Liputan6.com, Jambi - Sanggar Sastra Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PS-PBSI) Universitas Batanghari (UNBARI) menampilkan pertunjukan teater di Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi, Rabu (12/10/2022) malam. Selain sebagai ajang promosi kampus, pertunjukan ini untuk menebarkan nilai-nilai kekinian yang terkandung dalam naskah legendaris Iwan Simatupang, Petang di Taman.
Taman semestinya menjadi tempat rekreasi dan melepas penat. Taman juga sepatutnya jadi tempat kongkow atau hanya tempat untuk sekadar mendinginkan hati.
Advertisement
Tapi di dalam naskah Petang di Taman, hasil karya seorang novelis, penyair, dan esais Indonesia, Iwan Simatupang, taman dihadirkan begitu kompleks dengan segala kerumitan ihwal kehidupan manusia.
Orang-orang di taman itu diceritakan datang dengan berbagai absurditas, eksistensialis manusia, dan berbagai pikirannya masing-masing. Berikut kisahnya.
Suara gemuruh di langit menjadi awal pembuka adegan perdebatan lelaki tua dan seorang pemuda. Di latar sebuah taman kota itu mereka yang tak saling kenal itu berdebat menyoal musim hujan dan kemarau.
Ternyata hasil perdebatan itu buat mereka sendiri tak tahu musim apa sebenarnya yang terjadi sekarang. Sungguh perdebatan tak ada habisnya.
Ketika mereka masih saling debat, tiba-tiba datang seorang membawa balon aneka warna. Awalnya dikira seorang tersebut penjual balon, tapi ternyata dia adalah hanya pencinta balon. Ia merengek tatkala balonnya meletus.
Seorang pencinta balon bertubuh tambun dengan tas kecil menyelip di pinggang itu ikut nimbrung dalam perdebatan. Begitu juga dengan seorang wanita yang datang bersama bayinya ikut berdebat. Mereka mendebatkan berbagai persoalan remeh.
Tak hanya debat soal cuaca. Soal siapa ayah bayi yang dibawa wanita itu juga menjadi ajang pedebatan ruwet.
Pun Mince, se-ekor kucing kesayangan lelaki tua itu juga bahasan sengit, sampai bikin lelaki tua itu menangis. Hingga waktu petang tiba perdebatan sepele yang tak jelas juntrungannya itu masih terjadi.
Kompleksitas Kehidupan Manusia
Sama seperti kisahnya, pemilihan lakon Petang di Taman ini merupakan perdebatan di antara mereka, karena ada beberapa lakon lain yang diusulkan. Erlina Zahar selaku Pimpinan Produksi Petang di Taman mengatakan, sang sutradara cenderung memilih lakon legendaris ini karena memiliki cerita yang ringan.
"Selain ceritanya ringan, lakon ini ada nilai psikisnya, dramatiknya, dan ada komedinya juga. Sehingga sutradara memilih Petang di Taman sehingga menjadi komponen menarik untuk dipentaskan," kata Erlina Zahar.
Lakon Petang di Taman kata Erlina Zahar, mengandung nilai intrinsik yang menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia modern dengan segudang persoalan.
Dalam konteks kekinian pesan yang ingin disampaikan dalam lakon ini menurut Erlina, bahwa sebagai manusia kita mesti bersyukur karena persoalan hidupnya tidak serumit yang dibayangkan. Begitu pula dengan persoalan remeh yang semestinya tak perlu diperdebatkan.
"Sehingga pesannya kita bisa memperbaiki diri supaya kedepan kehidupan kita lebih baik dalam menghadapi dinamika kehidupan yang semakin hari kian kompleks," ujar Erlina.
Sementara itu, Sugi Hartono selaku penikmat teater mengapresiasi pementasan yang apik ini. Menurut dia, yang paling penting para aktor dan aktris telah menjiwai perannya masing-masing.
"Meskipun ada beberapa bloking (pengaturan posisi) yang kurang tepat atau dialog yang lupa, tapi itu semua tertutupi dengan penjiwaan mereka (aktor)," kata Sugi.
"Meski ada kekurangan, ya itu bentuk dari proses belajar," sambung Sugi.
Sugi yang berasal dari luar daerah ini sengaja jauh datang ke ibu kota hanya untuk menyaksikan pementasan. Dia mengaku banga dengan kreatifitas adik-adiknya.
"Setidaknya impian kami memiliki sanggar dan pementasan sudah diwujudkan dengan baik oleh adik-adik kita ini. Kreatifitas ini jangan berhenti sampai di pementasan ini," kata Sugi, yang juga bekas Ketua Hima PS-PBSI FKIP Unbari itu.
Advertisement
Ajang Kreativitas Mahasiswa dan Promosi Kampus
Pementasan Petang di Taman tersebut, disutradai oleh R Ananda Winardo, alumni mahasiswa Unbari bersama sejumlah mahasiswa aktif sebagai aktornya. Sedangkan pimpinan produksi diampuh langsung oleh Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PS-PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Batanghari, Erlina Zahar.
Pementasan teater Petang di Taman ini merupakan produksi ke-2 yang diluncurkan Sanggar Sastra PS-PBSI Universitas Batanghari. Proses penggarapan Petang di Taman hingga sampai dipentaskan memakan waktu cukup lama hingga enam bulan.
Dengan berbagai persiapan dan latihan yang matang, pementasan Petang di Taman yang digelar 12-13 Oktober ini telah menyedot antusias ratusan penonton yang datang dari berbagai kalangan.
"Pada pementasan hari pertama, kami menggratiskan tiket untuk anak-anak panti asuhan. Kami ajak mereka untuk nonton bareng," kata Erlina Zahar.
Erlina Zahar yang juga Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Unbari itu mengatakan, pementasan teater ini selain sebagai ajang kreatifitas mahasiswa, juga sebagai medium promosi kampus.
Sebagai ketua program studi, Erlina Zahar sangat mengapresiasi anak didiknya yang sudah semangat berlatih hingga menyuguhkan pertunjukan dengan baik.Pementasan ini sambung Erlina, menjadi momen bagi kampus untuk meningkatkan animo masyarakat untuk percaya pada kampus Unbari.
"Kami ingin menunjukan kepada masyarakat bahwa kreatifitas tumbuh pada mahasiswa kami. Dan ini akan menjadi daya tarik agar masyarakat mau memilih Unbari sebagai tempat menimba ilmu," demikian Erlina Zahar.