PTUN Bandung Batalkan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A Cirebon

Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A Cirebon gugur setelag dibatalkan PTUN Bandung.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 15 Okt 2022, 01:00 WIB
Sidang gugatan izin lingkungan PLTU Tanjung Jati A Cirebon digelar di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Bandung, Jawa Barat, 18 Agustus 2022. (Liputan6.com/Dikdik Ripaldi)

Liputan6.com, Bandung - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung membatalkan Izin Lingkungan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati A. Proyek yang dinilai berpotensi merusak lingkungan itu tidak didasarkan pada dokumen amdal yang layak, abai soal lepasan karbon serta perubahan iklim.

Putusan pengadilan dibacakan Majelis hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Ayi Solehudin, Hakim Anggota Dikdik Somantri dan Faisal Zad, dalam sidang terbuka untuk umum secara Elektronik (E-Court), Kamis, 13 Oktober 2022.

"Menyatakan batal Surat Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat Nomor 660/32/19.1.02.0/BPMPT/2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan PLTU Tanjung Jati A Kapasitas 2 x 660 MW dan Fasilitas Penunjangnya di Desa Pengarengan, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon oleh PT. Tanjung Jati Power Company tertanggal 28 Oktober 2016".

Gugatan tersebut diketahui diajukan sejak 27 Mei 2022 lalu oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) didampingi tim Advokasi Keadilan Iklim. Sementara, pihak tergugat dalam perkara ini adalah Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Barat.

 


Isu Penting Perubahan Iklim

Mengutip salinan putusan Nomor: 52/G/LH/2022/PTUN.Bdg diterima Liputan6.com, majelis hakim berpendapat bahwa dokumen amdal harus memuat prakiraan secara cermat dan holistik, termasuk analisis terhadap lepasan karbon dan perubahan iklim.

Pendapat majelis hakim disebut selaras dengan pernyataan saksi ahli Prof Andri Gunawan Wibisana yang menegaskan isu perubahan iklim, dalam hal ini terkait emisi terhadap gas rumah kaca, tetap harus harus dikaji dalam amdal meskipun tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan.

Terungkap dalam persidangan sebelumnya, sesuai rencana masa pakainya selama 30 tahun, pembangkit listrik tenaga batu bara Tanjung Jati A 2 x 660 MW itu akan mengeluarkan lebih dari 200 juta metrik ton CO2. 

"Maka menurut pendapat Majelis Hakim dalam penyusunan dokumen amdal perlu analisis terhadap perubahan iklim". 

Sementara, izin proyek PLTU Tanjung Jati A tersebut dinilai tidak didasarkan pada dokumen amdal yang menganalisis pelepasan karbon dan isu perubahan iklim.

"Ditemukan fakta hukum bahwa tidak ada pembahasan terkait pelepasan karbon dan perubahan iklim". 

Majelis hakim menyatakan, pemrakarsa amdal dan penilai amdal yaitu Komisi Penilai Amdal haruslah memprakirakan secara cermat dan holistik semua dampak lingkungan. Pengambil keputusan haruslah memberikan pertimbangan atau penilaian yang mengutamakan kepentingan perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup.

"Dikaitkan dengan fakta situasi global dan Indonesia terancam oleh dampak perubahan iklim dan PLTU menjadi salah satu sumber terbesar emisi karbon dan berkontribusi pada Perubahan Iklim yang oleh karena itu harus dicegah atau diminimalisir dampaknya".


Bertentangan dengan Undang-undang

Majelis hakim berpendapat, penerbitan izin proyek PLTU Tanjung Jati A bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni tidak memenuhi asas tanggung jawab Negara dan asas kehati-hatian.

Selain itu, penerbitan izin juga dianggap bertentangan dengan asas Kecermatan dan asas Kemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

"Tindakan Tergugat menerbitkan objek sengketa bertentangan dengan asas kecermatan".

Secara substansi, penerbitan izin itu pun dianggap bertentangan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan, dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal.

Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut majelis hakim pun memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya gugatan dari pihak penggugat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya