Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI membentuk tim untuk menginvestigasi mengenai kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini. Tim tersebut dibentuk guna mengungkap dan menangani laju kasus.
Seperti disampaikan Kepala Biro Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi, tim investigasi terdiri dari beberapa pihak.
Advertisement
"Kementerian Kesehatan telah membentuk tim terdiri atas Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) untuk penyelidikan dan penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius," kata Siti Nadia, Kamis (13/10), dilansir Antara.
Menurut catatan Kemenkes, ada tambahan sebanyak 3 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak per 3 Oktober 2022. Dengan demikian, total pasien yang masih dalam proses penanganan kini berjumlah 40 anak usia di bawah lima tahun (balita) hingga 8 tahun.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) Kemenkes pun telah menerbitakn Keputusan Dirjen Yankes nomor HK 02.92/I/3305/2022 tentang Tatalaksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.
Sementara itu, Siti Nadia mengatakan, hasil pemeriksaan laboratorium Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) menunjukkan tidak ditemukannya bakteri atau virus yang spesifik dari kasus gagal ginjal akut pada anak.
Sedangkan hasil diskusi dengan tim dari Gambia, Afrika mengenai kasus serupa yang mengarah pada dugaan konsumsi obat dengan kandungan etilen glikol, kata Nadia masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
"Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut, karena tidak terdeteksi dalam darah," ujarnya.
Hingga saat ini Kemenkes tengah berkoordinasi dengan pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengadakan investigasi kasus di Gambia guna mengetahui hasilnya.
Memuncak di September 2022
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat, hingga 10 Oktober 2022 kasus gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) sudah mencapai 131 sepanjang tahun ini.
“Per 10 Oktober (data) yang masuk ke kami, mungkin tidak representatif seluruh Indonesia ya, ada 131 kasus. Tentu saja ini menimbulkan kewaspadaan buat kita semua,” ujar Ketua Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso dalam konferensi pers virtual, Selasa (11/10/2022).
Piprim memperkirakan, puncak kasus gangguan ginjal akut ini sudah terjadi pada September lalu karena di bulan ini terjadi penurunan. Awalnya, ia mengira kasus ini berkaitan dengan COVID-19 tapi ternyata tidak.
“Oleh karena itu, ini masih perlu terus kita dalami, yang jelas angka kematiannya cukup tinggi. Tetap waspada tapi tidak perlu panik berlebihan,” tambah Piprim.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati menambahkan, sejak Agustus 2022, pihaknya melihat ada lonjakan kasus anak-anak yang dibawa ke rumah sakit dengan keluhan acute kidney injury. Jumlah pasien anak yang mengeluhkan hal serupa semakin meningkat pada September 2022.
Advertisement
Gejala Serupa
Secara umum, gangguan ginjal akut memang bisa terjadi pada anak. Dalam literasi medis, hal itu bisa terjadi pada anak yang kekurangan cairan misalnya pada anak dengan diare, pendarahan hebat atau saat mengalami demam berdarah dengue.
Lalu, anak dengan infeksi berat juga bisa mengalami gangguan ginjal akut seperti disampaikan dokter spesialis anak konsultan Eka Laksmi Hidayati yang merupakan Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI.
Namun, pada gangguan ginjal akut misterius yang terjadi pada 131 anak ini, saat masuk rumah sakit mereka tidak memiliki riwayat seperti di atas.
"Kami lihat anak-anak ini dalam wawancara dengan orangtua riwayat kesehatan tidak jelas. Tiba-tiba mengalami penurunan jumlah urine. Kami masih belum tahu apa penyebabnya," jelas Eka dalam konferensi pers pada Selasa, 11 Oktober 2022.
Gejala yang dialami seratusan anak yang berasal dari 14 provinsi di Indonesia ini umumnya seragam. Berawal dari gejala infeksi seperti batuk, pilek, muntah, demam.
"Infeksi itu cenderung tidak beratlah," kata Eka.
Namun, yang membuat heran para tim dokter adalah beberapa hari usai timbul gejala infeksi di atas disusul dengan penurunan jumlah urine atau bahkan tidak keluar pipis sama sekali.
"Beberapa hari timbul batuk, pilek, demam, muntah kemudian dalam 3-5 hari mendadak tidak ada urine. Jadi tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali," tutur Eka keheranan.
Anak-anak tersebut tidak mengeluhkan sakit di aliran saluran kemih karena memang tidak ada sumbatan. Pada kasus ini, ginjal tidak memproduksi urine sama sekali.
Kemampuan RS Tangani Gangguan Ginjal Akut Beragam
Pasien gagal ginjal akut misterius sebagian besar berusia di bawah lima tahun. Ada juga yang delapan tahun. Beberapa di luar Jakarta berusia belasan tahun. Pasien anak dengan gangguan ginjal akut di Jakarta, sekitar 80-90 persen membutuhkan cuci darah.
Sejauh ini, pada pasien yang mampu bertahan, belum ada yang menjalani cuci darah hingga lebih dari tiga bulan.
"Sementara untuk Agustus-September memang ada pasien sudah pulang tapi harus cuci darah. Trennya sih perbaikan semoga tidak kronik," tutur Eka.
Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Bambang Wibowo, kemampuan rumah sakit terkait layanan ginjal beragam. Ada yang masih terbatas ada pula yang sudah sangat luas.
“Sebetulnya kalau kemampuan rumah sakit terkait layanan ginjal itu kan misalnya saja ada layanan peritoneal dialisis maupun hemodialisis. Peritoneal dialisis masih terbatas tapi hemodialisis sudah sangat luas dan aksesnya sudah bagus didukung pula oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membuka akses,” ujar Bambang.
Peritoneal dialisis merupakan cara untuk mengeluarkan produk sampah dari darah ketika ginjal tidak bisa lagi melakukan pekerjaan secara memadai (gagal ginjal). Sedangkan, hemodialisis umumnya dikenal pula dengan cuci darah.
Apakah penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak ditanggung oleh BPJS Kesehatan? Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti mengatakan sepanjang penyakit itu teridentifikasi medis, maka BPJS akan menanggung biayanya.
“Sepanjang teridentifikasi medis, BPJS akan meng-cover. Dan sepanjang sesuai dengan prosedur yang sudah kita buat BPJS siap untuk membiayai atau menjamin penyakit misterius termasuk ginjal,” kata Prof Ghufron dalam konferensi pers di Bali, Rabu (12/10/2022).
Advertisement