Wall Street Perkasa meski Inflasi AS Melonjak

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones meroket 827,87 poin atau 2,83 persen ke posisi 30.038,72.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Okt 2022, 07:24 WIB
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street berbalik arah menguat pada perdagangan Kamis, 13 Oktober 2022. Indeks Dow Jones melambung 1.500 poin dari posisi terendah ke level tertinggi seiring pelaku pasar mengabaikan laporan inflasi yang tinggi.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones meroket 827,87 poin atau 2,83 persen ke posisi 30.038,72. Indeks S&P 500 bertambah 2,6 persen ke posisi 3.669,91, dan memecahkan penurunan beruntun dalam enam hari. Indeks Nasdaq naik 2,23 persen ke posisi 10.649,15.

Pada sesi perdagangan yang bergejolak, saham tersungkur ke level terendah sejak 2020 menyusul data inflasi yang panas dari perkiraan. Kemudian indeks saham acuan di wall street memantul dengan menakjubkan. Indeks Dow Jones naik 1.300 poin seiring pelaku pasar mencerna laporan indeks harga konsumen pada September 2022.

Indeks S&P 500 membukukan rentang perdagangan terluas sejak Maret 2022. Pada perdagangan Kamis pekan ini menandai pembalikan intraday terbesar kelima dari posisi terendah dalam sejarah indeks S&P 500. Bahkan kenaikan itu terbesar keempat untuk Nasdaq, menurut SentimenTrader.

Sektor saham energi dan bank memimpin penguatan. Saham Chevron naik 4,85 persen seiring lonjakan harga minyak. Saham Goldman Sachs dan JPMorgan masing-masing naik 3,98 persen dan 5,56 persen. Saham-saham teknologi berbalik arah menguat. Demikian juga saham semikonduktor dengan Nvidia dan Qualcom turut berkontribusi.

Investor mungkin bertaruh laporan inflasi yang lebih kuat dari perkiraan. Hal ini berarti kenaikan harga akan segera mencapai puncaknya.

 

 


Investor Cerna Data Inflasi

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

“Mungkin kita mendapatkan inflasi terakhir yang lebih tinggi dan dari sini kita mulai melambat,” ujar Chief Investment Strategist Charles Schwab, Liz Ann Sonders, dikutip dari CNBC, Jumat (14/10/2022).

Ia menambahkan, bagaimanapun, perubahan dalam saham mungkin akan berlanjut seiring investor mencerna lebih banyak data inflasi dan musim laporan laba.

"Saya pikir masih ada banyak hal yang dapat mendorong volatilitas,” kata dia.

Saham jatuh ke posisi terendah setelah laporan inflasi konsumen pada September 2022 menunjukkan peningkatan lebih besar dari perkiraan. Indeks harga konsumen meningkat 0,4 persen pada September 2022. Hal ini lebih dari perkiraan Dow Jones sebesar 0,3 persen. Secara tahunan, inflasi naik 8,2 persen.

Inflasi tinggi yang terus menerus berarti the Federal Reserve (the Fed) lebih agresif dengan kenaikan suku bunga ke depan dan mempertahankan suku bunga lebih tinggi hingga kenaikan inflasi mereda.


Penutupan Wall Street pada 12 Oktober 2022

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street kompak melemah pada perdagangan saham Rabu, 12 Oktober 2022.

Indeks S&P 500 mencatat koreksi harian enam kali berturut-turut dan mencapai penutupan terendah sejak November 2020 karena investor menantikan laporan konsumen utama yang akan informasikan laju kenaikan suku bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) ke depan.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones turun 28,34 poin atau 0,10 persen ke posisi 29.210,85. Indeks S&P 500 melemah 0,33 persen ke posisi 3.577,03. Indeks Nasdaq tergelincir 0,09 persen ke posisi 10.417,10.

Sebelumnya, saham menguat dan imbal hasil obligasi melemah setelah risalah dari pertemuan bank sentral AS atau the Federal Reserve pada September 2022 yang dirilis Rabu sore waktu setempat. Risalah menunjukkan bank sentral mengharapkan untuk terus menaikkan suku bunga dan mempertahankannya tetap tinggi hingga inflasi menunjukkan tanda-tanda mereda.

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun turun di bawah 3,9 persen yang membantu mendorong harga saham.

“Saya akan mengatakan pelaku pasar tidak mau membeli sebelum risiko kejutan hawkish,” ujar Analis BMO, Ben Jeffrey, dikutip dari CNBC, Kamis (13/10/2022).

Satu komentar dalam risalah memunculkan optimisme the Fed akan memperlambat pengetatan kebijakan moneternya dan atau bahkan menghentikannya jika ada lebih banyak turbulensi pasar keuangan.

“Beberapa peserta mencatat bahwa, terutama dalam lingkungan ekonomi dan keuangan global yang sangat tidak pasti saat ini, penting untuk mengkalibrasi laju pengetatan kebijakan lebih lanjut dengan tujuan mengurangi risiko dampak negatif yang signifikan terhadap prospek ekonomi,” bunyi risalah tersebut.

 


Dibayangi Data Ekonomi AS

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Saham bergejolak ketika indeks harga produsen September, ukuran harga grosir permintaan akhir menguat dari yang diharapkan. Indeks harga produsen naik 0,4 persen pada September 2022 lebih dari perkiraan konsensus naik 0,2 persen, menurut Dow Jones.

Angka PPI adalah salah satu pengukur inflasi yang dipantau investor bersama the Federal Reserve. Jika inflasi tetap tinggi, bank sentral kemungkinan besar akan melanjutkan kenaikan suku bunga yang agresif untuk kembali mengendalikannya. Hal itu berarti suku bunga akan terus naik dan mungkin tetap tinggi lebih lama dari yang diperkirakan pasar membebani saham.

Investor akan mendapatkan data inflasi yang lebih penting pada Kamis pekan ini. Indeks harga konsumen adalah ukuran perubahan harga dalam sekeranjang barang dan jasa konsumen umum.

“Harga tetap tinggi sehingga seharusnya tidak mengejutkan melihat barang dan jasa produsen naik. Perlu diingat peningkatan tersebut masih di bawah apa yang kami lihat secara konsisten dari bulan ke bulan di awal tahun ini,” ujar Head of Model Portfolio Construction Morgan Stanley Global Investment Office, Mike Loewengart.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya