Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) prediksi ada kemungkinan koreksi pada bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street sebesar 20 persen.
"Penurunan 20 persen lebih lanjut dalam bursa saham AS tentu saja mungkin,” kata Direktur Moneter dan Pasar Modal IMF, Tobias Adrian dikutip dari CNBC, Jumat (14/10/2022).
Advertisement
Dia menambahkan, pergeseran sentimen investor dapat melihat penurunan 20 persen bursa saham AS. Sedangkan, penelitian IMF menemukan kenaikan suku bunga dan ekspektasi pendapatan ke depan menurunkan valuasi perusahaan dalam penurunan pasar saat ini. Hal itu diungkapkan Tobias Adrian pada Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional dan Grup Bank Dunia 2022 di Washington, D.C.
Menurut ia, sentimen dan premi risiko telah bertahan cukup baik sejauh ini, yang mengarah ke pengetatan yang teratur. Kemudian, saat ditanya CNBC baru-baru ini dengan Jamie Dimon selaku CEO JPMorgan mengatakan S&P 500 bisa dengan mudah turun 20 persen lagi. Adrian mengatakan itu tentu saja mungkin.
Indeks acuan telah turun sekitar 25 persen pada 2022. Bank sentral AS atau the Fed menaikkan suku bunga dana menjadi 3 persen -3,25 persen, tertinggi sejak awal 2008, pada September karena mencoba untuk mendinginkan inflasi secara tahunan 8,3 persen. Angka inflasi AS terbaru akan dirilis Kamis.
"Keyakinan saya adalah bahwa apa yang dimaksud Jamie Dimon adalah bahwa mungkin ada perubahan sentimen juga. Dan itu tentu saja akan menjadi umpan balik bagi kegiatan ekonomi. Sekarang, untuk angka 20 persen, itu pasti mungkin. Ini bukan dasar kami, tapi itu adalah sesuatu yang mungkin,” kata Adrian.
Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Melambat
Adrian menambahkan, IMF tidak memiliki angka spesifik untuk baseline, tetapi itu adalah salah satu di mana kondisi keuangan terus diperketat, aktivitas ekonomi melambat dan pasar terus berada di bawah tekanan.
Pada Selasa, lembaga tersebut menerbitkan World Economic Outlook, Pada laporan itu, IMF memperkirakan pertumbuhan global akan melambat menjadi 2,7 persen tahun depan, 0,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan Juli.
Selain itu, 2023 juga akan terasa seperti resesi bagi jutaan orang di seluruh dunia, dengan sekitar sepertiga dari ekonomi global mengalami kontraksi.
Adrian mengatakan, meskipun volatilitas baru-baru ini di obligasi pemerintah Inggris, IMF tetap melihat pasar kredit global tetap secara teratur dan tidak akan mengarah ke krisis besar-besaran pada skala momen Lehman Brothers. Namun, ada banyak risiko untuk sisi negatifnya.
"(Risiko stabilitas keuangan) sangat tinggi. Mereka hanya lebih tinggi pada saat krisis akut, seperti krisis 2008, krisis COVID-19 2020 atau krisis euro. Jadi ya, kami berada dalam momen yang sangat, sangat stres, kami berharap kami akan menghindari peristiwa sistemik. Tetapi kemungkinannya pasti meningkat pada saat ini,” katanya.
Sementara itu, bank memiliki lebih banyak modal dan likuiditas daripada selama krisis 2008, ketika banyak tekanan akut disebabkan oleh sistem perbankan.
Namun, skenario buruk di pasar negara berkembang akan melihat 30 persen aset perbankan kekurangan modal, dan kerentanan dalam sistem keuangan non-bank bisa tumpah ke sistem perbankan. Hal tersebut diperingatkan oleh Adrian.
Advertisement
Penutupan Wall Street pada 13 Oktober 2022
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street berbalik arah menguat pada perdagangan Kamis, 13 Oktober 2022. Indeks Dow Jones melambung 1.500 poin dari posisi terendah ke level tertinggi seiring pelaku pasar mengabaikan laporan inflasi yang tinggi.
Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones meroket 827,87 poin atau 2,83 persen ke posisi 30.038,72. Indeks S&P 500 bertambah 2,6 persen ke posisi 3.669,91, dan memecahkan penurunan beruntun dalam enam hari. Indeks Nasdaq naik 2,23 persen ke posisi 10.649,15.
Pada sesi perdagangan yang bergejolak, saham tersungkur ke level terendah sejak 2020 menyusul data inflasi yang panas dari perkiraan. Kemudian indeks saham acuan di wall street memantul dengan menakjubkan. Indeks Dow Jones naik 1.300 poin seiring pelaku pasar mencerna laporan indeks harga konsumen pada September 2022.
Indeks S&P 500 membukukan rentang perdagangan terluas sejak Maret 2022. Pada perdagangan Kamis pekan ini menandai pembalikan intraday terbesar kelima dari posisi terendah dalam sejarah indeks S&P 500. Bahkan kenaikan itu terbesar keempat untuk Nasdaq, menurut SentimenTrader.
Sektor saham energi dan bank memimpin penguatan. Saham Chevron naik 4,85 persen seiring lonjakan harga minyak. Saham Goldman Sachs dan JPMorgan masing-masing naik 3,98 persen dan 5,56 persen. Saham-saham teknologi berbalik arah menguat. Demikian juga saham semikonduktor dengan Nvidia dan Qualcom turut berkontribusi.
Dibayangi Inflasi
Investor mungkin bertaruh laporan inflasi yang lebih kuat dari perkiraan. Hal ini berarti kenaikan harga akan segera mencapai puncaknya.
“Mungkin kita mendapatkan inflasi terakhir yang lebih tinggi dan dari sini kita mulai melambat,” ujar Chief Investment Strategist Charles Schwab, Liz Ann Sonders, dikutip dari CNBC, Jumat (14/10/2022).
Ia menambahkan, bagaimanapun, perubahan dalam saham mungkin akan berlanjut seiring investor mencerna lebih banyak data inflasi dan musim laporan laba.
“Saya pikir masih ada banyak hal yang dapat mendorong volatilitas,” kata dia.
Saham jatuh ke posisi terendah setelah laporan inflasi konsumen pada September 2022 menunjukkan peningkatan lebih besar dari perkiraan. Indeks harga konsumen meningkat 0,4 persen pada September 2022. Hal ini lebih dari perkiraan Dow Jones sebesar 0,3 persen. Secara tahunan, inflasi naik 8,2 persen.
Inflasi tinggi yang terus menerus berarti the Federal Reserve (the Fed) lebih agresif dengan kenaikan suku bunga ke depan dan mempertahankan suku bunga lebih tinggi hingga kenaikan inflasi mereda.
Advertisement