Liputan6.com, Yogyakarta - Baru-baru ini, isu mengenai resesi ekonomi 2023 semakin gencar diberitakan, baik media online, media cetak, hingga televisi.
Tak bisa dipungkiri, hal ini menjadi momok tersendiri bagi sebagian orang. Resesi ekonomi atau krisis ekonomi dinilai merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang terjadi beberapa tahun belakang.
Bahkan, hal tersebut sudah mulai terasa dengan naiknya harga bahan pokok serta meningkatnya angka pengangguran. Resesi juga dinilai dapat memicu terganggunya aktivitas ekonomi dan berakibat pada pelemahan daya beli serta perlambatan ekonomi.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari sikapiuangmu.ojk.go.id, secara sederhana, resesi ekonomi adalah suatu kondisi di mana perekonomian negara sedang memburuk. Hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, meningkatnya jumlah pengangguran, atau pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Hal ini dinilai akan berdampak pada perlambatan ekonomi yang membuat sektor riil menahan kapasitas produksinya sehingga terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Skenario buruknya lagi, bahkan kemungkinan beberapa perusahaan akan tutup dan tidak lagi beroperasi.
Selain itu, kinerja instrumen investasi juga akan mengalami penurunan. Hal ini membuat para investor akan cenderung menempatkan dananya pada bentuk investasi yang aman.
Dampak lain dari resesi adalah melemahnya daya beli masyarakat. Masyarakat akan cenderung lebih selektif menggunakan uangnya dan akan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan terlebih dahulu.
Penulis: Resla Aknaita Chak