Liputan6.com, Beijing - Sebuah protes yang jarang sekali terjadi menyerang Presiden Xi Jinping dan aturan pembatasan COVID-19 di China dan telah terjadi di Beijing, beberapa hari sebelum kongres Partai Komunis yang bersejarah.
Dikutip Channel News Asia, Jumat (14/10/2022), sebuah gambar yang beredar menunjukkan dua spanduk protes di sebuah jembatan di barat laut kota. Namun kemudian, protes tampaknya telah dihentikan dengan cepat oleh pihak berwenang.
Advertisement
Situasi ini terjadi ketika frustrasi telah memuncak di ibu kota sebelum kongres.
Ada curahan kemarahan yang terlihat di dunia maya, yang menentang langkah-langkah keamanan yang ketat dan pembatasan COVID-19 yang diberlakukan.
Pihak berwenang China telah memperketat akses ke kota, menutup akses para pelancong, mengembalikan penduduk dan pengiriman. Yang lain dibatasi pergerakannya atau dipaksa melakukan karantina.
Sementara itu, gambar dan rekaman protes yang telah beredar menunjukkan dua spanduk besar dibentangkan di sebuah jembatan di Distrik Haidian Beijing.
Salah satunya berbunyi: "Tidak ada tes COVID, kami ingin makan. Tidak ada batasan, kami ingin kebebasan. Tidak ada kebohongan, kami ingin martabat. Tidak ada Revolusi Kebudayaan, kami ingin reformasi. Tidak ada pemimpin, kami ingin suara. Dengan tidak menjadi budak, kami bisa menjadi warga."
Spanduk lainnya menyuarakan agar warga untuk melakukan mogok sekolah dan bekerja, sekaligus menyingkirkan diktator dan pengkhianat nasional, Xi Jinping.
Aturan Diperketat
Shanghai dan kota-kota besar China lainnya, termasuk Shenzhen, telah meningkatkan pengujian untuk COVID-19 ketika infeksi meningkat. Beberapa otoritas lokal dilaporkan tergesa-gesa menutup sekolah, tempat hiburan, dan tempat-tempat wisata.
Infeksi COVID-19 di China dilaporkan telah meningkat ke level tertinggi sejak Agustu. Dengan peningkatan terjadi setelah peningkatan perjalanan domestik selama Golden Week atau Pekan Emas Hari Nasional awal bulan ini.
Pihak berwenang melaporkan 2.089 infeksi lokal baru Virus Corona COVID-19 pada 10 Oktober, terbesar sejak 20 Agustus.
Sementara banyak kasus COVID-19 ditemukan di tujuan wisata, termasuk tempat-tempat indah di wilayah utara Mongolia Dalam, kota-kota besar yang sering menjadi sumber turis dan bepergian mulai melaporkan lebih banyak kasus minggu ini.
Advertisement
Peningkatan Kasus
Shanghai, kota berpenduduk 25 juta orang, melaporkan 28 kasus lokal per 10 Oktober, hari keempat peningkatan dua digit.
Dalam upaya menghindari terulangnya dampak ekonomi dan fisik akibat lockdown COVID-19 pada bulan April dan Mei, Shanghai mengatakan pada Senin malam bahwa semua, 16 distriknya akan melakukan pengujian rutin setidaknya dua kali seminggu hingga 10 November. Langkah tersebut merupakan peningkatan dari sekali seminggu, yang diberlakukan rezim setelah lockdown terakhir.
Pemeriksaan pada pelancong yang masuk dan di tempat-tempat seperti hotel juga harus diperkuat, kata pihak berwenang.
Lockdown Masih Berlaku
Hingga Senin kemarin, 36 kota di China berada di bawah berbagai tingkat lockdown atau kontrol, dengan sekitar 196,9 juta orang terkena dampaknya, naik dari 179,7 juta pada minggu sebelumnya, menurut Nomura.
Di pusat teknologi selatan China, Shenzhen, di mana subvarian BF.7 Omicron yang sangat mudah menular baru-baru ini terdeteksi, kasus lokal meningkat lebih dari tiga kali lipat menjadi 33 pada 10 Oktober dari satu hari sebelumnya.
Wisatawan yang masuk akan menjalani tiga tes selama tiga hari, kata pihak berwenang di kota berpenduduk 18 juta orang itu, Selasa.
Di kota barat laut Xian, yang melaporkan lebih dari 100 kasus COVID-19 dari 1 Oktober hingga 10 Oktober, pihak berwenang tiba-tiba menangguhkan kelas offline di sekolah pada hari Selasa dan menutup banyak ruang publik, termasuk Museum Tentara Terracotta yang terkenal.
Advertisement