Liputan6.com, Teheran - Situasi di Iran belakangan masih kacau, bahkan memburuk. Demonstrasi yang terus berkembang pascakasus kematian Mahsa Amini membuat situasi semakin tak terkendali.
Ratusan orang juga telah menjadi korban tewas akibat kerusuhan tersebut.
Advertisement
KBRI Teheran mencatat terdapat 397 WNI yang tinggal di Iran dan tersebar di 14 kota.
Namun, pemerintah Indonesia belum memiliki rencana untuk mengevakuasi WNI karena masih berada dalam kondisi aman.
"KBRI terus menjalin komunikasi dengan komunitas masyarakat yang ada di sana, yang kebanyakan mahasiswa," kata Joedha Nugraha, Dirjen PWNI dan BHI dalam press briefing pada Kamis (13/10/2022).
Joedha juga mengatakan bahwa kondisi mereka aman dan tidak terkena dampak secara langsung dari peristiwa tersebut. Lebih penting lagi, tidak ada WNI yang terlibat dalam aksi demonstrasi tersebut.
"Kebutuhan pokok pun saat ini masih tersedia di sana," ujar Joedha lagi.
Ia juga menambahkan bahwa KBRI terus menjalin komunikasi dengan para WNI, dan terus menyampaikan imbauan masyarakat untuk selalu waspada dan berhati-hati.
Berbeda dengan Indonesia, Prancis telah meminta warganya untuk menyelamatkan diri dengan meninggalkan Iran.
Prancis pada Jumat 7 Oktober mendesak semua warga negaranya untuk meninggalkan Iran sesegera mungkin karena mereka dianggap berisiko mengalami penahanan sewenang-wenang.
"Warga Prancis yang berkunjung, termasuk yang memiliki kewarganegaraan ganda, menghadapi risiko tinggi penangkapan, penahanan sewenang-wenang, dan persidangan yang tidak adil," kata kementerian luar negeri Prancis di lamannya.
Prancis pekan ini mengecam Iran atas "praktik-praktik kediktatoran" serta penahanan yang dialami dua warga negaranya.
Penahanan itu dilakukan Iran setelah kedua warga Prancis itu dalam sebuah video yang disiarkan pada hari Kamis 6 Oktober terlihat mengaku melakukan pemata-mataan.
Pemimpin Iran Jawab Tuduhan Barat Terkait Aksi Demo di Negaranya
Pemimpin Republik Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei merespons situasi kerusuhan dan kekacauan terbaru di negaranya yang ia sebut sengaja dirancang oleh negara-negara Barat dan Rezim Zionis.
Ia bahkan menyebut aksi demo ini semakin besar lantaran ulah dari orang-orang bayaran serta beberapa orang Iran yang berstatus pengkhianat di luar negeri.
Ayatullah Sayid Ali Khamenei menegaskan bahwa rakyat Iran dalam peristiwa ini sebagaimana juga dalam peristiwa-peristiwa lain, sepenuhnya terjun dengan kekuatan, dan di masa depan juga akan seperti ini.
Advertisement
Sudah Direncanakan
Ayatullah Khamenei menganggap rakyat Iran layaknya junjungannya yaitu Imam Ali as -- rakyat yang tertindas, tapi pada saat yang sama adalah bangsa yang kuat.
"Dalam peristiwa yang baru saja terjadi, seorang perempuan muda (Mahsa Amini) meninggal dunia, dan ini membuat hati kita semua terbakar, akan tetapi reaksi atas peristiwa ini yang dilakukan tanpa penyelidikan dan tanpa ada kepastian terkait yang sebenarnya terjadi, lalu sebagian orang turun ke jalan membuat kekacauan,membakar Al Quran, mencopot paksa hijab seorang perempuan, membakar masjid, tempat ibadah, dan kendaraan masyarakat, menunjukan bahwa ini bukanlah reaksi yang biasa dan normal," kata Ayatullah Khamenei, seperti disebutkan dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari Kedubes Iran, Jumat (7/10/2022).
Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa kerusuhan terbaru di Iran sudah direncanakan sebelumnya.
Menurutnya, jika tidak ada peristiwa meninggalnya perempuan muda itu, dalih lain akan dicari oleh pihak musuh agar kekacauan dan kerusuhan bisa diciptakan di Iran.
Kematian Mahsa Amini
Ia mengklaim bahwa belasungkawa negara-negara Barat atas meninggalnya seorang perempuan di Iran adalah dusta, dan menyebut sebenarnya mereka gembira karena mendapatkan alasan untuk menciptakan sebuah insiden.
"Di Iran, pejabat tiga lembaga tinggi negara telah menyampaikan belasungkawa, dan Mahkamah Agung Iran sudah berjanji untuk mengusut kasus ini sampai akhir," kata Ayatullah Khamenei.
Ayatullah Khamenei juga menyinggung kemajuan yang cepat di Iran di semua bidang, dan kerja keras untuk menyelesaikan sebagian permasalahan lama, serta mengaktifkan bidang produksi, perusahaan berbasis sains, dan kemampuan negara untuk menggagalkan sanksi.
Advertisement