakan wujud dari akselerasi transformasi bisnis di Holding Perkebunan Nusantara yang berasal dari penggabungan aset-aset perusahaan perkebunan tebu milik PTPN Group, yakni PTPN II, PTPN VII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII dan PTPN XIV.
Percepatan swasembada gula nasional dilakukan untuk sejumlah tujuan, yakni menjamin ketahanan pangan nasional, menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri, serta mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu. Selain itu, peningkatan produksi tebu nasional, juga diharapkan akan beriringan dengan peningkatan produksi bioethanol berbasis tebu dalam rangka ketahanan energi, dan pelaksanaan energi bersih melalui penggunaan bahan bakar nabati (biofuel).
Sebagaimana Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), Pemerintah telah memasukkan integrasi Group Perkebunan Nusantara melalui pembentukan SugarCo, PalmCo, dan SupportingCo ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) tahun 2022.
“Menindaklanjuti peraturan tersebut, kami telah menyusun rencana aksi, pencapaian, dan tindak lanjut terhadap integrasi PTPN Group, khususunya melalui SugarCo, guna mewujudkan swasembada gula konsumsi pada tahun 2028 dan gula industri pada tahun 2030, peningkatan kesejahteraan petani tebu melalui peningkatan produktivitas dan rendemen, juga menjaga stok gula konsumsi untuk stabilisasi harga,” ujar Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mohammad Abdul Ghani.
SugarCo, lanjut Abdul Ghani, merupakan wujud dari akselerasi transformasi bisnis di holding klaster perkebunan dan kehutanan, selain PalmCo dan SupportingCo. Sebagai entitas tunggal dari 36 pabrik gula (PG) milik PTPN Group, SugarCo, akan menjadi perusahaan gula terbesar di Indonesia dengan proyeksi pengembangan lahan tebu nasional dengan berkolaborasi dengan Perhutani dan petani tebu hingga mencapai 700 ribu hektare di 2030 mendatang.
Produksi Gula Kristal Putih
Abdul Ghani mengatakan, pada tahun 2021 produksi gula kristal putih (GKP) Nasional sebesar 2,35 juta ton dengan kebutuhan konsumsi gula nasional sebesar 3,12 juta ton. Dengan demikian, sisa kebutuhan gula nasional terpaksa harus dipenuhi melalui impor sebesar 1,04 juta ton setara GKP.
Namun, Abdul Ghani optimistis, jika SugarCo sudah memiliki luas lahan sebagaimana yang ditargetkan, akan mampu menguasai 60 persen-70 persen pasar gula nasional.
“Dengan demikian, diharapkan akan menghilangkan impor gula yang selama ini menjadi permasalahan dan kekhawatiran para petani tebu,” ungkapnya.
Menurut Abdul Ghani, sejalan dengan peningkatan produktivitas gula, baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi, maka akan meningkatkan potensi produksi bioethanol berbasis tebu dengan target sebanyak 1,2 juta kiloliter di tahun 2030. Hal ini, menjadi penting untuk substitusi kebutuhan impor minyak mentah yang dapat digunakan untuk bauran energi kendaraan yang ramah lingkungan.
Langkah PTPN Group dalam pengembangan bioethanol, sejalan dengan sustainable energy transition yang menjadi salah satu agenda prioritas G-20 di Bali, selain global health architecture dan digital transformation.
“Tentunya, ini akan memberikan alternatif bagi negara untuk mengurangi beban ketergantungan impor bahan bakar fosil, yang juga akan bermuara pada ketahanan nasional di sektor energi,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menyatakan, bahwa Pertamina siap bersinergi mendukung penggunaan dan pengujian biofuel.
“Uji coba penggunaan biofuel E5 ini adalah bentuk komitmen Pertamina dalam meneruskan upaya transisi ke energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan dan sustainable,” ujarnya.
Dalam Kick off Revitalisasi Industri Gula Nasional untuk Ketahanan Pangan dan Energi, di Mojokerto, Erick Thohir melakukan peninjauan dan berdialog dengan petani ke Kebun Temugiring PTPN X dan menyaksikan proses panen tebu mekanisasi menggunakan cane harvester serta penanaman tebu mekanisasi dengan cane planter di area demoplot dengan bibit varietas unggul jenis NX04 yang dirilis oleh Pusat Penelitian Gula Jengkol PTPN X.
Advertisement