Liputan6.com, Jakarta - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) meminta Polri mengusut pejabatnya yang menandatangi izin keramaian dalam laga Arema FC vs Persebaya Surabaya yang mengakibatkan meninggalnya seratus lebih suporter Arema.
Permintaan tersebut disisipkan dalam rekomendasi hasil investigasi TGIPF Kanjuruhan yang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Jumat (14/10/2022).
Advertisement
"Melakukan penyelidikan lanjutan terhadap pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian No: Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DITINTELKAM tanggal 29 September 2022 yang ditandatangani oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jawa Timur," demikian dikutip dari dokumen TGIPF yang diserahkan kepada Jokowi.
Selain itu, TGIPF juga merekomendasikan agar Polri menindaklanjuti penyelidikan terhadap suporter yang melakukan provokasi. Yakni suporter yang awal mula memasuki lapangan sehingga diikuti oleh suporter yang lain, suporter yang melakukan pelemparan flare, melakukan perusakan mobil di dalam stadion, dan melakukan pembakaran mobil di luar stadion.
Kemudian melanjutkan proses penanganan masalah tindak pidana yang sedang ditangani, dan pihak-pihak lain yakni pihak-pihak yang melakukan tindakan berlebihan, serta pihak yang menyediakan gas air mata, menembakkan gas air mata ke arah penonton atau tribun yang diduga dilakukan di luar komando.
Rekomendasi lain yakni agar menyiapkan peraturan Kapolri untuk pengamanan olahraga. Menghentikan penggunaan gas air mata pada setiap pertandingan sepak bola yang ditangani oleh PSSI.
"Melakukan rekonstruksi kejadian penembakan gas air mata, guna memastikan siapa yang bertanggungjawab dan terhindar dari upaya sabotase," isi dokumen.
TGIPF Kanjuruhan Ungkap Polisi Tembakkan Gas Air Mata secara Membabi Buta
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF Kanjuruhan menyebut aparat kemanan menembakkan gas air mata secara membabi buta ke arah suporter saat pertandingan Arema Malang vs Persebaya Surabaya usai.
"Melakukan tembakan gas air mata secara membabi buta ke arah lapangan, tribun, hingga di luar lapangan," demikian dikutip dari kesimpulan dan rekomendasi TGIPF yang diserahkan kepada Presiden Jokowi pada Jumat (14/10/2022).
Dalam kesimpulannya, TGIPF juga menemukan aparat keamanan tidak pernah mendapatkan pembekalan atau penataran tentang pelarangan penggunaan gas air mata dalam pertandingan yang sesuai dengan aturan FIFA.
Kemudian tidak adanya sinkronisasi antara regulasi keamanan FIFA (FIFA Stadium Safety and Security Regulations) dan peraturan Kapolri dalam penanganan pertandingan sepak bola.
Tidak terselenggaranya TFG (Tactical Floor Game) dari semua unsur aparat keamanan (Brimob, Dalmas, Kodim, Yon Zipur-5).
"Tidak mempedomani tahapan-tahapan sesuai dengan Pasal 5 Perkapolri No.1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian," demikian isi kesimpulan.
Sementara terkait suporter atau penonton, TGIPF menyebut mereka tidak mengetahui atau mengabaikan larangan dalam memasuki area lapangan pertandingan, termasuk larangan dalam melempar flare ke dalam lapangan Stadion Kanjuruhan.
Kemudian suporter melakukan tindakan dan mengeluarkan ucapan-ucapan bersifat provokatif dan melawan petugas.
"Melakukan tindakan melawan petugas yakni melempar benda-benda keras, dan melakukan pemukulan terhadap pemain cadangan Arema dan petugas," demikian bunyi kesimpulan.
Advertisement
TGIPF Kanjuruhan: Ketua Umum PSSI Sepatutnya Mengundurkan Diri
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) telah menyerahkan kesimpulan dan rekomendasi hasil investigasi Tragedi Kanjuruhan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ketua TGIPF Mahfud Md menyebut, dalam kesimpulan dan rekomendasi TGIPF yang dia serahkan kepada Jokowi yakni PSSI merupakan pihak yang bertanggungjawab atas meninggalnya seratus lebih orang dalam Tragedi Kanjuruhan.
"Sehingga di dalam catatan kami disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab dan sub-sub organisasinya," ujar Mahfud dalam keterangannya, Jumat (14/10/2022).
Dikutip dari hasil kesimpulan dan rekomendasi yang disampaikan TGIPF, disebutkan bahwa Ketua Umum PSSI harus mundur dari jabatan. Diketahui Ketua Umum PSSI yakni Mochamad Iriawan alias Iwan Bule.
"Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, namun dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhur, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang, di mana saat laporan ini disusun sudah mencapai 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan yang sebagian bisa saja mengalami dampak jangka panjang," demikian dikutip dari dokumen tersebut.
Dalam dokumen juga disebutkan bahwa untuk menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan nasional, pemangku kepentingan PSSI diminta untuk melakukan percepatan kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggungjawab, dan bebas dari konflik kepentingan.
"Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepakbola profesional di bawah PSSI yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan oleh PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepakbola di tanah air," demikian bunyi rekomendasi.