Presidensi G20 Indonesia Kantongi Rp 1.243 Triliun Bantu Negara Rentan Miskin

G20 sepakat untuk memperkuat Global Financial Safety Net dan mendorong Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks/MDB) untuk memperkuat pembiayaan pembangunan guna mendukung pemulihan ekonomi.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Okt 2022, 16:15 WIB
Ilustrasi Foreign Ministers Meeting atau FMM G20 (KTT Menlu G20) yang digelar di Nusa Dua, Bali 8 Juli 2022. (YouTube MOFA RI)

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, seluruh anggota G20 dalam Presidensi G20 Indonesia sepakat untuk mengumpulkan dan sukarela Special Drawing Rights (SDR) untuk membantu negara-negara yang mengalami masalah keuangan.

Kesepakatan tersebut merupakan komitmen lanjutan guna mendukung semua negara rentan untuk pulih bersama, pulih lebih kuat, G20 menyambut penyaluran sukarela Special Drawing Rights (SDR) sebesar USD 80,6 miliar atau setara Rp 1.243,8 triliun (kurs 15.432 per dolar AS) dan menyambut kontribusi sukarela kepada IMF Resilience and Sustainability Trust (RST).

“Negara-negara G20 sepakat mengambil peran dalam penyaluran sukarela alokasi SDRs. Kami menjadi bagian dari ambisi IMF dalam mengumpulkan alokasi SDR ekuivalen 100 miliar dollar AS tersebut. Saat ini sudah mencapai 80,6 miliar dollar AS,”  kata Perry dalam konferensi Pers 4th FMCBG, Jumat (14/10/2022).

Lanjut Perry menjelaskan, Fasilitas RST diciptakan sebagai pilihan bagi anggota untuk secara sukarela mengalokasi bagian mereka dalam Special Drawing Rights (SDR) yang telah dibagikan untuk mendukung negara rentan dalam mengatasi permasalahan struktural jangka panjang yang memiliki risiko ekonomi makro, termasuk yang berasal dari pandemi dan perubahan iklim.

Selanjutnya, G20 sepakat untuk memperkuat Global Financial Safety Net dan mendorong Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks/MDB) untuk memperkuat pembiayaan pembangunan guna mendukung pemulihan ekonomi.

“Dalam hal ini, G20 menyambut pembahasan awal dan mendorong MBD untuk melanjutkan pembahasan terkait opsi untuk menerapkan rekomendasi Kajian Independen tentang Kerangka Kecukupan Modal (Capital Adequacy Framework/CAF) dari MDB dalam kerangka tata kelola mereka, dan menantikan laporan perkembangan di Musim Semi 2023,” ujarnya.

 


Kerentanan Utang

Banner Infografis Indonesia Negara Berkembang Pengutang Terbesar ke-6. (Liputan6.com/Trieyasni)

Untuk mengatasi kerentanan utang,  khususnya pada negara berpendapatan rendah, G20 mendorong perkembangan lebih lanjut dari implementasi Common Framework for Debt Treatment di luar DSSI dalam cara yang terprediksi, tepat waktu, teratur, dan terkoordinasi, dan menyambut kemajuan yang tercapai.

Termasuk penyediaan penjaminan pembiayaan untuk Zambia serta menyambut perkembangan dari komite kreditur sejauh ini dan mendorong penyelesaian yang tepat waktu untuk penanganan utang bagi Chad dan Ethiopia.

“Presidensi G20 Indonesia kembali menegaskan bahwa G20 telah terbukti menjadi forum utama, untuk kerja sama internasional yang terus berhasil mengatasi krisis yang ada dan melanjutkan usaha untuk mengantisipasi krisis lebih lanjut,” pungkasnya. 


Ukir Sejarah, G20 Sukses Kumpulkan Dana FIF USD 1,4 Miliar

Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Presidensi G20. (Dok BI)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan tahun ini, G20 mengukir sejarah melalui pengumpulan Financial Intermediary Fund (FIF) yang diselenggarakan Bank Dunia.

Tujuan pengumpulan FIF untuk memastikan kecukupan dan keberlanjutan pembiayaan untuk pencegahan dan respon pandemi di masa depan.

“Total komitmen FIF dari donor penggagas adalah sebesar USD 1,4 miliar, dan anggota mendorong tambahan komitmen secara sukarela,” kata Menkeu dalam keterangan Hasil Finance Ministers and Central Bank Governors Ke-4 di Washington DC, Jumat (14/10/2022).

G20 juga menyambut baik keanggotaan dan perwakilan inklusif PPR FIF dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga donor, di mana WHO memegang peran sentral.

Menkeu menjelaskan, di tengah tantangan ekonomi dan geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya, G20 terus menyoroti pentingnya memperkuat arsitektur keuangan internasional.

Terkait komitmen G20 untuk meningkatkan ketahanan keuangan global jangka panjang, G20 akan terus memantau risiko peningkatan volatilitas arus modal, spill over negatif.

Kemudian kondisi pasar tidak merata dengan adanya revisi Institutional View (IV) IMF mengenai Liberalization and Capital Flow Management dan BIS Macro-Financial Stability Framework, yang menuntut kemajuan lebih lanjut dalam operasional Integrated Policy Framework dari IMF dan mempertahankan Jaring Pengaman Keuangan Global (GFSN) yang kuat.

“G20 terus mendukung alokasi penyaluran Special Drawing Right (SDR) untuk membantu golongan yang paling rentan serta meningkatkan kapasitas sumber daya Multilateral Development Banks melalui tinjauan Kerangka Kecukupan Modal, dan di saat yang sama memastikan penerapan Common Framework pada Debt Treatment di luar DSSI,” ujar dia.


Kebijakan Selama Pandemi

'Side Event Health Working Group 3 - G20,' yang mengangkat tema, Tackling Antimicrobial Resistance: Curing the AMR Pandemic di Hilton Resort, Nusa Dua Bali pada Rabu, 24 Agustus 2022. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Selama pandemi, lembaga keuangan telah menerapkan berbagai kebijakan luar biasa untuk meningkatkan fungsinya sebagai intermediasi dalam mendukung perekonomian.

Di saat dukungan kebijakan diperlukan untuk memitigasi dampak negatif dari pandemi, penerapan dukungan kebijakan yang terlalu lama dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan.

“Saat pemulihan pandemi sedang berlangsung, G20 menantikan laporan akhir exit strategies dan mitigasi scarring effect pada sektor keuangan, serta upaya untuk mengatasi kerentanan di Lembaga Keuangan Non-Bank (NBFI),” jelas Menkeu.

Selain itu, G20 terus memperkuat sektor keuangan global melalui peningkatan pemantauan risiko dan melalui optimalisasi manfaat teknologi dan digitalisasi.

Dalam konteks ini, G20 menyambut baik penilaian FSB mengenai pengawasan dan regulasi “stablecoin” global, serta aktivitas pasar asset kripto dan menerima panduan akhir oleh BIS CPMI dan IOSCO yang menegaskan bahwa Prinsip untuk Infrastruktur Pasar Keuangan berlaku dalam pentingnya pengaturan stablecoin yang sistemastis.

 

Infografis Indonesia Terima Tongkat Estafet Presidensi G20. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya