Rencana RI Lepas Status Pandemi COVID-19 Awal 2023, Epidemiolog Ingatkan Sederet Hal Ini

Indonesia punya rencana pencabutan status pandemi COVID-19 dilakukan pada awal tahun 2023.

oleh Diviya Agatha diperbarui 13 Okt 2022, 18:36 WIB
Ilustrasi pandemi COVID-19 (pexels.com/Anna Shvet)

Liputan6.com, Jakarta Pencabutan status pandemi COVID-19 telah ditunggu oleh begitu banyak orang. Dua tahun berlalu hidup dalam pandemi membuat miliaran penduduk dunia menunggu-nunggu angin segar tersebut.

Indonesia sendiri merencanakan pencabutan status pandemi COVID-19 pada awal tahun 2023 dengan melihat perkembangan kasus. Jika kasus tetap landai, kemungkinan status pandemi akan dicabut pada Februari mendatang.

Berkaitan dengan hal ini, Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa akhir dari status pandemi COVID-19 sebenarnya telah membelenggu banyak negara termasuk Indonesia.

"Membelenggu banyak negara termasuk Indonesia, karena akhirnya (harus) ada lanjutan dalam bentuk deklarasi darurat kesehatan di Indonesia. Status ini membelenggu dalam upaya banyak negara untuk melakukan pemulihan," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

"Tapi sekali lagi, ini pandemi. Status wabah global yang kalau bicara wabah global tidak bisa tidak, harus merujuk pada WHO (Organisasi Kesehatan Dunia)."

Meski begitu, menurut Dicky, status pandemi COVID-19 sebenarnya tidak ada di dalam konferensi internasional. WHO hanya memiliki wewenang untuk menetapkan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Belum lagi, PHEIC tidak bisa dijadikan standar untuk merubah status pandemi menjadi endemi dengan sesungguhnya. Dicky mengungkapkan, saat inipun ada tiga penyakit yang memiliki PHEIC yakni polio, monkeypox, dan COVID-19.

Sedangkan yang menjadi status pandemi hanya COVID-19 saja.


Bisa Dideklarasikan Negara Mana Saja

Warga sedang berkunjung ke Kota Tua, Jakarta Barat sambil mengenakan masker karena masih di tengah pandemi COVID-19. (28/8/2022) Foto: Liputan6.com/ Ade Nasihudin).

Sehingga menurut Dicky, tidak adanya status pandemi COVID-19 yang diakui dalam internasional, bisa saja negara manapun melakukan deklarasinya sendiri-sendiri.

"Karena status pandemi itu tidak ada dalam konferensi internasional, ada celah bisa saja negara itu mencabut status pandemi. Tapi, sangat tidak logis dan juga tidak kuat kalau itu tidak ada rekomendasi WHO," kata Dicky.

"Di sisi lain, WHO tidak pernah menyatakan pandemi. Kalau kita ingin lebih punya dasar, dalam memanfaatkan situasi ini, negara-negara bisa berkonsultasi dengan WHO untuk bisa menyampaikan bahwa situasi sudah bukan pandemi --- mencabut status kedaruratannya."

Dicky menjelaskan, jika melihat secara situasi dan sudah belumnya Indonesia melewati fase akut pandemi COVID-19, akhir tahun hingga awal tahun depan mungkin saja status pandemi diturunkan atau dicabut.

"Tapi jangan sampai beranggapan bahwa ketika dicabut otomatis selesai masalahnya. Enggak begitu. Harus dipahami bahwa permasalahan atau dampak dari pandemi COVID-19 ini tidak berhenti pada saat status pandemi dicabut. Bahkan (dampaknya) itu mungkin baru bermunculan (setelah) status pandemi dicabut. Kayak sekarang muncul hepatitis akut, gagal ginjal akut. Itu yang mesti disadari," kata Dicky.


Hal yang Lebih Penting dari Status Pandemi COVID-19

Pengendara motor menunggu lampu merah di dekat mural melawan COVID-19 di Jakarta, Kamis (17/11/2020). Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pemerintah sangat optimistis dalam pengendalian pandemi Covid-19. (Liputan6.com/JohanTallo)

Menurut Dicky, hal yang lebih penting dari sekadar mencabut status pandemi COVID-19 adalah bagaimana kesiapan pemerintah dalam merespons dan memitigasi ancaman berikutnya yang mungkin akan datang.

"Bagaimana perkuatan sistem kesehatan kita, SDM kita sudah bertambah belum, infrastruktur kita, laboratorium, surveilans, dan sebagainya. Itu jauh lebih penting, karena sebetulnya toh pemulihan itu masih tetap bisa berjalan paralel dengan minim korban," ujar Dicky.

Lebih lanjut Dicky mengungkapkan bahwa adanya fenomena seperti hepatitis akut, gagal ginjal akut, dan sebagainya tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan COVID-19. Hal tersebut lantaran infeksi COVID-19 memiliki dampak yang besar pada tubuh.

"Ini mau tidak mau tidak bisa kita lepaskan kaitannya atau erat sekali kaitannya dengan pandemi COVID-19 sendiri, yang kita tahu infeksi COVID-19 ini bisa menyerang ke pembuluh darah. Artinya bisa menyerang ke seluruh organ, mengurangi fungsi organ, mengganggu, bahkan merusak organ," kata Dicky.


Rencana RI Cabut Status Pandemi COVID-19

Penularan COVID-19 kian menurun, Indonesia kini tengah bersiap menuju Endemi COVID-19. (pexels.com/cottonbro)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat mengungkapkan soal adanya kemungkinan pencabutan status pandemi COVID-19 pada tahun 2023 mendatang.

"Sangat ada (kemungkinan untuk melepas status pandemi COVID-19). Tapi kita enggak tahu kalau ada varian baru," ujar Luhut di Jakarta mengutip Antara.

Luhut menjelaskan, Indonesia memang akan tetap merujuk status pandemi COVID-19 tersebut pada WHO. Meskipun status pandemi COVID-19 di Indonesia masuk dalam rata-rata paling baik.

"Kita akan lihat, kita tetap harus nurut kepada WHO. Tapi, kita pada status yang terbaik sekarang. Di seluruh dunia, dibanding beberapa negara, kita termasuk yang paling baik," kata Luhut.

Selain itu, Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartarto berpendapat selaras. Menurutnya, Indonesia bisa lepas dari status pandemi COVID-19 jika kasus melandai hingga Februari 2023.

"Akhir bulan depan (November 2022) ditentukan terkait PPKM ke depan, disertai catatan booster dan vaksinasi diekstensifkan di November, Desember, dan Januari, karena kalau kita bisa jaga di Februari kasus landai maka kita bisa lepas dari pandemi COVID-19," kata Airlangga.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya